sumber gambar: www.google.com

Oleh: Seto Galih Pratomo*

Nasionalisme menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kesadaran keanggotaan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan sebuah bangsa, atau juga dibahasakan dengan semangat kebangsaan.

Nasionalisme diharuskan ada di dalam sanubari anak bangsa yang merupakan asset berharga bagi suatu bangsa. Tidak adanya nasionalisme menyebabkan suatu negara akan mengalami kemunduran pada beberapa tahun yang akan datang.

Terlebih nasionalisme sudah dicontohkan oleh panutan umat Islam, Rasulullah SAW dan para Sahabatnya. Rasulullah SAW dalam suatu riwayat hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Ibnu Hibban, dan Imam at-Tirmidzi yang menyangkut tentang bentuk nasionalisme Rasulullah SAW yang berbunyi:

عَنْ أَنَسٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا قَدِمَ مِنْ سَفَرٍ فَنَظَرَ إِلَى جُدُرَاتِ الْمَدِينَةِ أَوْضَعَ نَاقَتَهُ وَإِنْ كَانَ عَلَى دَابَّةٍ حَرَّكَهَا مِنْ حُبِّهَا ……. وَفِي الْحَدِيثِ دَلَالَةٌ عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّة حُبِّ الوَطَنِ والحَنِينِ إِلَيْهِ

Majalah Tebuireng

Artinya: “Diriwayatkan dari sahabat Anas; bahwa Nabi SAW ketika kembali dari bepergian, dan melihat dinding-dinding Madinah beliau mempercepat laju untanya. Apabila beliau menunggangi unta maka beliau menggerakkanya (untuk mempercepat) karena kecintaan beliau pada Madinah.” (HR. Bukhari, Ibnu Hibban, dan at-Tirmidzi).

Hadis tersebut sependapat dengan al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitab Fath Al-Bari dan Badr Al-Din Al-Aini dalam ‘Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari menyatakan:

وَفِيه: دَلَالَة عَلَى فَضْلِ الْمَدِينَةِ وَعَلَى مَشْرُوعِيَّةِ حُبِّ الوَطَنِ وَاْلحِنَّةِ إِلَيْهِ

Artinya; “Di dalamnya (hadits) terdapat dalil (petunjuk) atas keutamaan Madinah, dan (petunjuk) atas disyari’atkannya cinta tanah air dan rindu padanya.” (Badr Al-Din Al-Aini, Umdatul Qari Syarh Shahih Bukhari, Beirut, Dar Ihya’i Al-Turats Al-Arabi, Juz 10, hal. 135)

Begitu besarnya cinta Rasulullah SAW terhadap tanah kelahirannya yakni Makkah dan tempat tinggalnya di Madinah. Selain Rasulullah SAW, para sahabatnya juga mengajarkan untuk menanamkan dan memupuk jiwa nasionalisme.

Salah satunya Sayyidina Umar bin Khattab ra berkata dalam kitab Ruh Al-Bayan karangan Imam Haqqi bin Musthafa al-Hanafi dalam salah satu atsar dari Umar bin Khattab dikatakan:

ﻟَﻮْﻟَﺎ ﺣُﺐُّ ﺍﻟْﻮَﻃَﻦِ ﻟَﺨَﺮُﺏَ ﺑَﻠَﺪُ ﺍﻟﺴُّﻮْﺀ ﻓَﺒِﺤُﺐِّ ﺍﻟْﺎَﻭْﻃَﺎﻥِ ﻋُﻤِﺮَﺕِ ﺍْﻟﺒُﻠْﺪَﺍﻥُ

“Seandainya tidak ada cinta tanah air, niscaya akan semakin hancur sebuah negeri yang terpuruk. Maka dengan cinta tanah air, negeri-negeri termakmurkan.”

Rasululllah SAW dan para sahabatnya mencontohkan rasa dan sikapnya untuk mencintai bangsanya sendiri atau disebut sebagai nasionalisme.

Pada bulan Ramadan inilah rasa cinta terhadap tanah air dikedepankan dengan membantu yang lainnya, terlebih di masa pandemi Covid-19. Dengan nasionalisme yang kuat, seseorang akan membantu dengan setulus hati dengan landasan cinta terhadap tanah airnya.

Cinta akan melahirkan esensi sebuah tindakan yang tulus tanpa modus. Maka pada zaman memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, pendiri Nahdlatul Ulama, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari memberikan fatwa untuk mencintai tanah air berupa fatwa “Hubbul wathan minnal iman” yang artinya cinta tanah air sebagian daripada iman.

Di sinilah pentingnya rasa cinta terlebih kepada tanah air yang melahirkan sikap rela berkorban dan mengabdi secara tulus kepada bangsa. Hal ini menimbulkan rasa empati terhadap sesama atau dalam bahasa lain disebut humanisme.

Humanisme ini sudah dicontohkan oleh Presiden Indonesia ke-4, KH. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Beliau mengedepankan humanisme atau rasa kemanusiaan dan disebut sebagai bapak pluralisme Indonesia. Humanisme inilah yang diperlukan di tengah masa pandemik Covid-19. 

Saling menjaga, mengerti, dan berbagi kepada yang lain terutama yang membutuhkan. Bukan hanya saja pemerintah yang bertangggung jawab menyuplai kebutuhan bagi yang terdampak pandemik.

Namun dibutuhkan uluran tangan para dermawan yang memiliki hati yang baik untuk membantu yang lain, terlebih pada momentum bulan ramadan yang penuh berkah, dimana pahala akan dilipat gandakan sebanyak mungkin.

Si kaya membantu yang membutuhkan dengan bahan pokok dan uang untuk memenuhi keluarga yang membutuhkan. Karena bagi keluarga yang tidak mampu, pilihannya ada dua, pertama mati karena terpapar Covid-19 dan mati karena krisis ekonomi (kelaparan atau stres).

Hal ini tidak bisa diatasi sendiri, namun butuh bantuan dan kerjasama berbagai pihak, pemerintah maupun warga. Termasuk keluhan banyak masyarakat soal pembayaran pendidikan dan lainnya khususnya juga orang yang di PHK atau buruh harian yang kehilangan pekerjaan.

Juga untuk keluarga yang tidak mampu untuk saling menjaga agar memutus mata rantai penyebaran Covid-19 dengan cara menimalisir untuk keluar jika tidak terlalu penting terutama di daerah yang sudah banyak terpapar.

Menurut penelitian oleh pakar FKM-Universitas Indonesia, jika masyarakat Indonesia sulit untuk tertib di masa pandemik maka pandemik ini akan berakhir pada bulan Desember. Di samping itu pemerintah pusat sudah merancang persiapan penanganan Covid-19 sampai Desember. Termasuk arahan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) yang menghimbau untuk belajar daring sampai bulan Desember.

Hal-hal tersebut akan mudah dilakukan apabila berlandaskan kepada sikap cinta yang mengedepankan keikhlasan terhadap tanah air atau nasionalisme.

Mari satukan niat untuk bergotong-royong membangun persatuan dan kesatuan bangsa melalui nasionalisme yang mengedepankan humanisme pada momentum Ramadan dan Covid-19.

*Siswa MA SS Tebuireng Jombang.