Ilustrasi oleh: M. Najib Badrusshofa

Oleh: Ustadz Zaenal Karomi*

Assalamualaikum Wr. Wb

Saya adalah seorang satpam di sebuah bank. Di bank tersebut ada dua orang satpam yang bertugas menjaga pada jam kerja, khususnya pada hari Jumat. Pada saat itu hanya salah satu dari kami yang boleh meninggalkan bank untuk pergi menunaikan shalat Jumat. Sedangkan satpam yang satunya harus menjaga bank dan terpaksa tidak shalat Jumat, namun menggantinya dengan shalat dhuhur setelah satpam satunya datang usai shalat Jumat. Maka bagaimana dengan hal ini?

Nama: aguAgus Gunawan

Alamat: Palembang

Majalah Tebuireng

Waalaikumussalam Wr. Wb

Terima kasih untuk penanya. Semoga Allah SWT, selalu melimpahkan rahmat-Nya dan hidayah-Nya untuk kita semua. Amin.

Dalam hukum Islam, shalat Jumat hukumnya adalah fardhu ‘ain bagi setiap muslim mukallaf yang baligh, berakal, merdeka dan lainnya. Lalu, bagaimana dengan satpam yang meninggalkan shalat Jumat untuk tugas jaga?

Dalam kasus ini, diperbolehkan bagi satpam untuk meninggalkan shalat Jumat dengan mengganti shalat dhuhur karena dikategorikan udzur yang mendapat rukshoh (keringanan). Penjelasan ini diterangkan dalam kaidah fiqh Dar‘al Mafaasid Muqoddamun ‘ala jalb al Mashalih”.

Kaidah ini berlaku dalam segala permasalahan yang di dalamnya terdapat percampuran antara unsur maslahah dan mafsadah. Jadi, apabila maslahah dan mafsadah berkumpul, maka yang lebih diutamakan adalah menolak mafsadah. Sebab, Nabi SAW sebagai pemegang otoritas hukum (syar’i) memiliki perhatian lebih besar pada hal-hal yang dilarang dari pada yang diperintahkan karena, dalam manhiyyat (perkara yang dilarang) terdapat unsur-unsur yang dapat merusak dan menghilangkan hikmah larangan itu sendiri, tidak demikian halnya dalam ma’murat (perkara yang diperintah).

Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa hal-hal yang dilarang atau membahayakan lebih utama untuk ditangkap dari pada berusaha meraih kebaikan dengan perintah-perintah agama. Sementara di sisi lain kita membiarkan terjadinya kerusakan. Hal ini sesuai hadis riwayat Imam Nasa’i dan Ibnu Majah.

إذا أمرتكم بأمر فأتوا منه ما استطعتم وإذا نهيتكم عن شيء فاجتنبوه

Jika aku perintahkan kamu sekalian akan satu perkara, maka kerjakanlah semampumu. Dan jikalau aku melarang suatu hal maka jauhilah perkara tersebut.

Dalam kaidah ini terkandung persoalan-persoalan di antaranya adalah diperbolehkannya meninggalkan shalat Jumat atau shalat Jamaah karena faktor sakit atau takut di dalam perjalanan menuju masjid. Shalat Jumat dan Jamaah jelas merupakan mashlahah yang mengandung pahala besar, tetapi bila penyakit menjadi semakin parah atau keamanan jiwa terancam (mafsadah), maka mencegah hal-hal yang tidak diinginkan tersebut lebih diutamakan.

Selain itu juga terdapat penjelasan dalam kitab Al Bajurisyarh Fath al Qaribjuz 1 halaman 220 bahwa tidak wajib melakukan shalat Jumat bagi yang memiliki udzur yang mendapat rukhsoh, di antaranya yaitu sakit parah.

فلا تجب الجمعة على كافر اصلي و صبي و مجنون ورقيق و أنثى ومريض ونحوه. ( قوله مريض و نحوه) من كل معذور بمرخص في ترك الجماعة مما يتصور هنا بخلاف ما لا يتصور هنا وهو الريح الباردة ليلا و أما ما يتصور هنا فكا الحر- إلى أن قال – و الخوف على معصوم من مال أو عرض او بدن ولو لغيره.

Tidak wajib melaksanakan shalat Jumat bagi orang kafir asli, anak kecil, orang gila, budak, perempuan, orang sakit, dan lainnya. Kemudian dalam syarhnya (sakit dan sebagainya), dari setiap bentuk perkara udzur yang mendapat rukshah (keringanan) dalam meninggalkan shalat jamaah dari perkara yang digambarkan/dijelaskan di bab ini (bab jamaah), berbeda dengan perkara yang tidak dijelaskan/digambarkan di sini, yaitu angin dingin di malam hari. Adapun perkara yang telah digambarkan di sini contohnya hawa panas, dingin, lapar, haus, dan khawatir/takut akan keselamatan harta, harga diri, dan badan. Meskipun semuanya adalah milik orang lain.

Demikian jawaban singkat dari kami. Semoga dapat dipahami dengan baik dan bermanfaat. Wallahu ‘alam.


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari semester akhir.

Publisher: Farha Kamalia