tebuireng.online—Indonesia tidak hanya membutuhkan orang-orang yang mempunyai kecerdasan intelektual saja, namun juga kecerdasan emosi/afeksi. Oleh karena itu, pendidikan karakter dibutuhkan untuk membentuk kepribadian seseorang dengan lebih baik. Sebagai umat Islam, agar menjadi insan yang berakhlakul karimah, Al-Quran harus menjadi landasan utama kita dalam bertindak. Berikut wawancara Fara, wartawan Tebuireng Online dengan Dr. H. Ahmad Baihaqi M.Pdi. Kepala Seksi Kurikulum Sub-Direktorat pendidikan Al-Quran, pendidikan Diniyah, dan Pondok pesantren usai acara wisuda PP Walisongo, Jombang, di kantor Yayasan PP Putri Walisongo Cukir Diwek Jombang, Ahad (15/05/2016).

Bagaimana pendangan Anda mengenai pendidkan Islam di Indonesia?

Pasalnya pendidikan Islam sudah ada sejak masa penjajahan Belanda, yang bermula dari tokoh Muhammadiyah Ahmad Dahlan kemudian pendidiri NU, yaitu KH. Hasyim Asy’ari. Pendidikan Islam semakin berkembang dalam segi kurikulum juga dari segi pendanaan pemerintah. Saat ini pemerintah hendak mengalokasikan dana untuk perencanaan pendidikan Islam sebesar 20 persen.

Begitu juga pemerintah yang kini mengacu pada Sistiknas (sistem pendidikan nasional) dan UU No. 20 tahun 2003 dan didukung oleh PP 55 tahun 2007, terkait dengan  persetujuan pemerintah mengenai intelek dengan pendidian agama dan pendidikan keagamaan Islam. Sejak itulah kami mulai mulai mengadakan sentuhan-sentuhan yang bernuansa Islam kepada pendidikan yang bernuansa Islam seperti dengan hadirnya kami di PP. Walisongo sebagai apresiasi kami terhadap lembaga pendidikan Islam.

Kini kami mulai mengadakan sentuhan-sentuhan pendidikan keagamaan di masyarakat seperti adanya TPQ, TPA, dan pesantren-pesantren tahfidz, khususnya takhasus, kami juga mengadakan beasiswa untuk tahfidz. Kami bekerja sama MoU dengan Turki mengenai para pengahafal Al-Quran untuk mengikuti pendidikan Taffakurfiddin ke Turki, yang diikuti 1500 peserta dari berbagai provinsi yang dilaksanakan pada tanggal 19 Mei 2016.

Majalah Tebuireng

Apa saja peran Kementrian Agama (Kemenag) dalam pendidikan Islam dan seberapa efektif?

Harapan masyarakat terhadap Kementrian Agama adalah sebagai wadah atas tumbuhnya lembaga-lembaga pendidikan, khususnya dalam bidang agama, seperti pesantren-pesantren yang merupakan sebuah lembaga yang lahir dan tumbuh dari masyarakat, serta sifat kemandirian yang ditanamkan oleh lembaga pesantren. Pemerintah juga mulai menyalurkan dana untuk pendidikan santri seperti PBSB yang sudah berjalan selam lima tahun, yang mampu melahirkan sarjana dokter, sarjana ekonomi, sarjana TI, sarjana Pertanian.

Bagaimana sikap Kementerian Agama sebagai acuan pendidikan Islam terhadap krisis moral di masa ini, dan bagaimana penanganannya?

Berkembangnya informasi dan teknologi yang semakin deras memang tidak dapat dielakkan lagi, dengan begitu peran Kemenag sebagai acuan pendidikan agama mengikuti PP 55 tahun 2007, yaitu dengan melakukan pendekatan kepada lembaga-lembaga seperti pesantren, dan lembaga-lembaga yang izin operasional kepada kemenag.

Sedang dengan kenakalan remaja yang acap kali terjadi di masa ini, lebih sedikit terjadi di kalangan lembaga pesantren. Dari yang saya lihat banyaknya kenakalan remaja sering terjadi di sekolah-sekolah yang berbasis umum, terjadinya tawuran antarsekolah, pemerkosaan di usia dini, dan lain-lain. Salah satu penyebab dari hal tersebut adalah kurang bisanya remaja dalam penyaringan teknologi.

Kurangnya pendidikan mengenai agama, yang di sekolah umum hanya dilakukan dua jam pelajaran. Hal tersebut merupakan beban moral bagi Kemenag sendiri. Kami sering mengajukan permintaan penambahan jam untuk pelajaran agama tetapi belum diperhatikan lagi. Oleh sebab itu, kami mencoba untuk menjaga lembaga di bawah naungan kemenag dalam berperilaku.

Hal tersebut kembali pada pemerintah, bahwa kesolehan kolektif, kesalehan pribadi yakni keluarga sebagaimana yang ada pada QS. At Tahrim “Wahai orang-orng yang beriman jauhkanlah kamu dan keluarga kamu sekalian dari api neraka”. Kemudian kesalihan masyarakat, karena kenakalan remaja bukan hanya tanggung jawab keluarga, guru, tetapi juga masyarakat. Dan yang teakhir kesalihan pemimpin, ketika seorang pemimpin memiliki kesalihan yang karimah maka masyarakatnya tidak jauh dari itu.

Apa pesan Anda selaku perwakilan Kemenag untuk para wisudawan, khususnya mengenai pendidikan karekter anak?

Pertama untuk para wisudawan, saya harap mereka diberi perlindungan oleh Allah sehingga mampu menjaga Al-Quran-nya, tidak hanya menghafal tetapi juga mampu menerjemah, dan ketika mampu menerjemahkan ia mampu memahami serta melakukannya insyaallah. Sehingga dapat menciptakan masyarakat yang qurani, ketika masyarakat kita mampu bercermin pada Al-Quran dan hadis maka sedikit kemungkinan masyarakat kita mengalami krisis moral.

Kepada para kiai dan bu nyai, untuk bersabar dalam menghadapi anak dengan karakter yang berbeda-beda karena itu adalah suri teladan bagi santri-santrinya, dan doanya para kiai karena doa kiai adalah doa yang diharapkan oleh kami dan santri-santrinya karena doanya sangat makbul.

(Farha/Abror)