Almarhum KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah). (Foto: Kopi Ireng)

Awal Februari lalu, tepatnya pada tanggal 02 Februari 2020, musim hujan mengabarkan berita duka yang sangat mendalam. Tidak hanya Pesantren Tebuireng, tetapi Indonesia merasakan duka itu karena kehilangan sosok guru bangsa dan tokoh yang diterima disemua kalangan, yaitu KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) yang saat itu menjabat sebagai pengasuh Pesantren Tebuireng Jombang.

Di Pesantren Tebuireng, Gus Sholah tidak hanya berupaya untuk mencetak anak didik tetapi juga mencetak kader bangsa yang mampu membawa perubahan di mana pun nanti mereka ditempatkan atau saat pulang ke kampung halaman. Salah satunya melalui Ma’had Aly Hasyim Asy’ari, mahasantri tidak hanya diberikan pengajaran, namun dibekali dengan diklat kader mahasantri. Untuk memahami hal-hal lebih jelas tentang ini, maka tebuireng.online mewawancarai pihak Mudir Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang,  KH. Nur Hannan.

Bagaimanakah sosok Gus Sholah?

Gus Sholah adalah sosok yang tegas, inovatif, kreatif, dan disiplin. Ini terlihat dari  perkembangan Pesantren Tebuireng yang sangat pesat. Baik di pesantren pusat (Tebuireng Jombang) maupun pesantren cabang yang tersebar diberbagai daerah.  Di mana semenjak beliau menjadi pengasuh Pesantren Tebuireng mengalami perkembangan di luar dugaan. Mulai dari pendirian Madrasah Mu’allimin hingga Trensains. Juga dari perhatian khusus beliau untuk Ma’had Aly Hasyim Asy’ari, di mana santri didik tidak hanya berintelektual tinggi namun juga mampu membawa perubahan.

Apakah yang paling berkesan dari sosok Gus Sholah?

Majalah Tebuireng

Beliau adalah sosok yang sangat peduli pada orang lain, sangat rendah hati. Seperti beliau berkenan untuk menyempatkan diri  menghadiri acara-acara sederhana. Seperti ketika ada acara tasyakuran dan ketika saya hendak pergi menunaikan ibadah haji.

Bagaimanakah perhatian Gus Sholah terhadap Ma’had Aly?

Perhatian beliau sangat besar mulai dari mengalokasikan dana, menyediakan gedung baru untuk M a’had Aly. Di mana ketika itu Ma’had Aly belum memiliki gedung sendiri. Sampai beliau mendirikan balai diklat (pendidikan kilat) untuk para Mahasantri Ma’had Aly. Tidak hanya itu beliau juga mengadakan acara-acara seperti diskusi umum yang mengundang tokoh nasional untuk hadir di Tebuireng. Dan itu difasilitasi untuk Mahasantri Ma’had Aly.

Kira-kira, apa tujuan Gus Sholah dalam mendirikan balai diklat?

Tujuannya adalah mendidik Mahasantri agar tidak hanya mampu mendidik santri di pesantren tapi  mampu dan siap untuk terjun ke masyarakat. Yakni agent of change dan ini hanya salah satu dari rencana besar beliau untuk mencetak kader-kader bangsa yang berkualitas dan mampu membawa perubahan.

Menurut bapak, bagaimana kiranya kita meneladani Gus Sholah?

Melanjutkan visi misi beliau dan melanjutkan semangat beliau dan perjuangan beliau. Memaksimalkan diri dalam belajar dengan segala fasilitas yang sudah beliau berikan agar mampu menjadi seperti yang beliau cita-citakan yakni menjadi agent of change.  

Pewarta: Sayyidah Afifah

Narasumber: KH. Nur Hannan