sumber ilustrasi: www.google.com

Oleh: Ustadz Yusuf Suharto*

Bahtsul Masail (pembahasan masalah-masalah sosial keagamaan) adalah kegiatan ilmiah yang marak dikalangan para ustadz dan kiai, yang merupakan alumni madrasah dan pesantren. Dahulu, para ulama Jombang menyelenggarakan forum ilmiah ini dengan koordinasi Imaroh (Takmir) Masjid Kauman Utara, Jombang. Masjid Kauman adalah masjid besar yang berlokasi di wilayah Pasar Legi Jombang.

Perlu penelusuran lebih lanjut, selepas meninggalnya KH. Bisri Syansuri, pada Jumat 25 April 1980,  apakah kegiatan Bahtsul Masail para ulama ini terus berlanjut, ataukah berhenti. Yang jelas, atas desakan masyarakat baik di dalam forum atau di luar forum, lima puluh masalah sosial keagamaan yang berhasil diputuskan pada masa Kiai Bisri Syansuri masih hidup itu berhasil diterbitkan pada 15 April 1981 dengan tanda tangan KH. Mahfudz Anwar (Ketua) dan H. Abdul Aziz Masyhuri (Sekretaris) dengan judul Muqarrarat Syura Min Ulamai Jombang (Keputusan Musyawarah Ulama Jombang).

Kiai Bisri Syansuri sendiri ketika beliau masih hidup, adalah sebagai ketua Musyawarah Ulama Jombang ini dengan sekretaris H. Abdul Aziz Masyhuri. Adapun anggota musyawarah ulama ini antara lain adalah KH. Adlan Aly, KH. Manshur Anwar,  KH. Mahfudz Anwar, KH. Abdul Fattah Hasyim, KH. Syansuri Badawi, KH. Dahlan Kholil, KH. Abdul Hamid, Kiai Muhdhor, dan KH. Syansun.

Di antara masalah yang mengemuka untuk dijawab dan dicarikan solusi hukumnya adalah tentang batasan aurat bagi perempuan. Dalam soal jawab bernomor ke 28, forum musyawarah ulama Jombang ini membahas tentang aurat perempuan sebagai berikut:

Majalah Tebuireng

Apakah sudah dianggap cukup menutup aurat seorang wanita muslimah yang dalam berpakaian masih kelihatan rambutnya, lehernya, telinganya, dan betisnya ketika berhadapan dengan lelaki lain (bukan mahramnya), dan bukan suaminya?

Jawaban:

Belum dianggap cukup menutup aurat, sebab aurat wanita merdeka menurut Imam Syafi’i adalah seluruh tubuhnya, selain muka dan dua tapak tangan. Sedang menurut Imam Abu Hanifah adalah seluruh tubuh badannya, selain muka dan dua tapak tangan serta dua tapak kaki. Merujuk Tafsir al-Jalalayn;  

Al-Mizan al-Kubro, juz 1, halaman 170; Hasyiah al-Bajury, juz 2, halaman 97;

Maraqil Falah, halaman 91.

Dari hasil musyawarah ulama ini terlihat nyata bagi kita bahwa para ulama memberikan opsi kemudahan, untuk memakai mazhab Hanafi yang menyatakan bahwa praktik terlihatnya dua tapak kaki perempuan adalah sudah dianggap cukup menutup aurat ketika berhadapan dengan lelaki lain yang bukan mahram dan bukan suaminya.

Namun leher, telinga, dan rambut yang terlihat adalah terkategori masih belum menutup aurat. Menegaskan bahwa leher, telinga, dan rambut adalah aurat perempuan, Forum musyawarah ulama Jombang dalam menjawab pertanyaan bernomor 29 tentang hukum wanita muslimah mengadakan pawai yang disertai dengan pukulan genderang oleh wanita diputuskan boleh hukumnya. Berikut ini hasil Bahtsul Masailnya:

Bagaimana hukum wanita muslim mengadakan pawai yang disertai dengan pukulan genderang oleh wanita itu sendiri?

Jawaban:

Hukumnya boleh, asalkan bisa memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

  1. Menutup aurat wanita yang mujmak alaih, selain muka dan tapak tangan.
  2. Wajib tertutup leher, telinga dan rambut wajib tertutup.
  3. Tidak berhias, atau memakai wangi-wangian
  4. Waktu keluar dari rumah sampai pulang ke rumah masing-masing harus disertai mahramnya atau orang-orang perempuan yang terpercaya
  5. Tidak campur antara wanita dan pria
  6. Aman dari fitnah

Akan tetapi, jika syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, maka hukumnya haram. Maka dari itu, jika salah satu dari mereka ada yang tidak memenuhi syarat, maka dia wajib dibubarkan. Jika tidak mungkin membubarkan yang tidak memenuhi syarat saja, maka wajib membubarkan seluruhnya.

Demikianlah, para ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah senantiasa istikamah menjaga masyarakat muslimin untuk teguh mempraktikkan ajaran Ahlus Sunnah wal Jamaah.

مقررات الشورى من علماء جومبانج

 

*Penulis adalah pegiat Aswaja