Oleh: Lu’luatul Mabruroh*

Lebaran atau yang biasa disebut Tellasan oleh masyarakat Madura merupakan momen penting yang sakral dan harus dirayakan dengan adat kebiasaan yang telah turun temurun dilaksanakan oleh nenenk moyang sebelumnya. Saat Tellasan menjelang orang Madura berlomba-lomba dalam persiapan menyambut Hari Raya Idul Fitri dengan berbagai kulinar khas Madura dan kegiatan-kegiatan rutinan pasca lebaran.

  1. Memasak Kaldu Kokot

Kaldu kokot merupakan kuliner khas Madura yang bisa ditemukan di beberapa daerah di Sumenep saat lebaran tiba. Tradisi memasak kaldu kokot saat lebaran merupakan tradisi warisan dari para nenek moyang sejak dahulu sebagai jamuan utama saat tamu dan handai taulan berkunjung. Kaldu kokot berisi campuran dari kacang hijau, lontong, krupuk khas Madura dan kokot atau kikil yang juga sangat populer di pulau Madura. Bagi sebagian masyarakat luar Madura, cita rasa kaldu kokot mungkin terasa aneh sebab Kaldu kokot memiliki cita rasa yang unik yang tentu saja berbeda dari bubur kacang hijau sebagaimna lumrahnya diketahui. Kaldu kokot memiliki rasa yang gurih  dengan taburan bawang merah dan seledri. Jika menyukai pedas, kaldu kokot juga dapat ditambahi dengan sambal.

  1. Ter Ater

Tradisi lainnya yang kerap kali dilakukan oleh masyarakat madura adalah budaya “Ter ater” , yang mana budaya Ter ater adalah budaya saling menghantarkan makanan yang sudah selesai dimasak ke rumah tetangga terdekat dan ke rumah sanak family. Meski masakan yang di masak nyaris sama dan sangat sederhana yang berupa nasi putih, kuah bening (kaldu yang hanya dibumbui bawang merah, bawang putih dan selada) dan Chuko’ sapeh (daging sapi dengan bumbu rempah merah).

Bagi masyarakat perkotaan mungkin saja budaya Ter ater dianggap merepotkan dan tidak memiliki nilai. Akan tetapi berbeda dengan masyarakat pedesaan di Madura, budaya Ter ater memiliki nilai filosofi tersendiri yang menunjukkan akar rumput dan identitas warga Madura yang memiliki kepedulian tinggi terhadap kebersamaan, kekeluargaan dan tenggang rasa.

Majalah Tebuireng
  1. Ziarah Kubur 7 Hari Berturut-turut

Tradisi yang ketiga dari perayaan pasca lebaran di kota Sumenep adalah budaya ziarah kubur sanak famili yang telah meninggal selama tujuh hari berturut-turut.  Di beberapa wilayah, masyarakat membentuk panitia mujahadah dan tahlil ziarah kubur yang mengatur segala kebutuhan dari jadwal pemimpin mujahadah di tiap malam dan lokasi maqbarah serta persiapan puncak mujahadah kubro pada hari ke-tujuh yang bertepatan dengan lebaran ketupat (Tellasan Topak).

Budaya ziarah kubur selama tujuh hari berturut-turut adalah sebagai bentuk bakti keluarga kepada saudara yang telah berada di alam barzakh untuk selalu mendo’akan dan berharap Allah akan mengampuni segala dosa-dosa, dan memberikan kebahgiaan di alam kubur sebagaimana kebahagiaan handai taulan mereka yang sedangn merayakan lebaran di dunia.

Di berbagai daerah mungkin ditemukan trandisi masing-masing. Kebudayaan itu menjadi khazanah tersendiri bagi Islam Indonesia yang kaya budaya dan ragam tradisi. Maka banggalah kita menjadi muslim di Indonesia yang dapat mengkomodir budaya yang tidak bertentangan dengan syariat Islam.


*Santri PPP Walisongo Cukir asal Madura