Foto bersama Pimpinan Ma’had Aly dan para wisudawan dalam Wisuda ke-5 Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang, Ahad (13/1/2019). (Foto: Nahul A)

Tebuireng.online- Tokoh nasional yang menduduki jabatan Menteri Agama pada tahun 2001-2004, Prof. Dr. KH. Sayyid Aqil Husein al-Munawwar, hadir sebagai tamu kehormatan dalam wisuda ke-5 Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang. Pada kesempatan kali ini beliau menyampaikan beberapa hal terkait dengan ilmu. Diantaranya tentang pentingnya takhasus (spesialisasi keilmuan) dalam proses pembelajaran.

Prof. Sayyid mengutip ucapan Imam Zarkasyi pengarang kitab al-Burhan fi ‘Ulumi al-Qur’an yang mengatakan bahwasanya, Ulum al-Qur’an (ilmu Al Quran) memiliki 47 cabang, yang mana jika seseorang menekuni satu ilmu saja, maka dia tidak akan mampu menyelesaikannya sampai dia meninggal, “dan ini, pada masanya Imam Suyuthi disebutkan bahwasannya cabangnya telah bertambah menjadi 80 cabang,” ungkapnya di hadapan seluruh wisudawan, Ahad (13/1/19) di gedung Yusuf Hasyim Tebuireng.

Spesialisasi kelimuwan menuntun seseorang untuk memahami suatu cabang ilmu secara menyeluruh meski tidak sempurna. Karenanya, beliau menyebutkan pentingnya memiliki penguasaan semacam itu, “maka harusnya Ma’had Aly yang memiliki penguasaan semacam itu,” tutur beliau.

Ma’had Aly yang notabene merupakan sebuah lembaga yang pada masing-masing lembaganya memiliki takhasus (spesialisasi keilmuwan) diharapkan mampu melahirkan calon-calon ulama yang memiliki penguasaan ilmu yang sempurna pada masing-masing bidang.

“Ushul fiqh misalnya, seseorang yang memahami ushul fiqh secara mendalam dapat dipastikan memahami ilmu-ilmu yang lain juga seperti ilmu Al Quran dan ilmu hadis. Mengapa bisa demikian? karena ilmu ushul fiqh bermuara pada istinbath al ahkam (menggali hukum), semua sumbernya berasal dari Al Quran dan Hadis, sehingga alat-alat untuk mendalami keduanya juga harus dimiliki,” terangnya.

Majalah Tebuireng

Di samping itu beliau juga memberikan contoh lain yakni cabang ilmu fiqih yang kini telah terbagi menjadi 2 pembagian, fiqih muashir (kontemporer), membahas tentang problematika kekinian. Dengan memahami cabang ilmu fiqih secara mendalam, beliau berharap nanti seseorang dapat memberikan jawaban-jawaban dari masalah yang dihadapi masyarakat yang semakin kompleks ini dengan tanpa keluar dari apa yang telah ditetapkan oleh ulama-ulama di masa lalu, “kita harus menunjukkan bahwa kitab kuning itu meskipun ditulis 100 tahun yang lalu, sudah menjelaskan masalah-masalah yang akan datang,” tutur beliau.

Menurutnya, namun meski demikian, sekali lagi tidak dapat dinafikan bahwa mengetahui suatu ilmu secara sempurna merupakan suatu kemustahilan, sebagaimana ayat Al Quran surat al-Kahfi yang beliau kutip:

“Katakanlah! Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan  itu ssebelum (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu pula”. Terang Prof. Sayyid membacakan terjemah Al Quran.

Beliau juga memotivasi seluruh penuntut ilmu utamanya para wisudawan yang baru diwisuda agar terus semangat belajar dan tida putus asa, sebab beliau menyampaikan bahwa tidak ada ilmu yang tidak ruwet, karenanya kesulitan dalam menuntut ilmu merupakan suatu keniscayaan yang harus dihadapi dengan kesungguhan.

Pewarta: Nailia Maghfiroh

Editor/Publisher: RZ