Dokumentasi: Kegiatan doa bersama dan pengajian umum di Pesantren Tebuireng, Senin (10/9/2018). (Foto: Kopiireng)

oleh: Dimas Setyawan*

Pendidikan disadari secara penuh sebagai kunci keberhasilan seseorang di masa depan. Meskipun pendidikan bukan satu-satunya kunci kesuksesan di dunia ini, tetapi tidak ada kunci keberhasilan yang paling ampuh selain pendidikan. 

Diakui atau tidak, pendidikan di Indonesia mulai sejak di bangku sekolah dasar hingga bangku perguruan tinggi masih memprioritaskan bahkan mematok angka-angka nilai serta ranking sebagai wujud dari keberhasilan pendidikan itu sendiri. Hal tersebut disadari oleh banyak pengamat pendidikan bahwa sistem itu ialah salah kaprah dan membuat para peserta didik hanya berfokus akan dua hal tersebut hingga melupakan esensi dari pendidikan, yakni mendapatkan ruang kemerdekaan mengembangkan bakat dan potensi diri tiap-tiap pribadi. 

Alhasil dari sebuah konsep standarisasi pendidikan yang menekan pada kedua aspek tersebut, seorang pelajar kehilangan karakter yang sangat baik. Seorang pelajar yang semula memiliki rasa keinginan tahu dalam proses pembelajaran di dalam kelas, harus takluk terhadap sistem-sistem yang cukup membuat sebagian pelajar merasa jenuh atas materi-materi yang diajarkan oleh guru. Dan sudah kita ketahui bersama hasilnya ialah seorang pelajar lebih mementingkan mendapatkan nilai baik dengan menghalalkan berbagai cara yakni; mulai ketidak jujuran pada tahap mengerjakan soal yang berujung pada tradisi contek-mencontek. 

Berangkat dari hal tersebut, para pengamat pendidikan membuat kesepakatan bersama mengenai sebuah konsep pendidikan yang ideal bagi para pelajar Indonesia yaitu “memulai pendidikan karakter sedini mungkin”. 

Majalah Tebuireng

Pendidikan karakter hari ini tidak hanya menjadi bahan diskusi-diskusi di berbagai seserahan baik yang diselenggarakan oleh pihak masyarakat atau pemerintahan. Perlu tindakan nyata guna dapat mengimplementasikan pendidikan karakter tersebut. Mengutip dari Pusat Bahasa Depdiknas, bahwasanya pendidikan karakter adalah bawaan hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat, temperamen, watak.

Adapun menurut Danang Setiabudi ia menyebutkan dalam jurnalnya bahwasanya, sebuah karakter akan terbentuk dengan sendirinya jika ada dukungan dan dorongan dari lingkungan sekitar. Peran keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat dominan dalam mendukung dan membangun kekuatan karakter. 

Pendidikan karakter sendiri adalah suatu hal yang harus dibangun dan dikembangkan sejak sedini mungkin. Ia bukanlah hal yang dapat diwariskan sebagaimana skill kepintaran sebagaimana umumnya. Atau seperti bawaan sejak seseorang lahir yang tidak akan mengalami perubahan sebagaimana sidik jari. Tidak seperti itu dalam konsep pendidikan karakter. Tetapi pendidikan karakter harus senantiasa diasah dan diasah sedini mungkin sehingga menjadi sebuah kebiasaan dalam laku kehidupan tiap pribadi. 

Jauh hari sebelum munculnya gagasan akan pentingnya pendidikan atau pembentukan karakter, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari telah menuangkan ide-ide beliau bagaimana cara membentuk sebuah karakter baik terhadap para pelajar. Ide-ide tersebut beliau tuangkan dalam karyanya yang berjudul Adabul ‘Alim Wal Muta’alim. Dalam kitab tersebut Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, menuturkan bahwasanya sebelum mempelajari sebuah disiplin ilmu, seorang pelajaran dianjurkan untuk; 

1. Membersihkan hati, 

2. Memiliki niat yang baik, 

3. Mempergunakan waktu & umurnya untuk memperoleh ilmu, 

4. Makan dan minum sedikit 

5. Bersikiap wara’. 

Kelima anjuran akan dituturkan sebagaimana keterangan di bawah ini:

  1. Membersihkan hati. Seorang pelajar hendaknya membersihkan hari dari segala hal yang dapat mengotorinya seperti dendam, dengki, keyakinan yang sesat, dan perangai yang buruk. Hal itu dimaksudkan agar hati mudah mendapatkan ilmu. 
  2. Memiliki niat yang baik. Sebaiknya seorang pelajar memiliki niat yang baik dalam tujuannya mencari sebuah ilmu dengan maksud mengharapkan rida Allah Ta’ala, mengamalkan ilmu, menghidupkan syariat Islam, menerangi hati dan mendekatkan diri kepada Allah.
  3. Jangan sampai berniat hanya ingin mendapatkan kepentingan duniawi seperti mendapatkan pangkat, dan harta atau bahkan menyombongkan diri di hadapan orang, atau agar orang lain hormat pada kita. 
  4. Mempergunakan umurnya untuk memperoleh ilmu. Jangan sampai seorang pelajar terpedaya oleh rayuan “menunda-nunda” dan “berangan-angan panjang”. Karena setiap detik yang terlewatkan dari umur tidak akan tergantikan. 
  5. Makan dan minum sedikit. Seorang pelajar hendaknya mengurangi akan dua hal tersebut. Karna keduanya mencegah ibadah dan dapat membuat berat untuk belajar. Di antara manfaat makan sediki, mampu membuat badan sehat dan tercegah dari penyakit. Terdapat syair yang menyatakan akan dua hal tersebut yakni;

فَإِنَّ الدَّاءَ أَكْثَرُ مَا تَرَاهُ  يَكُونُ مِنَ الطَّعَامِ أَوِ الشَّرَابِ

“Sesunggunya penyakit yang paling banyak engkau ketahui berasal dari makanan atau minuman.”

  1. Bersikap Wara’. Sikap wara’ adalah upaya menjauhi yang syuhbat alias tidak jelas halal-haramnya suatu perkara. Seorang pelajar harus berhati-hari dalam segala hal, baik memilih barang seperti makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, dan semua kebutuhan hidupnya. Karena pada hakikatnya ilmu adalah ‘Nur’ atau ‘cahaya dari Allah’ yang mana tidak mungkin cahaya Allah diturunkan kepada seseorang yang melalaikan perihal syubhat.

*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari Jombang.