BerandaIslam Rahmatan Lil ‘AlaminFikih & Ushul FikihRambut Mulai Beruban, Bolehkah Menyemirnya?

Rambut Mulai Beruban, Bolehkah Menyemirnya?

sumber gambar: www.google.com

Oleh: Viki Junianto*

Rambut manusia memiliki berbagai macam warna alami seperti hitam, pirang maupun coklat. Sebagian dari mereka menyemirnya dengan warna-warni karena ingin memperindah atau karena uban yang muncul seiring usia senja.

Islam adalah agama yang mengatur setiap aspek kehidupan manusia, begitupun dalam hal berhias salah satunya yakni berhias dengan menyemir rambut. Bagaimanakah hukum menyemir rambut?

Hukum Menyemir Rambut dengan Warna Hitam

Dalam hal menyemir rambut dengan warna hitam para ulama sepakat mengharamkannya. Sebagaimana disebutkan dalam salah satu hadist bahwa ketika Rasulullah bertemu dengan Abi Quhafah pada saat penaklukan kota Makkah (Fathu Makkah) Rasulullah menyuruhnya untuk menyemir rambut dan jenggotnya dengan selain warna hitam.

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: أُتِيَ بِأَبِي قُحَافَةَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ وَرَأْسُهُ وَلِحْيَتُهُ كَالثَّغَامَةِ بَيَاضًا، فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «غَيِّرُوا هَذَا بِشَيْءٍ، وَاجْتَنِبُوا السَّوَادَ»[1]

Artinya: Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata: pada hari Fathu Makkah Abi Quhafah dihadapkan kepada Rasulullah SAW. Sementara rambut dan jenggotnya berwarna putih seperti tanaman yang putih, maka Rasulullah bersabda: “ Rubahlah ini dengan sesuatu dan jauhi warna hitam.”

Di dalam kitab yang lain disebutkan bahwa: “diharamkan bagi wali menyemir rambut anak kecil walaupun perempuan dengan warna hitam karena termasuk merubah ciptaan Allah.” Dan hukum merubah ciptaan adalah haram.

Tetapi ada pengecualian bagi istri yang ingin mewarnai rambutnya dengan warna hitam, bila tujuannya karna ingin menyenangkan suaminya maka hukumnya boleh.

Bagaimana Hukum Menyemir Rambut Hitam dengan Warna Lain?

Bila menyemir rambut dengan warna hitam karena ingin terlihat muda, bagaimanakah hukum menyemir rambut dengan warna-warni karena ingin memperindah?

Para ulama berbeda pendapat mengenai hal ini.

Hukum asal dari menyemir rambut dengan warna merah atau kuning adalah sunnah. Sebagaimana disebutkan dalam hadist dalam  hadist di sunan Abu daud no. 4211 berikut ini.

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: مَرَّ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَجُلٌ قَدْ خَضَّبَ بِالْحِنَّاءِ، فَقَالَ: «مَا أَحْسَنَ هَذَا» قَالَ: فَمَرَّ آخَرُ قَدْ خَضَّبَ بِالْحِنَّاءِ وَالْكَتَمِ، فَقَالَ: «هَذَا أَحْسَنُ مِنْ هَذَا»، قَالَ: فَمَرَّ آخَرُ قَدْ خَضَّبَ بِالصُّفْرَةِ، فَقَالَ: «هَذَا أَحْسَنُ مِنْ هَذَا كُلِّهِ»[2]

Dari Ibnu Abbas, dia berkata, “Seorang yang menyemir rambutnya dengan hinna melewati Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam, maka beliau berkata, ‘Bagus sekali orang itu.’  Kemudian lewat lagi seseorang di depan beliau seorang yang menyemir rambutnya dengan hinna dan katm, maka beliau berkata, ‘Bagus sekali orang itu.’ Kemudian lewat lagi seseorang yang menyemir rambutnya keemasan, maka beliau berkata, “yang ini lebih baik dari yang lainnya”.

Hadist tersebut menjelaskan bahwa Rasulullah memuji orang yang menyemir rambutnya dengan warna kuning.

Hukum Menyemir Bila Menyerupai Orang Fasik

Perlu diperhatikan bahwa saat ini menyemir rambut sudah identik dengan orang fasik. Bagaimanakah hukum menyemirnya?  Dalam hal ini ulama berbeda pendapat.

Imam Al Ghazali dalam kitabnya  ihya’ ulumiddin menyebutkan bahwa apabila sebuah hal yang sunnah telah dilakukan atau menjadi kebiasaan dari orang maka harus ditinggalkan yakni hukumnya menjadi haram, karena menyerupai mereka.

Sementara Imam ‘Izzaluddin Abdus Salam sunah tetap tidak perlu ditinggalkan meskipun identik dengan orang fasik. Asalkan dengan tujuan melaksanakan sunah dan bukan tasybih (menyerupai) orang fasik. [3]

Dapat disimpulkan bahwa menyemir rambut dengan warna hitam diharamkan, karena termasuk merubah ciptaan Allah. Kecuali untuk istri atas perintah dari suaminya. Sementara dengan warna merah atau kuning adalah sunah asal tidak bertujuan untuk menyerupai orang fasik. Demikian pembahasan yang kami sajikan. Semoga bermanfaat.


*Ditranskip oleh S Afifah Rusda. Maha Santri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari.

[1]. Muslim bin hajjah, shohih muslim ( daru ihya’, Beirut ) jus 3 hal. 1663

[2] . sunan Abu daud . hal. 86 jilid. 4

[3] . Hasan siri, Fi bayan ahkam anwa’ tasybih hal. 11-12

Exit mobile version