sumber foto: https://i0.wp.com/www.islamkafah.com/wp-content/uploads/2017/08/sahara-desert-2.jpg?fit=700%2C466&ssl=1

Oleh: KH. Fawaid Abdullah*

Mereka itu adalah nenek-moyang kita yang mulia, adil dan tetap selalu mencintai sekalipun kepada orang-orang yang membencinya. Mereka tidak pernah marah sekalipun kepada orang-orang yang menzaliminya.

Para Salafus Shalih itu adalah orang-orang yang selalu mencintai orang yang bertakwa Ahlittuqaa, mencintai orang-orang yang mempunyai keutamaan walau jarak tempatnya jauh sekalipun. Mereka itu selalu berjuang di jalan Allah, tidak khawatir dan takut akan cibiran dan caci makian. Mereka itu adalah para Sahabat Nabi Muhammad SAW yang selalu berjuang mengharap ridla Allah SWT.

Mereka itu, Salafus Shalih. Selalu bersikap tegas walaupun kepada bapak, anak, sahabat ataupun kepada orang-orang yang dicintainya. Diceritakan, sesungguhnya Abdullah bin Abdillah bin Ubay, Rasulullah SAW bersabda: “Andai kamu mau, aku datangkan kepadamu (wahai Muhammad) kepalanya, (maksudnya, kepala bapakku Abdullah bin Ubay) pemimpin kaum Munafiqin Madinah”.

Diriwayatkan, bahwa Sahabat Umar bin Khattab pernah menghukum anaknya sendiri, karena disebabkan meminum minuman keras sampai mati terbunuh. Sikap tegas para Sahabat dan Salafus Shalih itu sangat tidak diragukan lagi, mereka selalu tegas walau kepada orang-orang yang sangat dicintainya seperti bapak, anak atau sahabatnya sekalipun.

Majalah Tebuireng

Suatu ketika, Sahabat Umar berkata: “Demi Allah, aku ini tidak tau apakah aku ini seorang Khalifah ataukah seorang Raja?”. Apabila engkau seorang Raja maka ini suatu urusan dan perkara yang besar bagimu.

Wahai Amirul Mukminin, sungguh diantara keduanya (antara Raja dan Khalifah) ada perbedaan. Umar bertanya:”Apa itu ?”. Orang itu menjawab:”Khalifah itu tidak mengambil sesuatu apapun kecuali dengan jalan yang haq, dengan jalan yang baik. Tidak meletakkan sesuatu apapun kecuali dengan jalan yang haq. Begitu pun dengan dirimu Wahai Umar Amirul Mukminin, raja itu selalu minta dilayani oleh rakyatnya. Sedangkan Khalifah tidak, Khalifah itu melayani Umat, bukan minta dilayani. Karena pemimpin itu sejatinya adalah Khadimul Ummah, pelayan umat. Mendengar perkataan seperti itu, Khalifah Umar Amirul Mukminin terdiam.

Contoh lain, suatu ketika Rasulullah SAW mengirim utusan seorang laki-laki menuju tanah Khaibar untuk memungut zakat atau pajak. Maka mendengar ada utusan Baginda Nabi itu, seorang Yahudi bermaksud menyuap (laki-laki utusan Baginda Nabi tersebut). Tapi kejadian itu tidak sampai terjadi, karena integritas utusan Baginda Nabi tersebut sangat kuat. Tidak sama sekali tergiur dengan suap-menyuap tersebut.

Demikianlah perilaku dan integritas pribadi, akhlak dan kredibilitas para Salafus Shalih. Mereka selalu melaksanakan keadilan kapanpun, dimanapun dan kepada siapapun, termasuk kepada musuh sekalipun. Mereka benar-benar beramal dan bermuamalah sebagaimana yang dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW.

Wallahu a’lam bishshawab


*Santri Tebuireng 1989-1999, Ketua Umum IKAPETE Jawa Timur 2006-2009, saat ini sebagai Pengasuh Pesantren Roudlotut Tholibin Kombangan Bangkalan Madura.


Disadur dari kitab Irsyadul Mukminin, karya Allahyarham Gus Ishom Tebuireng yang Legendaris.