Oleh: KH. Fawaid Abdullah*

Ini adalah salah satu dari sifat kepahlawanan dan pengorbanan. Masih erat kaitannya dengan pembahasan dalam artikel sebelumnya tentang sifat-sifat kepahlawanan dan pengorbanan yang dimiliki oleh Salafus Shalih. Ada satu cerita menarik seperti berikut ini:

Suatu hari, ada seorang penjaga sawah yang ditunjuk juragannya untuk menjaga sawah miliknya, tiba-tiba didatangi gerombolan perampok. Sang perampok sudah berencana merusak tanaman yang dijaga si lelaki tersebut dan berniat mengambil (merampok)nya.

Berkat kesigapan dan keberanian si penjaga tersebut, terjadilah duel pertarungan di antara keduanya. Sampai akhirnya si perampok itu takluk dan kalah telak oleh si penjaga tanaman itu.

“Anda memang seorang yang pemberani. Aku suka dengan orang yang pemberani. Mau kah anda bergabung dengan kita,” begitu kata si Perampok tersebut.

Majalah Tebuireng

Si perambok lalu melanjutkan, “Kita ini tidak pernah merampok orang-orang yang lemah, miskin, fakir. Kita hanya merampok harta benda milik orang-orang kaya yang bakhil”.

Mendengar ajakan perampok tersebut, penjaga sawah tersebut berkata, “Wahai perampok, andai merampok itu tidak haram dan dibolehkan dalam agamaku, maka sungguh aku pasti akan bergabung denganmu. Aku heran kepadamu, kalian hanya merampok harta benda orang-orang yang kaya yang pelit dan bakhil, dan membantu orang-orang yang lemah dan miskin yang kesusahan”.

Di akhir kejadian, mereka saling bersalaman, saling memaafkan satu sama lain. Mereka Berpisah dengan baik-baik dan saling kagum-heran satu sama lain.

Sifat pengorbanan dan mendahulukan kepentingan-orang orang lain di atas kepentingan pribadi begitu sangat kuat dipegang oleh seorang kesatria yang memiliki sifat kepahlawanan. Hal itu lah yang diteladankan oleh para sahabat dan salafus shalih.

Cerita tentang tiga orang yang memiliki sifat kepahlawanan dalam perang Yarmuk bisa menginspirasi dan menjadi teladan kita bersama. Suatu ketika tatkala terjadi perang Yarmuk, ada tiga orang yang sama-sama ditimpa kehausan yang hebat.

Maka datanglah seorang pembawa air yang memberikan segelas air kepada ketiganya. Ketiga orang yang sama-sama kehausan tersebut saling lempar alias saling mengalah. Mereka saling mempersilahkan yang lainnya untuk minum lebih dulu. Ketiganya sama-sama saling sodor-menyodorkan. Padahal ketiganya sama-sama membutuhkan air itu. Tapi mereka tidak saling berebut dan tidak saling mendahului dalam meminumnya.

Begitu luar biasa sifat saling mengalah satu sama lain. Lebih mendahulukan teman, sahabat dan saudaranya daripada dirinya, yaitu sifat mengalah dan mementingkan orang lain daripada dirinya. Inilah sifat kesatria dan pahlawan, selalu mengalah dan berkorban untuk orang lain terlebih dahulu.

Sifat-sifat seperti di atas, saat ini begitu sangat kering dan langka sekali. Yang banyak terjadi, justru sebaliknya. Nafsu pribadi, kelompok, dan golongan yang lebih kuat. Sifat mengalah dan berkorban demi orang lain yang lebih membutuhkan begitu sangat langka saat ini, karena herarki yang ada dipenuhi dengan perang kepentingan dan kekuasaan. Legalitas menjadi manusia super diperebutkan hanya untuk “hidup”, padahal kematian kapan saja bisa menjemput. Wallahu a’lam bishshawab.


*Santri Tebuireng 1989-1999, Ketua Umum IKAPETE Jawa Timur 2006-2009, saat ini sebagai Pengasuh Pesantren Roudlotut Tholibin Kombangan Bangkalan Madura.


Disadur dari kitab Irsyadul Mukminin, karya Allahyarham Gus Ishom Tebuireng yang Legendaris.