Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) memberi tanggapan dan mengajak masyarakat untuk kampaye damai terkait Pilpres 2019 mendatang, Ahad (23/12/18) di Ndalem Kasepuhan Tebuireng. (Foto: Amin Zein)

Tebuireng.online- Gejala merenggangnya antar kelompok atau golongan terkait dengan pilihan pilpres semakin hari nampaknya semakin memprihatinkan. Berita perpecahan dan disintegrasi dipicu pilpres mendatang ini semakin padat memenuhi berita baik di media sosial maupun televisi.

Fenomena ini nampaknya cukup  menarik perhatian Gus Sholah selaku Pengasuh Pesantren Tebuireng. Banyaknya disintegrasi belakangan ini menurut beliau bukan lain disebabkan karena banyaknya ungkapan-ungkapan yang cenderung tidak penting dan justru memicu keributan antar pendukung pilihan.

“Pendukung-pendukung ini bicaranya hal-hal yang tidak substansial menurut saya,” ungkap Gus Sholah ketika diwawacarai di ndalem Tebuireng, Ahad (23/12/2018).

Beliau menyayangkan kebanyakan elemen masyarakat memilih untuk memenangkan pilihannya dengan menjatuhkan sang pesaing serta melontarkan statemen-statemen yang sama sekali tidak substansial, baik mengejek, mengolok-olok, dll. Sementara, kampanye positif yang dapat dilakukan dengan terus menggaungkan kelebihan-kelebihan Sang Pilihan justru menjadi pilihan yang kurang menarik.

“Kalau memuji calonnya bagus, tapi jangan menjelekkan pesaingnya,” imbuh beliau.

Majalah Tebuireng

Selain itu, Pengasuh Pesantren Tebuireng ini juga menambahkan bahwa banyaknya kesalahan persepsi dalam memandang suatu kasus dan menjadikannya suatu bahan untuk mengunggulkan Sang Pilihan juga perlu menjadi perhatian semua pihak. Kebiasaan menilai suatu pencapaian secara parsial tanpa melibatkan seluruh pihak terkait dan kemudian menilainya sebagai pencapaian satu pihak atau individu saja dirasa merupakan sebuah tindakan yang kurang bijak

“Seperti kasus MRT itu, banyak yang mengatakan kalau bukan Jokowi ndak akan bisa itu, padahal Jokowi itu salah satu yang berhasil. Itu perencanaannya sudah sejak tahun 1990an, namun ditindaklanjuti serius baru pada masa pemerintahan Fauzi Bowo, 2007, pengumpulan dana dimulai, pembangunannya baru bisa di mulai 2012, saat pemerintahan Jokowi, kemudian dilanjutkan saat pemerintahan Ahok dan selesai pada masa pemerintahan Anis Baswedan,” tutur beliau. 

Dari kasus ini Gus Sholah ingin semua belajar memperhatikan bahwa untuk menilai suatu kejadian atau pencapaian kita harus melihat secara keseluruhan, dan tidak hanya menisbatkannya pada satu orang saja.

Dalam kesempatan itu, beliau juga menyinggung beberapa kasus belakangan ini yang sempat memicu perpecahan di tengah-tengah masyarakat utamanya kaum muslim Indonesia, dan menjelaskan pentingnya persatuan untuk dijadikan prioritas utama dalam mewujudkan stabilitas di tengah-tengah masyarakat.

Beliau berharap, bahwa persatuan merupakan harga yang tidak dapat ditawar dan berhak dimiliki oleh seluruh elemen masyarakat.

“Jangan sampai hanya karena berbeda pilihan, sikap-sikap non produktif bahkan merugikan banyak pilihan bermunculan. Beliau mengajak untuk saling melakukan kampanye positif dengan terus menunjukkan kelebihan masing-masing kandidat yang telah dipilih dan menghindari sikap-sikap yang dapat memicu ketidakharmonisan,” pungkas Gus Sholah.

Pewarta: Nailia Maghfiroh

Editor/Publisher: RZ