Foto: Ghunniyatul Karimah

أَيُّهَا الوَلَدُ، إِذَا عَلِمْتَ هَذَا الحَدِيْثَ، لَاحَاجَةَ إِلَى العِلْمِ الكَثِيْرِ

Wahai santriku, apabila engkau telah mengerti hadis ini, maka tidak lagi butuh pada ilmu yang banyak.

وَتَأَمَّلْ فِي حِكَايَةٍ أُخْرَى، وَذَلِكَ أَنَّ حَاتِمًا الأَصَمَّ كَانَ مِنْ أَصْحَابِ الشَّقِيْقِ البَلْخِي رَحْمَةُ اللهِ تَعَالَى عَلَيْهِمَا فَسَأَلَهُ يَوْمًا قَالَ: صَاحَبْتَنِي مُنْذُ ثَلَاثِيْنَ سَنَةً مَا حَصَّلْتَ فِيْهَا؟ قَالَ: حَصَلْتُ ثَمَانِيَ فَوَائِدَ مِنَ العِلْمِ وَهِيَ تَكْفِيْنِي مِنْهُ لِأَنِّي أَرْجُوْ خَلَاصِي وَنَجَاتِي فِيْهَا. فَقَالَ شَقِيْقٌ: مَاهِي؟ قَالَ حَاتِمٌ الأَصَمُّ

Renungkanlah dari cerita lain. Bahwa Hatim al-Asham adalah salah satu sahabat Syaqiq al-Balkhi –semoga Allah merahmati keduanya–. Pada suatu hari, Syaqiq bertanya kepadanya: “Kau menemaniku selama tiga puluh tahun, apa yang kau dapatkan selama itu?” Hatim menjawab: “Aku mendapatkan delapan manfaat dari ilmu yang mencukupiku. Sebab aku berharap paripurna dan keselamatan darinya.” Syaqiq bertanya: “Apa itu?” Hatim menjawab:

(الفَائِدَةُ الأُوْلَى) أَنِّي نَظَرْتُ إِلَى الخَلْقِ فَرَأَيْتُ لِكُلٍّ مِنْهُمْ مَحْبُوْبًا وَمَعْشُوْقًا يُحِبُّهُ وَيَعْشَقُهُ، وَبَعْضُ ذَلِكَ المَحْبُوْبِ يُصَاحِبُهُ إِلَى مَرَضِ المَوْتِ، وَبَعْضُهُ إِلَى شَفِيْرِ القَبْرِ، ثُمَّ يَرْجِعُ كُلُّهُ وَيَتْرُكُهُ فَرِيْدًا وَحِيْدًا وَلَايَدْخُلُ مَعَهُ فِي قَبْرِهِ مِنْهُمْ أَحَدٌ. فَتَفَكَّرْتُ وَقُلْتُ: أَفْضَلُ مَحْبُوْبِ المَرْءِ مَايَدْخُلُ فِي قَبْرِهِ وَيُؤَانِسُهُ فِيْهِ. فَمَا وَجَدْتُ غَيْرَ الأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ فَأَخَذْتُهَا مَحْبُوْبًا لِي لِتَكُوْنَ سِرَاجًا لِي فِي قَبْرِي وَتُؤَانِسَنِي فِيْهِ وَلَاتَتْرُكَنِي فَرِيْدًا

Majalah Tebuireng

Faidah pertama, bahwasanya aku mengamati makhluk. Aku melihat setiap dari mereka mempunyai kekasih dan yang dirindukan, saling mencinta dan merindu. Sebagian yang dicintai itu menemaninya sampai sakit menjelang mati dan sebagian lainnya menemani sampai penghujung liang kubur. Kemudian tiap-tiap dari yang dicintai itu kembali dan meninggalkannya sendirian, tidak masuk bersamanya dalam kubur. Lantas saya berpikir: “Sebaik-baik yang dicintai seseorang adalah sesuatu yang ikut masuk dalam kubur dan menemaninya. Aku tidak menemukan sesuatu itu selain perbuatan-perbuatan bagus (saleh). Maka aku menjadikannya sebagai yang aku cintai, agar ia menjadi penerang dalam kuburku dan menemaniku di dalamnya, tidak meninggalkanku sendirian.”

(الفَائِدَةُ الثَّانِيَةُ) أَنِّي رَأَيْتُ الخَلْقَ يَقْتَدُوْنَ بِأَهْوَائِهِمْ وَيُبَادِرُوْنَ إِلَى مُرَادَاتِ أَنْفُسِهِمْ، فَتَأَمَّلْتُ قَوْلَهُ تَعَالَى: (وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى(40)  فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَىٰ) وَتَيَقَّنْتُ أَنَّ القُرْآنَ حَقٌّ صَادِقٌ، فَبَادَرْتُ إِلَى خِلَافِ نَفْسِي وَتَشَمَّرْتُ لِمُجَاهَدَتِهَا وَمَنْعِهَا عَنْ هَوَاهَا حَتَّى ارْتَاضَتْ لِطَاعَةِ اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى وَانْقَادَتْ

Faidah kedua, aku melihat manusia mengikuti hawa nafsu mereka dan bersemangat pada apa yang diinginkan ego mereka. Lalu aku merenungkan firman Allah SWT: “Adapun orang yang takut pada Tuhannya dan mencegah dari kesenangan hawa nafsunya, maka tempat kembalinya adalah surga”. Aku meyakini bahwa Al Quran adalah hak dan benar, maka aku bergegas melawan nafsuku, semangat memeranginya, dan mencegah kesenangannya hingga ia rida untuk taat dan patuh kepada Allah SWT.

(الفَائِدَةُ الثَّالِثَةُ) أَنِّي رَأَيْتُ كَلَّ وَاحِدٍ مِنَ النَّاسِ يَسْعَى فِي جَمْعِ حُطَامِ الدُّنْيَا ثُمَّ يُمْسِكُهُ قَابِضًا يَدَهُ عَلَيْهِ. فَتَأَمَّلْتُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: (مَا عِندَكُمْ يَنفَدُ ۖ وَمَا عِندَ اللَّهِ بَاقٍ ۗ.) فَبَذَلْتُ مَحْصُوْلِي مِنَ الدُّنْيَا لِوَجْهِ اللهِ تَعَالَى فَفَرَّقْتُهُ بَيْنَ المَسَاكِيْنِ لِيَكُوْنَ ذُخْرًا لِي عِنْدَ اللهِ تَعَالَى

Faidah ketiga, bahwa aku melihat tiap-tiap manusia berusaha mengumpulkan serba-serbi dunia, kemudian menggenggamnya erat-erat dalam kepalan tangan. Lantas aku merenungkan firman Allah SWT: “Apa yang di sisimu akan musnah, dan apa yang di sisi Allah akan kekal.” Maka aku korbankan semua yang aku peroleh dari dunia untuk menggapai rida Allah, aku bagi-bagikan di antara kaum miskin agar menjadi simpananku di sisi Allah Taala.

(الفَائِدَةُ الرَّابِعَةُ) أَنِّي رَأَيْتُ بَعْضَ الخَلْقِ ظَنَّ شَرَفَهُ وَعِزَّهُ فِي كَثْرَةِ الأَقْوَامِ وَالعَشَائِرِ فَاغْتَرَّ بِهِمْ. وَزَعَمَ آخَرُوْنَ أَنَّهُ فِي ثَرْوَةِ الأَمْوَالِ وَكَثْرَةِ الأَوْلَادِ فَافْتَخَرُوْا بِهَا. وَحَسِبَ بَعْضُهُمْ الشَّرَفَ وَالعِزَّ فِي غَصْبِ أَمْوَالِ النَّاسِ وَظُلْمِهِمْ وَسَفْكِ دِمَائِهِمْ. وَأَعْتَقَدَتْ طَائِفَةٌ أَنَّهُ فِي إِتْلَافِ المَالِ وَإِسْرَافِهِ وَتَبْذِيْرِهِ. وَتَأَمَّلْتُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: (إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ ) فَاخْتَرْتُ التَّقْوَى وَاعْتَقَدْتُ أَنَّ القُرْآنَ حَقٌّ صَادِقٌ وَظَنَّهُمْ وَحُسْبَانَهُمْ كُلَّهَا بَاطِلٌ زَائِلٌ

Faidah keempat, bahwa aku melihat sebagian manusia mengira kehormatan dan kemuliaannya adalah dengan banyaknya pengikut (kaum) dan keluarga (suku), lantas mereka gila hormat. Sebagian lainnya mengira bahwa kehormatan adalah dengan kekayaan harta dan banyaknya keturunan, lantas mereka menyombongkannya. Sebagian lainnya menganggap kehormatan dan kemuliaan itu dengan mengeksploitasi kekayaan manusia, menzalimi, dan menumpahkan darah mereka. Segolongan lainnya meyakini dengan menghambur-hamburkan harta, memboroskan, dan berfoya-foya dengan hartanya.

Lalu aku merenungkan firman Allah SWT: “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa”. Maka aku memilih takwa, meyakini bahwa Al-Quran adalah hak dan benar, sedangkan praduga dan prasangka mereka semua adalah batil dan menyimpang.

(الفَائِدَةُ الخَامِسَةُ) أَنِّي رَأَيْتُ النَّاسَ يَذُمُّ بَعْضُهُمْ بَعْضًا وَيَغْتَابُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا فَوَجَدْتُ ذَلِكَ مِنَ الحَسَدِ فِي المَالِ وَالجَاهِ وَالعِلْمِ. فَتَأَمَّلْتُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: (نَحْنُ قَسَمْنَا بَيْنَهُم مَّعِيشَتَهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۚ) فَعَلِمْتُ أَنَّ القِسْمَةَ كَانَتْ مِنَ اللهِ تَعَالَى فِي الأَزَلِ، فَمَاحَسَدْتُ أَحَدًا وَرَضِيْتُ بِقِسْمَةِ اللهِ تَعَالَى

Faidah kelima, bahwa aku melihat manusia mencela dan menggunjing satu sama lainnya. Aku meyakini sebabnya adalah hasud bersumber dari kekayaan, kedudukan, dan ilmu. Lalu aku merenungkan firman Allah SWT: “Kami membagi mata pencaharian di antara mereka dalam kehidupan dunia.” Maka aku mengerti bahwa pembagian (rizki) adalah dari Allah SWT di zaman Azali. Dari situ aku tidak hasud pada seseorang, dan rida dengan pembagian Allah Taala.

(الفَائِدَةُ السَّادِسَةُ) أَنِّي رَأَيْتُ النَّاسَ يُعَادِي بَعْضُهُمْ بَعْضًا لِغَرَضٍ وَسَبَبٍ. فَتَأَمَّلْتُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: (إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا ۚ ) فَعَلِمْتُ أَنَّهُ لَاتَجُوْزُ عَدَاوَةُ أَحَدٍ غَيْرِ الشَّيْطَانِ

Faidah keenam, bahwa aku melihat manusia bermusuhan antara satu dengan lainnya karena orientasi dan sebab tertentu. Lalu aku merenungkan firman Allah SWT: “Sesungguhnya setan adalah musuh kalian, maka jadikan ia musuhmu.” Dari situ aku mengerti bahwa memusuhi seseorang tidak diperbolehkan kecuali memusuhi setan.

(الفَائِدَةُ السَّابِعَةُ) أَنِّي رَأَيْتُ كُلَّ أَحَدٍ يَسْعَى بِجِدٍّ وَيَجْتَهِدُ بِمُبَالَغَةٍ لِطَلَبِ القُوْتِ وَالمَعَاشِ بِحَيْثُ يَقَعُ فِي شُبْهَةٍ وَحَرَامٍ وَيُذِلُّ نَفْسَهُ وَيُنْقِصُ قَدْرَهُ. فَتَأَمَّلْتُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ( وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ إِلَّا عَلَى اللَّهِ رِزْقُهَا) فَعَلِمْتُ أَنَّ رِزْقِي عَلَى اللهِ تَعَالَى وَقَدْ ضَمِنَهُ. فَاشْتَغَلْتُ بِعِبَادَتِهِ وَقَطَعْتُ طَمَعِي عَمَّنْ سِوَاهُ

Faidah ketujuh, bahwa aku melihat setiap orang berusaha dengan sungguh-sungguh meraih makanan dan mata pencaharian sehingga ada yang terjerumus dalam perkara syubhat dan haram, merendahkan diri, dan menurunkan derajatnya. Lalu aku merenungkan firman Allah SWT: “Tidaklah setiap dari hewan melata di atas bumi ini kecuali rizkinya telah ditetapkan Allah.” Dari situ saya mengerti bahwa rizkiku telah ditetapkan Allah dan ditanggungNya. Lantas aku sibukkan diriku untuk beribadah kepadaNya, kuputuskan ketamakan pada selainNya.

(الفَائِدَةُ الثَّامِنَةُ) أَنِّي رَأَيْتُ كُلَّ وَاحِدٍ مُتُعَمِّدًا عَلَى شَيْءٍ مَخْلُوْقٍ. بَعْضُهُمْ عَلَى الدِّيْنَارِ وَالدِّرْهَمِ، وَبَعْضُهُمْ عَلَى المَالِ وَالمُلْكِ، وَبَعْضُهُمْ عَلَى الحِرْفَةِ وَالصِّنَاعَةِ، وَبَعْضُهُمْ عَلَى مَخْلُوْقٍ مِثْلِهِ. فَتَأَمَّلْتُ فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: (وَمَن يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ ۚ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا) فَتَوَكَّلْتُ عَلَى اللهِ فَهُوَ حَسْبِي وَنِعْمَ الوَكِيْل

Faidah kedelapan, bahwa aku melihat setiap orang berpegang teguh pada suatu ciptaan (makhluk). Sebagian mereka berpegang teguh pada dinar dan dirham, sebagian pada kekayaan dan kekuasaan, sebagian pada perdagangan dan industri, sebagian pada makhluk semisalnya. Lantas aku merenungkan firman Allah SWT: “Barangsiapa memasrahkan diri kepada Allah, maka Allah mencukupinya. Sesungguhnya Allah menangani persoalannya. Allah telah menetukan kadar setiap perkara.” Oleh karenanya saya berpasrah diri kepada Allah. Dia sebaik-baik Dzat yang mencukupi dan sebaik-baik yang dipasrahi.

قَالَ شَقِيْقٌ: وَفَّقَكَ اللهُ تَعَالَى. إِنِّي قَدْ نَظَرْتُ التَّوْرَاةَ وَالزَّبُوْرَ وَالإِنْجِيْلَ وَالفُرْقَانَ فَوَجَدْتُ الكُتُبَ الأَرْبَعَةَ تَدُوْرُ عَلَى هَذِهِ الفَوَائِدَ الثَّمَانِيَةِ. فَمَنْ عَمِلَ بِهَا كَانَ عَامِلًا بِهَذِهِ الكُتُبِ الأَرْبَعَةِ

Syaqiq berkata: “Semoga Allah SWT memberimu taufik. Aku telah melihat Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Quran. Kumendapati keempat kitab tersebut mencakup delapan faidah ini. Barangsiapa bertindak dengan delapan faidah itu, maka ia beramal berlandaskan keempat kitab ini.”


*Diterjemahkan oleh Yayan Mustofa dari Kitab Ayuhal Walad, sebuah risalah balasan Imam Abu Hamid al-Ghazali kepada seorang muridnya yang bertanya tentang permasalahannya.