BerandaIslam Rahmatan Lil ‘AlaminMemahami Ilmu Tasawuf dan Tokoh Sufi Dunia

Memahami Ilmu Tasawuf dan Tokoh Sufi Dunia

Ilmu tasawuf berangkat dari implementasi tiga pilar agama Islam, yakni: Iman, Islam dan Ihsan. Ihsan inilah yang menjadi landasan dari akar sebuah keilmuan tasawuf.

sumber ilustrasi: ngopibareng.id

Oleh: Dimas Setyawan*

Ilmu tasawuf berangkat dari implementasi tiga pilar agama Islam, yakni: Iman, Islam dan Ihsan. Ihsan inilah yang menjadi landasan dari akar sebuah keilmuan tasawuf. Kelahiran tasawuf sendiri memiliki banyak versi. Secara historis sejarah mencatat bahwa pertama kali istilah tasawuf bermula dari salah seorang ‘zahid’ yang bernama Abu Hasyim Al-Kufi yang berasal dari Irak (w.150 H).

Dalam perjalanannya ada yang mengatakan bahwa tasawuf merupakan hasil pengaruh dari ajaran filsafat dan berbagai agama lain. Selain itu, ada pendapat yang menyatakan bahwasanya tasawuf merupakan hasil reaksi dari sebuah realitas perkembangan kemajuan masyarakat muslim.

Salah satu hal yang diyakini lahirnya ilmu tasawuf berasal dari agama Islam itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dari ayat Al- Qur’an maupun hadis Nabi Muhammad tentang pokok-pokok ajaran ilmu tasawuf. Salah satunya ialah ayat Al-Baqarah yang memberikan gambaran atas dalil ilmu tasawuf, yang berbunyi:

وَلِلّٰهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ فَاَيْنَمَا تُوَلُّوْا فَثَمَّ وَجْهُ اللّٰهِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ وَاسِعٌ عَلِيْمٌ

“Dan milik Allah Timur dan Barat. Kemanapun kamu menghadap di sanalah wajah Allah. Sungguh, Allah Mahaluas, Maha Mengetahui”. (QS. Al-Baqarah Ayat 115)

Dalam surah ‘Qaf ayat 06’ Allah juga menerangkan:

وَلَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهِۦ نَفْسُهُۥ ۖ وَنَحْنُ أَقْرَبُ إِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ ٱلْوَرِيدِ

“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaff Ayat 06)

Selain dua ayat dalam hadis Nabi Muhammad yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari juga disebutkan hal serupa, yakni: “Jika seorang hamba mendekati-Ku sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta, jika ia mendekati-Ku sehasta, niscaya Aku akan mendekatinya sedepa, dan jika ia mendekati-Ku datang dengan berjalan, niscaya Aku akan mendatanginya dengan berlari.

Dalam perjalanannya, tasawuf telah mengalami pengembangan melalui beberapa tahap sejak pertumbuhannya hingga hari ini. Pada sejarah umat Islam, terdapat peristiwa cukup tragis, yaitu terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan. Dari perstiwa tersebut, terjadi kekacauan dan kemerosotan akhlak di tengah-tengah umat Islam.

Akhirnya para ulama dan para sahabat yang masih ada, berpikir dan berikhtiar untuk kembali membangkitkan kembali ajaran Islam, mengenai hidup zuhud (tidak cinta dunia) dan lain sebagainya. Inilah yang diyakini awal timbulnya benih ilmu tasawuf yang paling awal.

Perkembangan Tasawuf  dari Masa ke Masa

Abad 1-2 Hijiriyah. Pada tahap ini, tasawuf masih berupa suatu konsep sederhana yakni berperilaku hidup zuhud. Yakni ketika kaum muslimin memusatkan perhatian dan memprioritaskan sekelompok hidupnya pada pelaksanaan ibadah hanya semata-semata karna ingin mendapatkan rida dari Allah dan mengejar kepentingan di akhirat. Terdapat dua tokoh tasawuf terkenal pada abad awal ini yakni Al-Hasan Bashri (w.110 H) dan Rabi’ah Al-Adawiyah (w.185 H).

Abad 3–4 Hijriyah. Pada abad ketiga dan keempat ini keilmuan tasawuf mengalami kemajuan, yakni dengan berdirinya lembaga pendidikan yang khusus mengajarkan pendidikan cara kehidupan zuhud dalam bentuk sebuah tarekat. Kemudian muncullah istilah kategori pembagian tingkatan tasawuf.

Pertama, Fana. Fana adalah suatu kondisi di mana seorang sufi (orang yang menempuh hidup tasawuf) kehilangan kesadaran terhadap hal-hal fisik.

Kedua, Ittihad adalah kondisi dimana seorang sufi bersatu dengan Allah sehingga masing-masing bisa memanggil dengan kata “aku”.

Ketiga, huluf adalah masuknya Allah kedalam tubuh manusia yang dipilih. Adapun pada abad ini, tokoh-tokoh tasawuf antara lain: Abu Yazid Al-Busthami (w.261 H) Syaikh Al-Junaid dan Al-Hussain bin Mashur Al-Hallaj.

Abad 5 Hijriyah. Pada abad ini, disebutkan sebagai fase konsolidasi yakni memperkuat tasawuf dengan ilmu Al-Qur’an, ilmu Hadis dan keilmuan filsafat. Adapun tokoh-tokoh tasawuf pada fase ini antara lain, Abu Hamid al-Ghazali, Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, Syaikh Abu Hasan Al-Syadili dan Ibn Atha’illah Al-Sakandari.

Abad 6 Hiriyah. Fase ini ditandai dengan munculnya tasawuf ilmu falsafi yakni dimana tasawuf dikolaborasikan dengan ilmu filsafat. Filsafat yang dipadukan oleh ilmu tasawuf, adalah filsafat Yunani.

Bentuk pengalaman yang diklaim sebagai persatuan antar Tuhan dan hamba kemudian diteoritiskan dalam bentuk pemikiran seperti konsep ‘wahdah al wujud’ yakni bahwa wujud yang sebenarnya adalah Allah, sedangkan wujud selain Allah hanya suatu bentuk gambar yang suatu saat dapat menghilang. Pada fase abad ini, terdapat beberapa tokoh tasawuf yang terkenal seperti, Ibnu Arabi’, Umar ibn Al- Faridh dan Abdul Al-Haqqi ibn Sabri’in.

Penyebaran Ilmu Tasawuf di Indonesia

Adapun untuk penyebaran dan perkembangan tasawuf di Indonesia bermula dari munculnya beberapa tarekat seperti Tarekat Qadiriyah dari Baghdad, Tarekat Naqsabandiyah dari Tukri, dan Tarekat Sattariyah dari Mekkah.

Beberapa tokoh tasawuf di Indonesia pun terbagi di beberapa daerah, seperti di pulau Sumatra terdapat Syekh Nuruddin Arrani, Syekh Hamzah Fansuri, dan Syekh Abdus Shamad Al-Falimbani. Adapun di pulau Jawa tokoh tasawuf ialah para Wali Songo (sembilan wali). Di pulau Kalimantan terdapat Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari dan Tuan Guru Sekumpul. Terakhir di Pulau Sulewesi adalah Syekh Yusuf al-Makkasari dan Syekh Tajul Khalwati al-Makkasari.

*Mahasantri Tebuireng.

Exit mobile version