Anregurutta KH. Sanusi Baco saat memberikan ceramah agama dalam Haul ke-7 Gus Dur di Pesantren Tebuireng, Sabtu (07/01/2017). (Foto: Deka)

tebuireng.online – Anregurutta KH. Sanusi Baco dalam sambutannya atas nama sahabat, pada perhelatan Haul ke-7 Gus Dur di Pesantren Tebuireng Jombang, Sabtu (07/01/2017) malam, mengungkapkan bahwa Gus Dur adalah figur orang besar. KH. Sanusi Baco menuturkan hal demikian bukan semata-mata karena sebagai sahabat karib Gus Dur, tetapi disebabkan oleh jejak perjalanan hidup beliau yang membuktikan bahwa Gus Dur adalah orang besar.

“Bukan karena saya sahabat beliau. Pertama, saya menilai Gus Dur adalah orang besar, ini saya ambil dari satu pengertian bahwa kebesaran seseorang bukan terletak pada kedudukan dan jabatan dari yang ia pangku, tapi kebesaran seseorang dinilai dari cara yang ia pakai untuk sampai kepada jabatan itu. Kalau cara yang dia pakai adalah sesuai aturan maka ia adalah orang besar, kalau cara yang dipakai tidak benar, maka itu bukanlah orang yang besar,” jelas Ketua MUI Sulawesi Selatan tersebut.

Anregurutta juga menambahkan, hal itu dibuktikan ketika Gus Dur terpilih menjadi Presiden maupun menjadi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU). “Gus dur adalah orang besar, baik ketika pemilihan ketua PBNU maupun ketika pemilihan presiden RI, kurang lebih 700 anggota MPR memilih Gus Dur,” ujarnya dihadapan Para Kiai dan tamu pejabat pemerintahan dalam dan Luar Negeri.

“Yang kedua, Gus Dur adalah orang besar. Orang yang besar ialah orang-orang yang mampu membuat perubahan, sedang orang kecil ialah orang yang hanya dibuat perubahan. Gus Dur adalah orang besar karena selama memimpin bangsa ini ia telah mampu membawa perubahan bangsa ini, secara fisik maupun rohani, Gus Dur telah melakukan itu,” Imbuhnya.

KH. Sanusi Baco menegaskan dalam sebuah cerita bahwa Gus Dur adalah manusia asli dan anti manipulasi. “Gus dur adalah puncak kecerdasan yang dimiliki, seluruh sikap dan ucapannya adalah asli, tidak ada yang tidak asli, senyumnya asli, Gus Dur tidak pernah senyum pilkada, ucapannya asli,” terang ulama kelahiran 04 April 1937 tersebut. Begitu juga di dalam membangun bangsa ini, lanjut beliau, diperlukan keaslian, bukan kepura-puraan. “Nahdhatul Ulama’ akan marah kalau bangsa ini selalu ada kepura-puraan di dalam membangun bangsa ini,” kata Rais Syuriah PWNU Sulsel tersebut.

Majalah Tebuireng

Anregurutta juga bercerita tentang kenangan pertama kali bertemu Gus Dur saat perjalanan menuju al Azhar Mesir untuk menimba ilmu. Dalam perjalanan yang melelahkan selama satu bulan melalui jalur laut Samudra Hindia dengan kapal pesiar. Suka duka dilalui kedua sahabat tersebut dari pelabuhan ke pelabuhan hingga sampai di dermaga Port Said Mesir.

Tidak hanya menceritakan Gus Dur sebagai sosok orang besar, di penghujung acara, Anregurutta juga melantunkan kata-kata romantis untuk sahabat karibnya itu. Berikut ungkapan beliau:

Kalau di Mesir ada kuburan Presiden Mesir, yang bernama Anwar Shadat, di atas pusarannya ditulis, ‘Disini ada tulisan, telah berbaring seorang hamba Allah yang bernama Anwar Shadat yang seluruh hidupnya untuk perdamaian dan mati untuk perdamaian. Dan malam ini sekalipun tidak ditulis, dalam hati kita, di kuburan ini ada seorang hamba Allah yang telah berbaring, yang dimuliakan, yang disebut doa untuk dia. Dan disini ada seorang hamba Allah yang telah berbaring, lahir dari tokoh-tokoh pendiri bangsa ini yang bernama Gus Dur yang seluruh hidupnya untuk kedamaian dan kesejahteraan bangsanya dan seluruh hidupnya untuk Nahdhatul Uama’, dan mati untuk bangsanya dan untuk Nahdhatul Ulama.

Beliau juga mengajak seluruh hadirin untuk mewujudkan cita-cita besar yang digagas Gus Dur. “Apa yang belum tercapai dari cita-cita Gus Dur ini, kita lanjutkan. Dan apa yang belum tercapai mari kita bersama untuk mencapainya dengan melihat dan mencontoh nilai-nilai yang ada pada dirinya,” imbuh ulama 80 tahun itu.

“Menghormati Kiai dan menghargainya, dan menyayangi yang muda, semua geraknya adalah rahmat, oleh karena itu seluruh aktivitas di NU harus dimulai dengan nilai, dengan rahmah. Yang nilai rahmah sekarang mau diganti dengan nilai kekerasan, dan Gus Dur tidak menginginkan itu,” pungkas Anregurutta KH. Sanusi Baco, Lc., mengkhiri tertimoni dan kenangan persahabatan beliau dengan Guru bangsa KH.ِ Abdurrahman ad-Dakhil bin Abdul Wahid bin Muhammad Hasyim.


Pewarta:   Rif’atuz Zuhro

Editor:      M. Abror Rosyidin

Publisher:  M. Abror Rosyidin