Salah satu peserta Bahsul Masail se-Jawa Bali mengajukan pendapat saat diskusi berlangsung di Masjid Pesantren Tebuireng pada Senin (19/02/2018). (Foto: Kopi Ireng)

Tebuireng.online— Penting bagi semua santri untuk mendiskusikan ilmunya, untuk tadzakkur (mengingat kembali) apa yang mereka dapatkan saat mengaji. Dalam kaitannya dengan tradisi diskusi ilmiah  di pesantren, dikenal dengan istilah bahsul masail yang harus terus dijaga dan dilestarikan di semua pondok pesantren guna menjawab problematika keagamaan masyarakat.

“tradisi Bahtsul Masail ini harus dijaga, bahkan harus dikembangkan karena kebutuhan masyarakat akan kepastian hukum terhadap persoalan-persoalan yang tidak akan pernah berhenti dan selalu berkembang,” terang Mudir Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng, KH. Nur Hannan dalam pembukaan Bahtsul Masail se-Jawa Madura di Masjid Pesantren Tebuireng pada Senin (19/02/2018).

Kiai Hannan, selaku rektor Ma’had Aly Hasyim Asy’ari menyampaikan bahwa tradisi bahsul masail ini lahir lebih dulu sebelum kelahiran jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU) dan sudah menjadi tradisi para kiai terdahulu. Untuk itu, ia menjelaskan, santri mempunyai tanggung jawab secara moral untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang berkembang di masyakarat, terlebih dengan perkembangan teknologi dan keilmuan sekarang ini.

Kiai Hannan juga menyampaikan tentang kelebihan-kelebihan santri yang terbiasa melakukan bahsul masail dibanding yang tidak terbiasa berdiskusi, salah satunya memaklumi perbedaan-perbedaan pendapat pada persoalan hukum.

Wakil Pengasuh Pesantren Tebuireng,  KH Abdul Hakim Mahfudz dalam kesempatan membuka acara tersebut, juga menyampaikan bahwa bahsul masail sangatlah penting dilakukan oleh para santri. Gus Kikin, panggilan akrab pengusaha minyak itu, mengatakan bahwa di Tebuireng sejak zaman awal berdiri sangat lekat dengan tradisi bahsul masail.

Majalah Tebuireng

Gus Kikin memaparkan bahwa masalah-masalah di masyarakat selalu berkembang, karena teknologi informasi juga berkembang. Putra KH. Mahfudz Anwar itu, berharap agar para santri bisa memanfaatkan perkembangan tersebut dengan bijak dan baik. “Karena jika tidak, maka teknologi akan merusak diri kita sendiri,” terang Gus Kikin.

Terakhir, cicit Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari itu berharap pesantren dengan tradisi bahtsul masailnya dapat menyambung herarki keilmuan dari Rasulullah SAW agar para penerus mereka dapat hidup dengan sebaik-baiknya.

Forum Bahsul Masail (FBM) Ma’had Aly Hasyim Asy’ari mengadakan bahsul masail se-Jawa Madura setiap tahunnya. Tahun ini merupakan penyelenggaan kelima. Acara tersebut diikuti oleh para santri dari berbagai pondok pesantren di Jawa dan Madura.

Ratusan santri dari 60 pondok pesantren akan mendiskusikan lima masalah, yaitu hukum bitcoin, pengumuman tidak adanya penjaminan kualitas barang dalam jual beli, pesantren overload, tanggungan sebagai tameng keengganan dalam kegiatan sosial, dan masalah izin pembangunan menara sinyal. Acara ini rencannya akan dilangsungkan hingga hari Selasa (20/02/2018) sore.


Pewarta:            Minahul Asna

Editor/Publisher: M. Abror Rosyidin