Oleh : Adam Fadli Hidayat*

“Berikan aku 1000 orang tua, niscaya akan ku cabut semeru dari akar-akarnya
Berikan aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”
~Bung Karno~

Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Bahkan Benedic Anderson, seorang Indonesianis mengungkapkan bahwa sejarah Indonesia adalah sejarah pemudanya.

Mahasiswa adalah representasi dari pemuda. Namun sayangnya akhir-akhir ini, predikat agen of change maupun agen of social control hanya menjadi slogan belaka dan tak mampu membuktikan keberadaan mahasiswa.

Mana mungkin mimpi Bangsa Indonesia menjadi bangsa yang bermartabat, menjadi bangsa yang berdaulat, menjadi bangsa yang berkualitas akan terwujud jika karakter para pemudanya, karakter para mahasiswanya tidak mampu menunjukkan bahwa “Aku adalah pemimpin masa depan”.

Majalah Tebuireng

Jika pada masa sebelum kemerdekaan mahasiswa mampu mendirikan organisasi cendekiawan muda “Budi Oetomo”, pada masa orde lama mahasiswa mampu berafiliasi dengan partai politik untuk membangun basis kepemimpinan para pemuda. Pada masa orde baru mahasiswa mampu menumbangkan rezim orde baru yang telah berkuasa selama 32 tahun, maka setelah abad 20 ini justru terjadi sebaliknya.

Mahasiswa telah kehilangan ruhnya. Mahasiswa telah kehilangan jati dirinya. Mahasiswa telah lupa pada jasa pahlawan kemerdekaan Indonesia. Kemerdekaan hanya dianggap sebagai warisan dan bukan untuk diperjuangkan. Perjuangan di masa lalu seharusnya menjadi cambuk bagi mahasiswa sekarang untuk menjadikan dirinya pelopor kemajuan bangsa. Akan menjadi begitu ironis ketika membanggakan nenek moyangnya, namun diri sendiri tak bisa berbuat apa-apa.

Jika Nur Cholis Majid seorang cendekiawan muslim dan Mahfud M.D. seorang Ketua Mahkamah Konstitusi Indonesia periode 2008-2013 adalah aktivis dari HMI, Lukman Hakim Saifuddin (Menteri Agama Republik Indonesia Kabinet Kerja) dan Khofifah Indar Parawansa (Menteri Sosial Kabinet Kerja) adalah aktivis dari PMII serta Taufik Kiemas (Ketua MPR-RI periode 2009–2014) dan Pakde Karwo (Gubenur Jawa Timur selama 2 periode) adalah aktivis dari GMNI, maka mahasiswa hari ini jika ingin menjadi bagian calon pemimpin bangsa tentunya mau tidak mau, senang atau tidak senang seorang mahasiswa harus berorganisasi.

Berorganisasi merupakan sebuah langkah yang tepat jika ingin menjadi mahasiswa yang produktif, memiliki jiwa leadership, mampu berkomunikasi dengan semua kelompok dan mampu menjadi salah satu dari pilar bangsa. Kepekaan terhadap lingkungan masyarakat dan keaktivan dalam memperjuangkan keadilan hanya muncul ketika seseorang beroganisasi.

Menjadi mahasiswa tidak cukup hanya dengan kuliah-pulang kuliah-pulang (kupu-kupu), tak cukup pula hanya dengan kuliah-rapat kuliah-rapat (kura-kura). Menjadi mahasiswa bukanlah sebatas mencari lowongan kerja, namun menjadi mahasiswa harus mau dan mampu mengabdikan dirinya untuk masyarakat, agama, bangsa dan negara.

Pengetahuan yang didapat di bangku kuliah tidak lah lebih dari 30%. Jika kita sadar, kemana harus memenuhi kekurangan yang 70%? Kampus sepi, tidak ada kegiatan diskusi, perpustakaan sepi tidak ada pengunjungnya, isu lokal pun kita tak mendengar apalagi terlibat di dalamnya. Terlalu banyak waktu yang kita buang sia-sia. Terlalu jauh kita tertinggal dengan bangsa lain, terlalu sering kita membohongi diri kita, orang tua kita, guru kita dan founding father kita.

Gerakan-gerakan revolusioner telah hilang, semangat perubahan telah padam, kekritisan semakin tumpul, diskusi menjadi hal yang paling dihindari, membaca menjadi hal yang sangat membosankan, pragmatisme semakin berkembang dan idealisme telah digadaikan.

Hari ini data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pengangguran di Indonesia mencapai 7,56 juta orang dan 6,40 persennya adalah mahasiswa. Sedangkan dari jumlah lapangan kerja yang disediakan dan para pencari pekerjaan jumlahnya sangat tidak sebanding. Setiap tahun jumlah pengangguran meningkat hingga 300 ribu orang. Inilah tantangan para mahasiswa agar tidak hanya berorientasi setelah lulus mencari pekerjaan, namun menciptakan lapangan kerja dengan ilmu dan pengetahuan yang telah ditempuh selama 4 tahun di bangku kuliah. Jangan malah justru menjadi beban negara, namun jadilah solusi bagi permasalahan negara.

Mahasiswa adalah agen perubahan, mahasiswa adalah agen sosial kontrol, mahasiswa adalah pilar bangsa. Berorganisasilah. Cerdaskan dirimu. Penuhi otakmu dengan buku dan pengetahuan. Bantu orang-orang di sekitarmu yang membutuhkan. Hidupkanlah budaya diskusi. Kunjungilah perpustakaan-perpustakaan. Karena tidak lain, masa depan bangsa ada di pundakmu.

*) Mahasiswa Pascasarjana Universitas Hasyim Asy’ari