Penyair Binhad Nurrohmat memberikan penjelasan dalam Bedah Buku “Cerita Rantau di Balik Senja”

tebuireng.online– Puluhan orang berkumpul di Loby Gedung B Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy), Ahad (23/05/2016) untuk mengikuti kegiatan bedah buku kumpulan puisi “Cerita Rantau di Balik Senja” karangan 12 mahasiswa UNHASY jurusan PBSI (Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia). Acara ini menghadirkan pembicara sastrawan asal Lampung Binhad Nurrahmat.

Acara yang berlangsung dengan sangat sederhana ini dibuka langsung oleh Wakil Rektor II Unhasy, Drs. H. Muhsin Ks. Dalam sambutannya beliau menyampaikan sangat senang dengan adanya kegiatan seperti ini karena dapat mengembangkan kebudayaan dalam diri mahasiswa dan kampus.

“Studi yang baik adalah membaca. Karena dengan membaca kita bisa mengetahui segala hal. tujuan utama kita adalah mengubah tingkah laku dan sikap menjadi lebih baik, dari yang kurang tertib membaca menjadi membaca,” tegas beliau.

Binhad nurrahmat, penyair adalah orang yang sesat. Karena seorang penyair mencoba memahami apa yang tidak bisa dirasakan oleh orang lain. Beliau menyampaikan bahwa dalam penulisan sebuah puisi penyair membutuhkan bumbu untuk menguatkan suatu karangan. Apalagi untuk penyair pemula, dibutuhkan pembelajaran teknik penulisan puisi lama supaya bisa menciptakan puisi bebas yang lebih terarur.

“Penyair itu berada dalam kesadaran dan mempunyai kehidupan seperti para ulama’ yaitu berfikir, merenung dang menuliskan,” ujar beliau. Binhad meminta dua penulis dari total 12 penulis puisi dalam buku tersebut untuk mempresentasikan karya mereka. Dari situ, punggawa Kuburan Institute dan NU Garis Miring ini menyimpulkan bahwa kumpulan puisi ini kedepannya harus diedit kembali, karena masih banyak teknik-teknik penulisan puisi yang masih harus diasah lagi.

Majalah Tebuireng

Dalam kesempatan kali ini beliau juga menyampaikan bahwa buku ini masih terasa mentah. Untuk itu, beliau menyarankan supaya melibatkan seorang editor dan didiskusikan dulu sebelum diterbitkan. “Sebelum terbit, harus didiskusikan dulu,” ujar beliau. Sastrawan yang tinggal di Rejoso ini juga membandingkan dengan puisi karangan santri-santri yang tergabung dalam Sanggar Kepoedang yang diterbitkan di Majalah Tebuireng. Beliau berharap ada kerjasama antara PBSI Unhasy dan pengelola Sanggar Kepoedang dalam mengembangkan sastra, khususnya puisi di Unhasy.

Dicky selaku ketua panitia dan perwakilan dari Prodi PBSI mengatakan bedah buku ini merupakan kesempatan bagi para mahasiswa untuk mengapresiasikan diri mereka, meskipun banyak kekurangan dan banyak yang perlu dibenahi. “Saya ucapkan banyak terima kasih kepada bapak Sulton selaku dosen dan pendamping prodi PBSI, seluruh kawan PBSI, dan PGSD serta panitia yang ikut serta dalam acara kali ini,” jelas mahasiswa semester 4 ini.

Penyerahan tanda kerjasama antara Sanggar Kepodang dan PBSI Unhasy

Sebelum acara berakhir, secara bergantian Binhad Nurrohmat, dua penyair Tebuireng Zainuddin AK. dan Fatimatuz Zahro, serta beberapa penyair Jombang membacakan puisi di depan hadirin. Bahkan, salah satu penyair membacakan puisi berbahasa Jawa dengan sangat lancar dan lihai. Selanjutnya, sebagai tanda kerjasama, pengelola Sanggar Kepoedang  menyerahkan beberapa eksemplar Majalah Tebuireng kepada HMP PBSI Unhasy. (Novi/Abror)