Oleh: M. Masnun*

Hidup manusia tidak akan pernah lepas dari cobaan atau ujian. Hanya orang kuat yang akan bertahan dan dapat mengarungi kehidupan dengan baik. Baik tidak selamanya mulus, mulus tidak selamanya baik. Stagnasi tidak akan memberikan makna arti perjuangan hidup. Kenikmatan seringkali dirasakan di akhir, begitu pula penyesalan.

Dalam pendidikan, evaluasi atau yang sering disebut ujian diadakan dalam kurun waktu tertentu. Sedangkan untuk masuk ke level pendidikan yang lebih tinggi diperlukan adanya seleksi. Setiap hari seluruh siswa di sekolah mendapatkan pengajaran dari sang guru. Dilatih dan diasah untuk menghilangkan kebodohan. Sedikit demi sedikit ditambah dan akan bertambah. Setelah itu, diadakan evaluasi untuk mengukur kemampuan atau pemahaman yang didapatkan saat belajar, entah itu bentuknya ulangan harian, mingguan, bulanan ataupun tahunan.

Dalam ujian atau ulangan, biasanya materi yang diujikan sudah diberi patokan yang cukup jelas. Kisi-kisi soal yang akan keluar saat ujian pun juga telah dipaparkan sebelum ujian. Kelulusan atau standar kecukupan yang dipakai juga tidak terlalu sulit. Dari 1.632.757 siswa SMA tahun 2014 yang mengikuti Ujian Nasional, siswa yang lulus mencapai 99,52 persen. Sedangkan di SMK, kelulusan mencapai 99,50 persen dari 1.171.907 siswa. Tingkat ketidaklulusannya kurang dari dua persen. Tingkat persaingan yang ada hanyalah untuk mendapatkan nilai tinggi.

Sedangkan penyaringan terjadi saat masuk ke jenjang yang lebih tinggi. Persaingan yang ada hampir sama dengan persaingan dalam sebuah olimpiade. Nilai bagus tidak menjamin seseorang akan mendapatkan kursi. Suatu keharusan untuk dapat mengalahkan yang lain dan mendapatkan posisi. Layaknya sebuah pemain MotoGP, finish dengan begitu baik tidak ada artinya bila tidak dapat mendapatkan podium. Dibutuhkan semangat dan persiapan yang matang. Persaingan dan pertempuran yang ada begitu ketat. Yang sesuai standar saja belum tentu tersaring, apalagi yang kurang dari standar.

Majalah Tebuireng

Berdasarkan data yang dihimpun oleh Kemendikbud, dalam Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) di tahun 2015 peserta yang mendaftar mencapai 693.185 siswa. Rinciannya, yang memilih jurusan Sains dan Teknologi (Saintek) 260.797 orang, jurusan Sosial Humaniora (Saintek) sebanyak 277.676 orang, dan campuran sebanyak 154.712 orang. Namun siswa yang lulus hanya berjumlah 121.653. Rinciannya, peserta yang lulus di program studi (prodi) Saintek sebanyak 49.719 orang, prodi Soshum sebanyak 45.878 orang dan kelompok ujian campuran sebanyak 26.056 orang. Pada tahun sebelumnya, SBMPTN 2014 peserta yang mendaftar berjumlah 664.509, hanya 105.862 siswa yang lulus. Sedangkan pada SBMPTN 2013, dari 585.789 peserta, yang lulus 109.853 orang.

Apabila dihitung, jumlah persentase siswa yang diterima di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) hanya 17,54 persen. Sedangkan di tahun 2014 yang lulus hanya 15,93 persen dan tahun 2013 berjumlah 18,75 persen. Semangat dan usaha yang tinggi merupakan hal mutlak untuk lolos dalam seleksi tersebut. Terlebih lagi bila mengambil jurusan favorit, seperti Manajemen, Akuntansi, Farmasi, Kedokteran dan Hukum.

Selain itu, diperlukan cara atau metode belajar yang baik untuk dapat lulus dalam seleksi tersebut. Pertama, menentukan tujuan awal, maksudnya adalah jurusan apa yang akan diambil. Dalam SBMPTN soal terbagi menjadi tiga tipe, yakni saintek, soshum, dan campuran. Pemilihan jurusan akan memudahkan untuk memfokuskan diri dalam belajar. Kunci utama dalam SBMPTN adalah nilai maksimal. Jawaban yang benar akan diberi poin 4, jawaban yang salah akan mendapatkan -1 dan soal yang tak terjawab akan bernilai 0. Dibutuhkan keyakinan atau kemantapan dalam menjawab. Semua harus diperhitungkan dengan seksama.

Kedua, mencari atau membeli soal lima tahun terakhir. Di era digital, sudah banyak materi ataupun soal-soal yang bisa diunduh secara gratis. Di internet juga banyak tersedia jawaban soal-soal tersebut. Namun masih lebih baik membeli buku-buku soal SBMPTN, karena jawaban yang ada lebih dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu les atau kursus ke lembaga tertentu juga dapat menjadi alternatif. Bila tidak les, dapat diganti dengan cara belajar bersama dengan teman-teman seangkatan. Cukup tiga sampai lima orang saja dalam belajar bersama. Terlalu banyak partner justru akan menimbulkan dampak yang tidak baik. Konsep-konsep atau muatan-muatan materi yang ada harus dipahami secara mendalam, karena soal apapun dapat muncul saat tes.

Siswa tidak akan diberi kisi-kisi oleh perguruan tinggi yang mereka tuju, melainkan dituntut untuk belajar sendiri dan memahami konsep-konsep secara keseluruhan. Siswa yang mendapatkan nilai UN di atas 9 pun belum tentu lulus SBMPTN. Soal yang ada jauh berbeda dengan soal UN. Setelah mengetahui dan memahami tipe soal-soal yang ada, dalam pembahasannya wajib untuk membawa buku pelajaran mulai kelas X hingga XII.

Layaknya gabah kering, bila dia sendirian saat digiling maka kulitnya tak akan pecah. Bila dia bergesek dengan gabah-gabah yang lain, gesekan tersebut akan mengelupas kulit yang ada. Diskusi dalam belajar merupakan suatu keharusan. Setiap orang mempunyai ilmu pengetahuan yang berbeda-beda. Pengetahuan yang ada akan bertambah saat berdiskusi atau musyawarah, karena akan terjadi pertukaran ilmu pengetahuan.

Setiap orang akan memberikan tambahan satu pengetahuan, kemudian ditambah yang lain dan akhirnya menjadi suatu keilmuan yang utuh. Persatuan atau kesamaan tujuan dengan partner akan memberikan semangat atau dorongan saat seseorang dalam kondisi tidak bersemangat. Namun bila terlalu banyak, suasana belajar justru akan terganggu dan tidak kondusif.

Di setiap provinsi atau kota biasanya ada beberapa lembaga atau sekolah yang menyediakan try-out bersama. Ini merupakan wahana untuk membandingkan seberapa kemampuan diri sendiri dengan yang lain. Bahkan sekarang try-out online juga tersedia. Setelah mengetahui kemampuan penguasaan materi, kelemahan-kelemahan yang ada harus diperbaiki. Semakin dini persiapan yang ada, kemungkinan lolos akan semakin besar. Namun tidak ada kata terlambat saat untuk belajar. Kegagalan bukan akhir segalanya, melainkan suatu kesuksesan yang tertunda. Selama masih ada usaha untuk menggapai tujuan, tidak akan ada kegagalan. Kegagalan adalah saat seseorang terjatuh dan tidak ingin bangun.

Terakhir, berdoa dan meminta ridho orang tua. Bagaimanapun usaha kita bila tidak mendapatkan restu orang tua maka hasilnya akan menjadi tidak sempurna. رضى الله في الرضى الولدين, “Ridho Allah berada di ridho orang tua” kata-kata yang tidak asing bagi umat Islam. Manusia hanya dituntut untuk berusaha dan berikhtiar, dalam urusan hasil dipasrahkan ke Allah.

*) Penulis adalah Mahasiswa Ma’had Aly Hasyim Asyari Tebuireng, mukim di Pesantren Tebuireng