(Alm) Prof. Dr. KH. Ali Musthofa Ya’kub saat memberikan kuliah umum di depan Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng akhir 2012 silam. Beliau meninggal dunia di Rumah sakit Hermina Jakarta 06.00 Kamis (28/4/2016).

Oleh: Cholidy Ibhar*

“Mengapa dan kurang apanya, kok Ikatan Keluarga Alumni Pesantren Tebuireng (IKAPETE) sulit dan kurang bisa dikembangkan secara maksimal ?,” dengan nada serius pertanyaan ini diajukan kepada saya oleh Ustadz Ali Musthofa Ya’kub. “Sementara, alumninya berkualitas dan tersebar di mana-mana,” tambahnya dengan mimik dan sorot mata yang menyimpan keinginaan tahuan luar biasa dan sembari menunggu saya meresponnya.

Rasanya, pertanyaan seperti itu tersimpan dalam benak semua alumni Pesantren Tebuireng. Apalagi, kita tahu ada alumni pesantren yang mampu menunjukkan tidak sekedar geliat dan spirit berkumpulnya di bawah panji almamater pesantren. Mereka dapat berbuat sesuatu sebagai alumni pesantren dan kiprahnya menghela puja-puji.

Tidak terkecuali, kurang apa KH. Salahuddin Wahid yang acapkali menumpahkan berbagai gagasannya ke alamat IKAPETE, tidak ada resonansinya dan apalagi menyiram pengaruh serta berbuah aktivitas yang menjulang dengan seabreg kegiatan yang bermakna bagi dirinya, almamater dan sesamanya.

Sungguh, saya yakin seyakinnya, di masing-masing kepala alumni Pesantren Tebuireng bersemayam “mindmap” dan “roadmap”. Yang gagasan ini bila direntang berderet panjang dan bisa di-listing hingga tidak berujung. Tapi, mengapa berhenti dan tidak berlanjut pada action-nya, tindakan nyatanya dan mewujudkannya ?

Majalah Tebuireng

Tentunya, di antara kelemahan dalam tubuh IKAPETE yang serius, tidak betah berlama-lama dan habis-habisan melakukan “crossing idea”. Acapkali simplifikasi, sporadis dan tidak by design. Hegemoni budaya bersilat lidah begitu kokoh dan massifnya.

Lagi-lagi, pertanyaan klisenya, hal itu mengapa? Problem penyanyi atau lagunya? Agaknya, sangat kuat tautan semua ini bertali kelindan dengan penyanyinya, the singer atau faktor orangnya, alias alumninya. Belitan persoalan masing masing alumni dan kadar kesibukannya, merupan hal yang mesti disertakan. Kendati, tidak boleh bila dipatok secara absolut sebagai tiang penghalang. Haruslah Ditambahkan pula, segera bergegas menggeser budaya bersilat lidah menjadi budaya bertindak dan berbuat.

Ustadz Ali Musthofa mencerna satu persatu elaborasi yang dengan segenap kemampuan saya suguhkan, sembari sesekali diam dan menganggukkan kepalanya, meski tampak sekali di raut mukanya ekspresi Ustadz Ali Musthofa yang belum sepenuhnya puas. Karena, involusi dan rutinisme yang tidak produktif harus dihalau dari IKAPETE. Bagaimana mengusir problematika itu –kewajiban semua alumni untuk menjawabnya– asal tidak mendayung di debat retorik dan sikap apologis.

*Penulis adalah alumni Pondok Pesantren Tebuireng dan Dekan Fakultas Tarbiyah di IAINU Kebumen