Tebuireng.online- “Gus Sholah secara ruh tidak wafat, yang dimakamkan itu hanyalah jasad beliau saja,” itulah ungkapan Prof. Dr. KH. Imam Suprayogo,  saat menyampaikan ceramah agama dalam acara peringatan tujuh hari wafatnya KH. Shalahuddin Wahid, pada Sabtu (08/02/2020) di Pesantren Tebuireng.

Lebih lanjut beliau menjelaskan, bahwa orang yang telah meninggal itu dikatakan pulang atau kembali, dan sebenarnya yang wafat itu hanyalah jasad saja, sedangkan ruh yang merupakan cahaya itu sebetulnya tidak pernah mati. “Oleh karena itu jika dalam sambutan dikatakan yang terhormat KH. Shalahuddin Wahid, sebetulnya ruh beliau masih mendengar,” ucap beliau.

Beliau juga menjelaskan, pada dasarnya manusia itu terdiri dari dua unsur, ialah jasmani dan ruhani, keduanya akan kembali kepada tempat asalnya. “Jasad karena memang berasal dari tanah maka akan kembali ke tanah. Lalu kemudian ke manakah tempat ruh kembali? Dalam hal ini beliau mengutip firman Allah yang artinya ‘Kemudian aku sempurnakan dengan aku tiupkan ruh’. Oleh karena itu, dari mana ruh ini ditiupkan, di situlah kita kembali,” ungkap mantan rektor UIN Malik Ibarahim itu.

Lalu di mana sebenarnya tempat kembalinya ruh? Lanjut beliau, tempat yang mulia itu ialah rumah Allah (baitullah), di situlah sebenarnya pangkalan ruh, karena setiap shalat kita wajib menghadap ke situ, dan seharusnya bukan hanya jasad saja yang mengadap, namun hati juga harus berada di tempat yang mulia itu. Karena itu, bagi orang yang saleh yang setiap harinya shalat, sama halnya dengan sehari-hari telah kembali. Oleh karena itu, tatkala ajal telah menjemputnya, Gus Sholah telah tahu tempat kembalinya.

Gus Sholah telah diterima di sisi Allah dan Rasul-Nya serta telah menikmati kebahagian yang luar biasa karena iman dan amal salehnya. “Saya yakin seyakin-yakinnya, ruh Gus Sholah tidak ada di kuburan ini, tapi Gus Sholah sudah diterima kembali oleh Allah dan Rasul. Beliau telah menikmati kebahagian yang luar biasa karena iman dan amal salehnya,” tutur beliau.

Majalah Tebuireng

Tentang kedekatan Prof Iman dan Gus Sholah, itu terjadi semenjak lima tahun yang lalu. “Gus Sholah menawari saya, apakah Prof Imam berkenan bergabung di Tebuireng? Khususnya Universitas Hasyim Asyari,” ucap beliau

“Mungkin Gus Shalah menawari saya untuk itu karena beliau tertarik dengan pandangan saya, karena saya juga mencintai pesantren,” tambah nya.

Saya selalu mengatakan kepada Gus Sholah, lanjut Prof Imam, Tebuireng ini berbeda dengan pesantren lainnya, karena Pesantren Tebuireng merasa dimiliki masyarakat Indonesia mulai dari Aceh hingga Papua sana. Maka dari itu ketika Tebuireng ini maju, maka semua masyarakat muslim Indonesia akan bahagia. Namun sebaliknya jika Pesantren Tebuireng ini stagnan, maka yang sedih juga semua masyarakat Indonesia.

“Oleh karena itu Tebuireng harus tetap maju, Tebuireng juga harus tetap menjadi teladan bagi lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia bahkan di dunia,” pungkas beliau.

Selain beliau, banyak tokoh nasional yang turut hadir dalam acara tersebut. Yaitu KH. Umar Wahid (adik kandung Gus Shalah), KH. Lukaman Hakim Syaifuddin (mantan menteri agama priode 2013-2019), KH. Emha Ainun Najib (Cak Nun) dan juga Prof. Din Syamsudin (mantan pimpinan pusat Muhammadiyah priode 2015-2015) dan juga KH. Miftahul Akhyar (Rais Amm PBNU).

Pewarta: Jaelani