Salah satu bentuk mahar/maskawin

Oleh: KH. Fawaid Abdullah*

Al Shadaq atau Mahar

Syaikh Abdurrahman Al Juzairy dalam Kitab karyanya, menyampaikan pengertian Al Shadaq atau dalam bahasa yang lain sering disebut dengan Mahar, atau bisa juga disebut dengan istilah Maskawin, secara lughat.

Sedang secara istilah, Mahar atau Al Shadaq adalah nama untuk harta yang wajib diberikan kepada istri di dalam suatu akad nikah.

Beberapa syarat mahar itu harus:

Majalah Tebuireng
  1. Berupa harta yang berharga (mempunyai nilai harga). Tidak sah sesuatu yang sedikit dan tidak ada harganya. Misalnya sebutir beras. Sedang nilai banyaknya mahar itu tidak dibatasi berapapun banyaknya.
  2. Harta yang dijadikan mahar harus yang bermanfaat, atau yang bisa diambil manfaat. Maka tidak memakai mahar khomer misalnya, atau memakai mahar babi, darah dll. Mahar harus sesuai dengan pandangan dalam Syariat Islam.
  3. Mahar tidak boleh diambil dari sesuatu yang dighosob (mengambil hak milk orang lain secara paksa).
  4. Mahar tidak boleh dari sesuatu yang belum diketahui (dalam hal ini para ulama berpandangan dengan beberapa pendapat).

Boleh memberikan mahar itu tidak harus dengan emas dan perak. Boleh selain itu, yang penting tidak barang atau sesuatu yang haram atau najis.

Pendapat para Imam Madzhab terkait masalah-masalah yang berhubungan dengan mahar; ada beberapa pandangan hukum:

  1. Pendapat Madzhab Maliki:

Apabila seseorang memakai mahar sesuatu yang haram atau najis, seperti khomer atau babi atau yang lain, maka akadnya fasid atau rusak.

  1. Pendapat Madzhab Maliki:

“Apabila mahar itu berasal dari barang yang dighosob yang belum dimiliki, kalau si suami tau akan hal itu. Maka akadnya fasid atau rusak. Rusak sebelum dukhul. Kalau si istri itu tidak tau bahwa mahar tersebut dari hasil ghosob, hanya suaminya saja yang tau akan hal tersebut, maka nikahnya sah.

  1. Pendapat Madzhab Syafi’i :

“Sah hukumnya, mahar itu diberikan dari sesuatu yang bernilai manfaat”. Seperti: seseorang yang membeli suatu rumah dengan mengambil manfaat dari tanahnya untuk tanaman dalam satu masa yang ditentukan, maka sah dengan menjadikan atau mengambil azas manfaat dijadikan mahar atau maskawin. Setiap sesuatu yang mempunyai nilai harga atau manfaat maka sah atau boleh dijadikan mahar.

  1. Pendapat Madzhab Hanbali:

“Sah hukumnya, mahar yang diambilkan atau diberikan dari sesuatu yang bernilai beberapa manfaat”. Seperti seseorang yang menanam suatu tanaman disuatu tanah yang dimilikinya, dengan syarat ada manfaat yang jelas didapat dan diketahuinya.

Lebih lengkap dan jelasnya, silakan dibuka dan dibaca Kitab Al Fiqh ‘ala Al Madzahib Al Arba’ah karya Syaikh Abdurrahman Al Juzairy, halaman 93-107, Juz 4, terbitan Daar el Fikr.


*Santri Tebuireng 1989-1999, Ketua Umum IKAPETE Jawa Timur 2006-2009, saat ini sebagai Pengasuh Pesantren Roudlotut Tholibin Kombangan Bangkalan Madura.


*Disarikan dari Kitab Dhaul Misbah fi Bayani Ahkam an Nikah, karya Hadratussyaikh Kiai Hasyim Asy’ari  dan Kitab Madzahib al Arba’ah karya Imam Abdurrahman Al Juzairy.