Oleh: Umdatul Fadhilah*

Sarung tak lepas dari kehidupan umat Islam, khususnya kaum Adam. Betapa tidak, sarung tidak hanya digunakan untuk beribadah semata. Dalam kehidupan sehari-hari pun ia digunakan beraktifitas oleh para pemakainya. Apalagi dikalangan santri, tentu dimanapun dan kapanpun selalu menjadi ciri khas santri dalam berbusana. Lalu bagaimana jika sarung yang identik dipakai lelaki juga lekat pada kehidupan perempuan, khususnya santri putri?

Jikamemasuki dunia pesantren salaf atau modern khususnya pesantren putri, hampir seluruhnya tak lepasdari “kain santai” bernama sarung. Bentuknyayang bisa dipakai siapa saja, membuat ia selalu digemari. Namun, model danmotif yang dipakai (santriputri) tentu berbeda dengan yang biasa dipakai kaum Adam. Biasanya, kainnya lebih halus, lebihringan, dan motifnyapun lebih bercorak. Seperti sarung batik, yang rata-rata digunakan oleh santriputri.

Batik sendiri salah satu karya anak bangsa Indonesia. Saat ini telah tersebar luas, karena para pengusaha batik mendistribusikan secara menyeluruh, termasuk produk sarung batik tadi. Ini berdampak pada peningkatan nilai ekonomi. Semakin banyak santri putri yang menggunakan (sarung atau sarung batik), semakin naik pula keuntungannya. Ini berarti santri salah satu penyumbang besar perekonomian atas penghasilan para pengusaha sarung dan batik. Bila kita mau berhitung, berapa banyak jumlah pesantren putri di Indonesia, berapa juga para santri putrinya.

Bedanya dengan kaum lelaki, sarung batik santri putri biasanya digunakan untuk pergimengaji, kegiatan sehari-harikalau sedang di pondok, meski iapun juga digunakan untuk beribadah juga. Seperti digunakan rangkepan (kain lapis dalam) untuk di dalam mukenah. Biasanya merekamenyediakan sarung khusus untuk sholat. Pun tak jauh berbeda dengan kaum lelaki, sarung batik santri putri juga digunakan untuk berkemul (berselimut) dikala dinginmelanda, bagi mereka yangtidak memiliki selimut.

Majalah Tebuireng

Selain motif batik, ada juga beberapa santri yangkerap kali menggunakan sarung bermotif kotak ala santri putra. Alhasil, semua itu hanya pilihan model saja.Selain berfungsi diatas, sarung juga bisa jadi wadah. Sarung kotor menjadi wadah pakaian kotoryang akan dicuci. Sarungbersih menjadi wadah pakaian bersih yang akan dirapikan atau dilipat.

Pemandangan budaya seperti ini jelas melengkapi ciri khas Indonesia dibanding negara lain, khususnya di kalangan pesantren. Jauh berbeda dengan negara Arab yang rata-rata berjubah. Berbanggalah menjadi bangsa Indonesia. Budaya dan ciri khasnya selalu unik dalan balance dengan kesehariannya. Maksudnya, meski dalam keseharian santri putri menggunakan sarung, tetap tidak mengurangi keanggunan yang terpancar dari mereka sebagai seorang muslimah yang mengharap barokah kiai dan ridho Ilahi.

*Penulis adalah santri Pondok Pesantren Putri Walisongo Cukir Jombang, saat ini menepuh pendidikan S1 di Unhasy.