Sumber: twgram.me

Judul buku       : Dari Membela Tuhan Ke Membela Manusia Kritik Atas Nalar   Agamisasi                               Keagamaan.

Penulis             : Dr. Aksin Wijaya

Penerbit           : PT Mizan Pustaka

Cetakan           : I, Juni 2018

Jumlah hal       : 262 hlm.

Majalah Tebuireng

Peresensi         : Fitrianti Mariam Hakim*

Aksin Wijaya, dosen Jurusan Ushuluddin dan Direktur Pasca-sarjana IAIN Ponorogo kelahiran Sumenep pada 1 Juli 1974 ini, setelah menjelaskan sejarah kenabian dalam perspektif tafsir nuzuli muhammad izzat darwazah, kini ia menampilkan kajian tentang sebuah kritik atas nalar agamisasi kekerasan. Dalam buku Dari Membela Tuhan Ke Membela Manusia ini, Aksin Wijaya menunjukkan geneologi konflik keagamaan dengan tipologi problem kekerasan atas nama Tuhan dan agama dalam babakan sejarah Islam yang panjang.

Di era digital seperti sekarang ini, masyarakat mendapat suguhan beragam berita, termasuk berita kekerasan, baik kekerasan wacana maupun kekerasan fisik. Sasaran kekerasan yang mengatasnamakan agama dan Tuhan pun melibatkan orang-orang non-Muslim atau orang-orang Barat dan orang-orang Islam sendiri yang berbeda keyakinan, aliran, pemikiran, pilihan politik, ideologi, atau kewarganegaraan. Mengapa mereka begitu yakin dan merasa absah melakukan kekerasan dengan mengatasnamakan agama dan Tuhan tanpa merasa salah sedikit pun.

Ada yang berpendapat, mereka melegitimasi tindakan kekerasannya itu dengan mengambil contoh peristiwa peperangan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad dan umat Islam melawan kaum Yahudi di Madinah, dan melawan orang-orang kafir Makkah pada peristiwa Pembebasan Makkah. Peperangan-peperangan yang sebenarnya bersifat sosiologis dan historis itu dijustifikasi secara teologis sebagai jihâd fî sabîlillâh dan kelak mereka dijanjikan masuk surga bagi mereka yang mati syahid.

Apa yang mereka yakini dan merasa absah melakukan tindakan kekerasan dengan mengatasnamakan agama dan Tuhan, itu lebih disebabkan oleh cara mereka “menalar Islam” dan “nalar keislaman yang mengideologi”. Jika saja “cara menalar Islam” itu sendiri membantu mereka memahami Islam dengan benar, maka “nalar keislaman yang mengideologi” akan membuat mereka meyakininya sebagai satu-satunya cara dalam memahami Islam yang paling benar. Sebab, nalar keislaman yang mengideologi pada esensinya memandang sebuah pemikiran sudah “jadi”, tanpa memperhatikan adanya “proses menjadi”. Pemikiran yang sudah jadi itu berarti sudah final dan tidak ada lagi sesudahnya. Namun kenyataan berkata sebaliknya, berbagai problem kekerasan yang mengatasnamakan agama terus terjadi di Indonesia. Hal ini menjadi sampel oleh Aksin Wijaya bahwa cara mereka “menalar Islam” dan “nalar keislaman yang mengideologi” belum benar. (halaman 1)

Banyak karya yang membahas masalah kekerasan yang mengatasnamakan agama dan Tuhan dalam dunia Islam, tetapi mereka lebih fokus pada gerakan, doktrin, dan pengaruhnya. Salah satunya adalah Pengaruh Radikalisme Timur Tengah di Indonesia karya Akh. Muzakki, Islam dan Islamisme karya Al-Fathri Adlin, Selamatkan Islam dari Muslim Puritan karya Helmi Mustafa, dan masih banyak buku lainnya. Tulisan ini melanjutkan tulisan-tulisan yang sudah ada, tetapi dengan fokus bahasan yang lebih spesifik yakni “cara menalar Islam” yang ditawarkan oleh para tokoh yang menjadi inspirator dan simbol gerakan-gerakan Islam yang berwajah kaku, intoleran, dan keras, sehingga dari buku ini kita bisa menemukan ulasan mengapa mereka begitu yakin dan merasa absah melakukan kekerasan dengan mengatasnamakan agama dan Tuhan. Lebih jelasnya, tulisan ini bermaksud menyingkap alasan mengapa kelompok-kelompok gerakan Islam tertentu merasa yakin dan absah melakukan kekerasan dengan mengatasnamakan agama dan Tuhan.

Buku ini terdiri atas 9 bahasan pokok. Pada bagian sebelum daftar isi, terdapat kata pengantar yang ditulis oleh Prof. Masdar Hilmy, M.A., Ph.D. sebagai Wakil Direktur Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya dan Moch. Nur Ichwam, M.A., Ph.D., sebagai Koordinator Program Doktor Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kemudian dilanjut dengan 9 bahasan pokok dari Aksin Wijaya.

Keunggulan dari buku ini adalah isi yang berkualitas, dan sangat menambah wawasan pembaca. Seperi yang dikatakan oleh Mun’im Sirry, Ph.D., Assistant Professor of Theology, University of Notre Dame, USA; bahwa Produktivitas dan kualitas tulisan Aksin Wijaya tidak pernah berhenti mengesankan saya. Pemilihan tema yang penting, pemetaan masalah yang jelas serta analisisnya yang tajam menjadi ciri-khas tulisan-tulisannya. Buku ini menelusuri geneologi konflik keagamaan dengan tipologi yang memudahkan kita memahami problem kekerasan atas nama agama dan Tuhan dalam babakan sejarah Islam yang panjang. Karena itu, buku ini perlu dibaca dan layak diperbincangkan secara luas di pasar raya intelektual Indonesia.

Dalam tulisannya, Aksin Wijaya memberikan referensi baru yang lebih luas dan jumlah yang banyak. Baik buku yang berbicara tentang fenomena-fenomena budaya, metodoligi oerubahan sosial. Islam dan Islamisme, pengasuh radikalisme, dan sebagainya. Buku ini akan sangat membantu seseorang yang sedang melakukan penelitian untuk mencari referensi lebih. Pembaca dapat memahami buku ini dengan mudah. Karena penulis menjelaskannya dengan bahasa yang ringan, jelas, dan tidak bertele-tele. Sekalipun terdapat banyak bahasa asing, baik itu arab maupun inggris.

Tulisan pendek ini mungkin tidak cukup mewakili dari keseluruhan isi buku. Tetapi mudah-mudahan bisa memberikan sedikit gambaran tentang apa yang berusaha Aksin Wijaya sampaikan pada setiap tulisan-tulisannya. Selamat membaca!


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.