sumber gambar: bilikseni.com

Oleh: Al Fahrizal*

Lir-ilir merupakan tembang jawa yang sangat populer, hampir semua kalangan masyarakat jawa hafal lagu ini. Karena tembang yang diciptakan oleh Sunan Kalijaga ini, biasa dilantunkan dan tidak sedikit pula diajarkan secara turun-temurun, dari generasi ke generasi. Lagu yang kaya akan nilai-nilai hidup ini juga sering dikumandangkan di langgar-langgar, masjid, atau musala, khususnya di tempat-tempat ibadah masyarakat NU, karena menjadi salah satu tembang puji-pujian sebelum melakukan salat berjamaah di masjid. Berikut lirik tembang lir-ilir, beserta terjemahannya dalam bahasa Indonesia.

Lirik dan Terjemahan Lagu Lir-Ilir

Lir-ilir, lir-ilir

(Bangunlah, bangunlah!)

Majalah Tebuireng

Tandure wus sumilir

(Tanamannya sudah bersemi)

Tak ijo royo-royo

(sudah hijau-hijau)

Tak sengguh temanten anyar

(Bagaikan pengantin baru)

Cah angon, cah angon

(Anak gembala, anak gembala)

Penekno blimbing kuwi

(Panjatlah (pohon) belimbing itu)

Lunyu-lunyu penekno

(Walau licin, tetaplah kau panjat)

Kanggo mbasuh dodotiro

(Untuk membasuh pakaianmu)

Dodotiro, dodotiro

(Pakaianmu, pakaianmu)

Kumitir bedah ing pinggir

(Terkoyak-koyak di bagian samping)

Dondomono, jlumatono

(Jahitlah, benahilah)

Kanggo sebo mengko sore

(Untuk menghadap nanti sore)

Mumpung padhang rembulane

(Mumpung bulan bersinar terang)

Mumpung jembar kalangane

(Mumpung banyak waktu luang)

Yo surako, surak iyo!!

(Ayo bersorak lah dengan sorakan Iya!!)

Makna Lagu Lir-Ilir

Lagu lir-ilir tidak hanya sebatas lagu untuk puji-pujian sebelum salat atau lagu anak-anak. Tapi makna sesungguhnya dari lagu ini adalah politik. Bahwa Islam akan berkembang dengan pesatnya, lewat kekuasaan, karena konteks lagu ini muncul adalah saat  Indonesia masih berada dalam sistem kerajaan. Mengutip penjelasan dari Dr. Muhammad Nasih, pendiri Monash Institute, Semarang. Beliau menyampaikan bahwa lagu ini adalah lagu politik. 

Jika dikupas liriknya bait per bait, maka bait pertama berbunyi, “lir-ilir, lir-ilir.” Berasal dari kata lilir-lilir yang berarti bangun dari tidur. Maka maknanya adalah orang-orang diperintahkan bangun dari tidur, dan tidur itu berarti sedang dalam keadaan lengah, lupa, tidak sadarkan diri, maka bait pertama ini manusia diperintahkan untuk bangun, bangkit, dan berdiri. Karena,

“Tandure wus sumilir”, tanamannya sudah tumbuh. Dulu masyarakat Jawa merupakan masyarakat yang memeluk agama Hindu-Budha, animisme, dinamisme. Sehingga ketika datang para pendakwah Islam dari belahan dunia, mulai berubah dan menyembah Allah Swt. Akan tetapi pada saat itu, cara mereka menyembah belum sempurna, namun sudah mulai memeluk agama Islam. Maka itu disebutkan “tanamannya sudah mulai tumbuh”.

Tak ijo royo-royo,” sudah hijau-hijau. Maknanya adalah Islam sudah mulai menyebar luas. Karena warna hijau itu melambangkan warna Islam. Dalam banyak hadis, disebutkan bahwa hijau merupakan warna favorit Rasulullah saw. dan hijau pada era orde baru juga menjadi simbol dari partai umat Islam.

“Tak sengguh temanten anyar,” bagaikan pengantin baru. Karena Islam yang sudah mulai menyebar luas dan masyarakatnya juga semangat belajar tentang Islam kala itu. Semangatnya diibaratkan oleh Sunan Kalijaga seperti pengantin baru, artinya tidak kenal lelah, dan sangat bergairah untuk belajar agama Islam.

Cah angon-cah angon,” anak gembala-anak gembala. Maksudnya bukan penggembala hewan ternak. Akan tetapi adalah para pemimpin, para raja di Jawa masa itu. Karena pemimpin dalam bahasa Arab itu disebut, ar-ra’in, yang juga berarti penggembala. 

 “Penekno blimbing kui,”  ambilkan belimbing itu. Buah belimbing itu memiliki lima sisi, seperti bintang, dan ini dianalogikan oleh pengarang lagu sebagai rukun Islam. Maka, makna lengkapnya adalah para pemimpin saat itu diperintahkan untuk menegakkan rukun Islam. Karena pemimpin memiliki kekuasaan, dan dengan kekuasaannya dapat menegakkan agama Islam secara masif dan dahsyat.

lunyu-lunyu penekno,” walau licin, tetaplah kau panjat. Artinya dalam menegakkan syariat Islam itu tidaklah mudah dan gampang. Butuh perjuangan. Namun, meski sulit, mereka diminta untuk tetap berjuang menegakkan agama Islam.

Kanggo mbasuh dodotiro,” untuk membasuh pakaianmu. Pakaian yang dimaksud adalah ketakwaan. Berangkat dari ayat Al-Quran, surat Al-‘Araf ayat 26. Pakaian takwa adalah  pakaian yang terbaik.

Dodotiro, dodotiro,” pakaianmu, pakaianmu. Maksudnya adalah ketakwaan umat Islam.

Kumitir bedah ing pinggir,” terkoyak-koyak di bagian samping. Ketakwaan umat Islam itu masih rusak. Maka dari itu, “dondomono, jlumatono”, jahitlah, benahilah ketakwaan dari seluruh umat Islam.

Kanggo sebo mengko sore,” untuk menghadap nanti sore. Ketakwaan yang dibina oleh umat itu dipersiapkan untuk menghadap kepada Allah Swt. Lalu kemudian bait-bait akhir dari syair tersebut mengingatkan manusia.

Mumpung padhang rembulane,” mumpung bulan bersinar terang. “Mumpung jembar kalangane”, mumpung banyak waktu luang. Artinya selagi masih ada kesempatan dan waktu maka manfaatkanlah untuk senantiasa memupuk taqwa.

“Yo surako, surak iyo!!” bersoraklah dengan sorakan Iya!  Serahkan diri kepada Gusti dengan senantiasa bersyukur. 

*Mahasantri Tebuireng.