tebuireng.online—Konselor muda dan Dosen Psikologi Unair, Afif Kurniawan, M.Psi., menyampaikan materi “Manajemen Keluhan” kepada para Peserta Diklat Kader Pesantren Tebuireng angkatan kedua selama dua hari Rabu-Kamis (19-20/10/2016) di Aula Lembaga Diklat Tebuireng Jombok Ngoro Jombang. Materi tersebut terkait dengan salah satu fungsi pembina sebagai konselor bagi para santri.

Bahasan materinya adalah tentang definisi, prinsip, proses, dan struktur konseling, serta konseling kelompok. Pak Afif menjelaskan, dalam psikologi, konseling digunakan sebagai bantuan yang diberikan kepada klien secara profesional. Secara umum, konseling dianggap lebih efektif dalam membantu klien melalui proses yang singkat dengan dampak yang terlihat.

Konseling berbeda dengan psikoterapi, walau keduanya sama-sama dilakukan secara kualitatif dan mereka yang melakukan konseling maupun psikoterapi kemungkinan dapat ‘dipertukarkan’. Konseling merupakan bantuan  (formal) yang diberikan kepada seseorang dalam menanggulangi hambatan tertentu (sesuai keluhan), sedangkan psikoterapi adalah proses formal, dimana terjadi interaksi antara dua orang, untuk membantu menyelesaikan/memperbaiki (remedial) keadaan.

Selain itu, lanjut beliau, konseling menggunakan metode belajar tentang sesuatu yang baru atau belajar kembali sesuatu yang telah dilupakan. Semua proses konseling, diharapkan merubah manusia, untuk mereka berpikir dengan cara berbeda (cognitive), membuat perasaan mereka berbeda (affective), dan membuat perilaku mereka berbeda (behavior).

Pak Afif mengatakan bahwa proses konseling yang harus dilalui adalah building (membangun hubungan konseling), working (konseling dengan menggunakan pendekatan teori), dan terminating (mengakhiri hubungan konseling). Dalam tahap pertama (building), proses konseling harus diawali dengan sesi awal (intial session) berupa wawancara. Kemudian, konselor mengukur apakah dia mampu membantu klien menghadapi masalahya. Pada akhirnya, konselor bersama-sama dengan klien membuat keputusan apakah hubungan konseling akan dieteruskan atau tidak.

Majalah Tebuireng

Pak Afif menegaskan bahwa pembina santri harus siap menjadi konselor. Dalam melakukan konseling, tambah beliau, pembina santri yang berada dalam posisi sebagai konselor harus menerapkan sikap-sikap yang dibutuhkan oleh seorang konselor, seperti empati, besar hati, memberi dukungan, perhatian, menyimak, menerima dan tulus. Yang paling penting, menurut psikolog bertubuh jangkung ini, dalam konseling konsen konselor adalah masalah bukan individu atau konseli. Selain itu, konselor dilarang mencampuradukkan pengalaman pribadi menjadi dasar memberikan saran.

Karena jumlah santri yang banyak, Pak Afif menyarankan para peserta, nantinya menggunakan konseling kelompok yang secara waktu dan tenaga jauh lebih efisien. Selain praktis, konseling kelompok juga dapat memberikan kesempatan kepada anggota untuk saling memberi dan menerima umpan balik saran dan tanggapan. Anggota juga bisa belajar melatih perilakunya yang baru dalam kelompok. Namun, konseling kelompok juga memiliki kelemahan, di antaranya tidak semua orang cocok berada dalam kelompok, perhatian terapis menjadi menyebar, dan kepercayaan sulit dibina.

Selain, penyampaian materi presentatif, Pak Afif juga mengajak peserta untuk praktek menjadi konselor. Prakter pertama, 28 peserta dibagi menjadi 7 kelompok, masing-masing 3 anggota. Secara bergiliran ketiga orang tersebut berperan sebagai konselor, konseli, dan observer (pengamat). Konseli dan pengamat berhak memberikan nilai atas kinerja konselor, dilihat dari aspek kemampuan berbicara, mendengarkan, menyampaikan info, menyimpulkan masalah, dan memberi dukungan. Pada praktek kedua, peserta dibagi menjadi 3 kelompok untuk melakukan konseling kelompok dengan masing-masing membahas tiga masalah yang berbeda-beda. (Abror)