Romo KH. Salahuddin Wahid saat sambutan atas nama Keluarga Besar Pesantren Tebuireng dalam Haul ke-7 Gus Dur di Maqbarah Masyayikh Tebuireng Sabtu (07/01/2017). (Foto: Deka)

tebuireng.online– Dalam acara tahunan peringatan Haul ke-7 Gus Dur yang dihelat di maqbarah Pesantren Tebuireng kemarin malam (07/01/2017), Pengasuh Pesantren Tebuireng, Dr. Ir. KH. Salahuddin Wahid atau Gus Sholah menyampaikan sambutan atas nama keluarga besar Pesantren Tebuireng.

Beliau mengucapkan terimakasih kepada segenap hadirin yang telah hadir untuk mendoakan serta para panitia yang telah mengadakan acara tersebut. Tidak hanya itu, beliau juga menyampaikan ulasan tentang keadaan Indonesia pada era ini yang bermunculan berbagai kasus yang mempertentangkan antara Islam dan nasionalisme Indonesia.

Gus Sholah mengajak mengingat sejarah yang lalu bahwa perjuangan Hadratussyaikh yang diwakilkan kepada KH. Abdul Wahid Hasyim bersama Soekarno dan beberapa para pendiri bangsa lainnya. Hal itu bermula dari adanya kongres sumpah pemuda, dan dilanjutkan dengan penyusunan dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam keadaaan tersebut, para ulama ikhlas menghapuskan tujuh kalimat pada sila pertama oleh pemerintah. Hal tersebut bermaksud agar Indonesia tetap mengayomi dan tanpa membedakan antar agama dengan mengganti sila pertama menjadi “ketuhanan yang maha esa”.

Adik Gus Dur itu juga menjelaskan, perjuangan Hadratussyaikh sebagai tokoh kunci perjuangan Indonesia, melalui putranya KH. Abdul Wahid Hasyim, Sebagai jajaran Kementrian agama mencetuskan untuk memadukan antara pendidikan Islam dan pendidikan nasional.

Majalah Tebuireng

“Dan Hal ini diterapkan di Tebuireng. Dengan demikian Tebuireng menjadi pusat untuk memadukan antara Islam dan Indonesia. Bermula dari Tebuireng tersebut, kemudian Indonesia menjadi contoh dari banyak negara Islam yang bisa memadukan antara pendidikan islam dan pendidikan nasional,” jelas mantan Wakil Ketua Komnas HAM tersebut.


Pewarta:  Latifah Ferdiana

Editor:    Abror Rosyidin

Publisher: M Abror R.