ilustrasi-ulama-penjaga-ilmu
ilustrasi-ulama-penjaga-ilmu

Dalam kitab Adaabul ‘Aalim Wal Muta’allim Fiimaa Yahtaaju Ilaihi Almuta’allimu Fii Ahwaali Ta’limihi Wa Maa Yatawaqqofu ‘Alaihi Al-Mu’allimu Fii Maqoomati Ta’liimihi atau disingkat dengan nama kitab Adaabul ‘Aalim Wal Muta’allim, karya Hadratussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari Al-Jumbani Al-Jawi Asy-Syafi’i Al-Asy’ari rahimahullah (14 Februari 1871 M – 25 Juli 1947 M, Tebuireng Jombang), termaktub penjelasan tentang keutamaan ilmu dan ulama serta keistimewaan mengajar dan belajar.

Dalam tradisi ilmu pengetahuan dan khazanah peradaban Islam, tidak pernah lepas dari karya-karya para ulama. Secara historis keilmuan, sudah terdapat banyak karya yang lahir dan ditulis dalam bidang kajian ini. Hal ini menunjukkan betapa sangat prinsip dan urgennya posisi adab (etika) dan akhlak bagi seorang pelajar dan pengajar di mata ajaran agama Islam serta betapa pentingnya keilmuan bagi kehidupan umat Islam.

Meskipun banyak kitab-kitab karya para ulama terdahulu, terkait bidang keutamaan ilmu dan ulama, belajar dan mengajar, seperti kitab Ta’lim Al-Muta’allim Thariq At-Ta’allum karangan Al-Imam Asy-Syekh Burhanul Islam Tajuddin Nu’man bin Ibrahim bin a/Al-Khalil Az-Zarnuji Al-Hanafi Al-Maturidi atau Imam Az-Zarnuji rahimahullah (wafat 1243 M di Turkistan), kitab Ar-Risalah Al-Mufashshalah Li Ahwal Al-Muta’allimin karangan Al-Imam Abu Al-Hasan Ali bin Muhammad Khalaf Al-Ma’arif Al-Qabisi rahimahullah (wafat 403 H / 1012 M di Tunisia), kitab Tadzkirah As-Sami’ Wa Al-Mutakallim karangan Al-Imam Badruddin Abu Abdillah Ibnu Jama’ah Al-Kanani Al-Hamawi Asy-Syafi’i Al-Mishri atau Imam Ibnu Jama’ah rahimahullah (wafat 733 H / 1332 M di Mesir), kitab Al-Jami’ Li Akhlaq Ar-Rawi Wa Adab As-Sami’ karangan Imam Abu Bakar Muhammad Ahmad bin ‘Ali bin Tsabit bin Ahmad bin Mahdi Asy-Syafi’i’i Al-Asy’ari atau Imam Al-Khatib Al-Baghdadi rahimahullah (wafat 5 September 1071 M di Bagdad, Irak).

Salah satu kelebihan kitab karya Mbah Hasyim Asy’ari ini ialah penjelasannya mudah dipahami, sangat teoritis dengan basis dalil Al-Quran, hadits, dan maqolah para ulama kibar terdahulu. Sehingga, menjadi salah satu kitab rujukan yang sangat relevan bagi umat Islam di Indonesia, khususnya dunia pendidikan Islam, pondok pesantren, dan lembaga-lembaga keilmuan lainnya, khususnya bagi umat Nahdliyyin di Indonesia. Apalagi, kitab tersebut ditulis oleh seorang ulama besar yang sangat masyhur, kapabel, ahli di bidangnya, bermadzhab Syafi’i, dan beraqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah.

Dunia Butuh Ulama

Mengapa Hadratussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari rahimahullah memulai kitab tersebut dengan bab keutamaan ilmu dan ulama? Di sinilah menariknya, kita bisa memaknai bahwa ternyata Mbah Hasyim sangat peduli terhadap kemanfaatan ilmu dan kelestarian ulama sebagai penjaga agama.

Majalah Tebuireng

Dari peran dan eksistensi para ulama inilah, akan terjamin adanya perkembangan khazanah keilmuan agama sampai kapan pun. Ulamalah yang memiliki ilmu serta pengamalan ilmu yang dimilikinya untuk kemaslahatan agama dan umat Islam. Karena, sudah lazim melekat dalam diri ulama keterpaduan energi positif berupa kemuliaan, keteladanan, keutamaan, keagungan, dan kebaikan.

Untuk itulah, peran dan fungsi luhur para ulama tidak bisa tergantikan oleh apapun, ini laksana kebutuhan primer kehidupan, penerang dan pembimbing jalan keselamatan  umat Islam. Saya katakan bahwa kebutuhan umat terhadap para ulama ialah kebutuhan sepanjang masa.

Tentunya, kita berani mengatakan bahwa Mbah Hasyim sangat menginginkan sekali agar ilmu terus berkembang dan ulama terus diciptakan demi keberlangsungan kemaslahatan agama untuk membimbing umat Islam tetap dalam koridor kebenaran dan keberkahan hidup agar bisa menghidupi ruang kehidupan.

Kebutuhan Sepanjang Masa

Hadratussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari rahimahullah mengutip maqolah seorang ulama tabi’in, Imam Abu Muslim Abdullah bin Tsaub Al-Khaulani Al-Yamani Al-Madani rahimahullah (wafat 684 M di Jannatul Baqi’ Madinah) sebagai berikut:

“Ulama di bumi bagaikan bintang-bintang di langit, ketika dia muncul, orang-orang memanfaatkan cahayanya. Tapi, jika dia tidak muncul, mereka bingung”. (kitab Adaabul ‘Aalim Wal Muta’allim, bab 1).

Ulama merupakan orang yang biasanya dikenal alim dan ahli dalam pengetahuan agama Islam. Mereka (para ulama) juga dikenal sebagai pembina atau pembimbing umat Islam dalam sisi keagamaan, bahkan dalam sisi sosial kemasyarakatan serta politik kebangsaan.

Kehadiran seorang ulama dirasa tepat sebagai rujukan bagi umat Islam, untuk mempelajari atau bertanya seputar persoalan hidup dan kehidupan, terutama yang menyangkut persoalan agama.

Sampai kapan pun, umat Islam membutuhkan sosok ulama terutama yang faqih, adib, abid, dan alim ‘allamah. Kebutuhan umat terhadap ulama, disamakan dengan kebutuhan umat-umat terdahulu terhadap para nabi dan rasul yang diutus kepada mereka. Setiap nabi dan rasul, membawa risalah dari Allah subhanahu wa ta’ala, yang membimbing dan mengajarkan bagaimana menyembah Allah subhanahu wa ta’ala dan memahami tujuan hidup di dunia ini.

Keseimbangan hubungan vertikal hablum minallah dan horisontal hablum minan naas serta diagonal hablum minal alam, menunjukkan jalan keselamatan di dunia maupun di akhirat. Menciptakan tata kelola profesional madani di bawah perlindungan dan ridho Allah subhanahu wa ta’ala, serta membentuk kepribadian insani yang berakhlak karimah, beradab, dan bermanfaat.

Jelas, setiap zaman membutuhkan kompas kehidupan yang berbasis kesadaran spritualitas yang bernama ulama. Kebutuhan ini bersifat mendesak (بحاجة ماسة). Umat senantiasa membutuhkan warisan nabi berupa ulama yang mulia. Meneruskan amanah risalah kenabian agar tetap terus terjaga ila yaumil qiyamah.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri pernah bersabda:

إن الْعُلُمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِيَاءِ، إِنَّ اْلأَنْبِياَءَ لَمْ يُوَرِّثُوْا دِيْناَرًا وَلاَ دِرْهَماً إِنَّمَا وَرَّثُوْا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ فَقَدْ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sungguh, para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham. Sungguh, mereka hanya mewariskan ilmu. Maka, barangsiapa mengambil warisan tersebut, ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. Imam At-Tirmidzi rahimahullah wafat 892 M di Termez Uzbekistan; Imam Ahmad Bin Hambal rahimahullah wafat 855 M di Baghdad Irak; Imam Ad-Darimi rahimahullah wafat 869 M Muskat, Oman; Imam Abu Dawud rahimahullah wafat 889 M di Basrah Iraq; dan Imam Ibnu Majah rahimahullah wafat 887 M di Qazwin Iran).

Mencetak Ulama

Umat Islam dengan berbagai lapisannya, salah satu tugasnya ialah melahirkan ulama dan pemimpin umat. Kerja dan mengabdi untuk terus mendidik dan melahirkan pemimpin agama yang faqih dan peduli dengan urusan umat ialah kerja yang panjang dan tidak pernah habis, sampai kapan pun.

Di situlah peran pendidikan Islam seperti pondok pesantren khususnya yang berhaluan Ahlussunah Wal Jama’ah. Salah satu peran institusi pendidikan yang ratusan tahun telah hadir di negeri ini dan kerja itu tidak boleh berhenti atau dihentikan. Sebab, kehadiran ulama yang menguasai ilmu-ilmu agama, dan memahami peta zamannya, adalah keharusan untuk menjaga umat dari penyelewengan atas nama agama dari orang-orang yang mengaku paham agama.

Pengkaderan ulama kini harus semakin mendesak diintensifkan, mengingat para ulama sepuh ysng alim ‘allamah dan rabbani sudah banyak meninggal, sementara belum banyak generasi muda yang dipersiapkan menggantikan mereka.

Jika tidak menyiapkan kader ulama, bisa menyebabkan kelangkaan ulama. Untuk mencapai visi tersebut, sistem pendidikan sedari awal sudah diarahkan ke sana. Khususnya, di pondok-pondok pesantren Nahdlatul Ulama, khususnya fokus melahirkan para ilmu fikih dan hadits, karena ulama itu ‘kan ahli fikih dan ahli hadits, dan di sana kekuatan para ulama untuk menjaga keberlangsungan khazanah keilmuan dan peradaban Islam.

Kami, sebagai warga NU khususnya, berharap banyak muncul para ulama-ulama muda selain yang masyhur di tengah umat Islam saat ini. Kami berharap, para ulama-ulama muda Nahdliyyin, yang nyata-nyata berjuang dan berkhidmat untuk ilmu yang hadir di tengah umat, diapresiasi, diayomi, dan didorong untuk lebih intensif dan dinamis, agar dakwah keilmuan berpaham Ahlussunah Wal Jama’ah terus berkembang.

Saya yakin, ikhtiar yang demikian ini sejalan salah satu maksud yang diinginkan Hadratussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari, terkait keutamaan ilmu dan ulama, jangan sampai umat Islam mengalami kelangkaan ulama, seiring dengan kelangkaan ilmu, adab, dan keteladanan.

Namun, patut  kita renungkan bersama bahwa mencetak ulama ternyata bukan pekerjaan mudah laksana membalik sebelah tangan, harus memenuhi kompetensi maksimal penguasaan dari ilmu-ilmu agama.

Oleh karena itu, khusus bagi pondok-pondok pesantren, lembaga pendidikan yang potensial melahirkan ulama, bisa lebih fokus pada pengembangan kurikulum dan madrasah besar yang mampu mencetak ulama.

Semoga bermanfaat.


Ditulis oleh H. Ahmad Zaini Alawi, SE,. MM., Anggota Lembaga Pendidikan, Pelatihan dan Dakwah  (LP2D) IKAPETE Kabupaten Gresik periode 2022 – 2026 dan Khodim Jama’ah Sarinyala Kabupaten Gresik