Sumber gambar: http://news.liputan6.com

Oleh: Tika Herlina*

Setiap tanggal 10 November, akan diperingati sebagai Hari Pahlawan. Segenap warga dari penjuru daerah di Indonesia, baik dari kalangan tua, muda, sampai anak kecil, dan pelajar memperingati dengan banyak kegiatan. Contohnya, melakulan ziarah ke makam pahlawan, upacara yang diselipi mengheningkan cipta untuk para pahlawan. Kegiatan tersebut, untuk mengenang pahlawan yang telah gugur dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dalam pertempuran di Surabaya.

Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari juga ikut berperan dalam tragedi 10 November tersebut, karena di dalam perang tersebut, para ulama termuka juga punya perang penting dalam menggerakan masyarakat Surabaya dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya, Mayor Jenderal Robert Mansergh mengeluarkan ultimatum yang menyebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 06.00 pagi tanggal 10 November 1945.

Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan  atau milisi. Ultimatum tersebut ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri, dan TKR (Tentara Keamanan Rakyat) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara. Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.

Majalah Tebuireng

Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan. Pasukan sekutu mendapatkan perlawanan dari pasukan dan milisi Indonesia.

Pidato BungTomo sukses membakar semangat pejuang Indonesia, “Merdeka atau Mati!” adalahpekikan heroik Bung Tomo yang sudah tak asing lagi bagi masyarakat, khususnyabagi orang Surabaya. Selain Bung Tomo terdapatpula tokoh-tokoh berpengaruh yang lain dalam menggerakkan rakyat Surabaya padamasa itu, beberapa datang dari latar belakang agama.

Seperti KH. M. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah sertakiai-kiai pesantren lainnya jugamengerahkan santri-santri mereka dan masyarakat sipil sebagai milisiperlawanan (pada waktu itu masyarakat tidak begitu patuh kepada pemerintahantetapi mereka lebih patuh dan taat kepada para kiai atau ulama) sehinggaperlawanan pihak Indonesia berlangsung alot, dari hari ke hari, hingga dariminggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secaraspontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran inimencapai waktu sekitar tiga minggu.

Setidaknya 6.000– 16.000 pejuang dari pihak Indonesia tewas dan 200.000 rakyat sipil mengungsi dari Surabaya. Korban dari pasukan Inggris dan India kira-kira sejumlah 600 – 2000 tentara. Pertempuran berdarah di Surabaya yang memakan ribuan korbanjiwa tersebut telah menggerakkan perlawanan rakyat di seluruh Indonesia untukmelakukan perlawanan. Banyaknya pejuang yang gugur dan rakyat sipil yang menjadikorban pada hari 10 November ini kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan oleh Republik Indonesia hingga sekarang.

Dari sejarah singkat yang kita bisa baca diatas, kita sebagai generasi muda harusnya tak hanya memperingati hari pahlawan (secara formil saja). Namun kita juga mengikuti semangat para pejuang yang telah merelakan nyawanya demi bangsa yang kita tinggali kini, maka sudah menjadi kewajiban kita sebagai generasi muda untuk mempertahankan dan mengisi kemerdekaan yang sudah diraih dengan susah payah ini dengan hal-hal yang positif.

Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk negara ini, seperti halnya kita mengabdikan diri kepada masyarakat, terlibat dalam kegiatan sosial dan pelayanan masyarakat. Kita juga harus membantu mengembangkan produk dalam negeri. Banyak dari anak muda Indonesia yang lebih merasa bangga saat menggunakan produk dari brand-brand ternama di dunia. Tanpa disadari, hal tersebut justru dapat mematikan pertumbuhan dari brand-brand lokal, beberapa diantaranya juga memiliki kualitas produk yang tidak kalah dengan brand luar.

Jika generasi muda merasa bangga menggunakan produk dalam negeri maka akan mendukung perkembangan brand tersebut, bahkan juga mampu mendorongnya untuk dikenal oleh masyarakat dunia.

Anak muda juga harus terlibat dalam memajukan sektor pendidikan. Karena aset terbesar dari suatu negara bukan hanya sumber daya alamnya, melainkan juga sumber daya manusia dari negara tersebut. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kemerdekaan yang sesungguhnya, diperlukan perbaikan kualitas sumber daya manusia Indonesia, terutama dalam hal pendidikan.

Kemudian, mengenalkan budaya Indonesia kepada dunia, dapat juga dijadikan sebagai wujud untuk mengisi kemerdekaan. Yang terakhir, kita harus saling menghormati dan berbagi kepada orang lain, karena sikap saling menghormati memang sangat diperlukan oleh masyarakat Indonesia yang pada dasarnya terdiri dari berbagai suku, ras dan agama yang berbeda-beda.

Jika perbedaan tersebut tidak disikapi dengan rasa saling menghormati, maka tidak akan terjadi kemerdekaan yang sepenuhnya, yang ada hanya  akan terjadi pertengkaran dan permusuhan.

Mulai hari ini, mari kita lanjutkan semangat para pahlawan untuk negeri kita ini. Kita muda, kita bisa.

*Penulis adalah mahasiswi Universitas Hasyim Asy’ari