Kuliah umum dengan tema “Membangun Akademisi yang Religius, Mandiri, dan Profesional” diikuti oleh mahasiswa Jurusan Pendidikan Agama Islam dan Hukum Keluarga, Kamis (25/09/16).

tebuireng.online-Selama ini ada yang salah dengan pendidikan kita, perguruan tinggi yang seharusnya mengatasi masalah tetapi pada kenyataanya malah menambah masalah. Semakin banyak perguruan tinggi, masalah di negeri ini bukan terurai malah semakin menumpuk. Apa yang salah dengan pendidikan kita? Terkait poin inilah yang disampaikan Prof. H. Imam Suprayogo dalam menyampaikan materi kuliah umum kepada mahasiswa-mahasiswi baru Pascasarjana Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy), di ruang dosen Unhasy, Kamis (25/09/16).

Menurut Prof. Imam, Selama ini pada umumnya orang menganggap bahwa sumber kekuatan manusia itu adalah berada di otak atau akal. Pendidikan harus mencerdaskan. Atas anggapan itu maka orang memposisikan otak segalanya. Manakala otak seseorang itu cerdas, maka hidupnya akan berhasil. Keinginan apa saja dapat diselesaikan lewat otaknya itu. Oleh karena itu, orang berusaha mencari lembaga pendidikan yang mampu mencerdaskan otak anak-anaknya.

Demikian pula lembaga pendidikan juga sudah terlanjur percaya bahwa seseorang disebut cerdas manakala mampu menguasai beberapa jenis disiplin ilmu, yaitu misalnya biologi, fisika, kimia, sosiologi, psikologi, sejarah, bahasa, dan sejenisnya.

Oleh karena itu, di lembaga pendidikan diajarkan tentang disiplin ilmu dimaksud sesuai dengan jenjangnya masing-masing. Para pengelola pendidikan, tidak terkecuali pemerintah, menganggap bahwa jika seseorang sudah mampu menguasai beberapa disiplin ilmu tersebut dianggap cerdas.

Padahal menurut pria yang pernah menjabat sebagai Ketua Yayasan Universitas Hasyim Asy’ari,  pendidikan yang seperti itu banyak kurangnya. Pendidikan yang hanya mengedepankan kekuatan otak dan akal tersebut hanya berhasil mengembangkan aspek kognitif belum dapat mengembangkan aspek lainnya.

Majalah Tebuireng

Anak yang mempunyai aspek kognitif tetapi lemah aspek afektif dan psikomoriknya sebenarnya masih kurang. Secara intelektual anak yang bersangkutan unggul tetapi tidak demikian itu pada aspek sosial, spiritual, dan lainnya. Kekurangan yang demikian itu sebenarnya sudah cukup lama dirasakan oleh banyak kalangan tetapi belum mendapatkan pemecahan yang diangap signifikan.

Kemudian beliau menyampaikan, “Dalam kitab suci Al Quran surat al Mujadalah ayat 9 telah dijelaskan bahwa sebenarnya sumber kekuatan manusia itu bukan pada otak atau akal, melainkan pada apa yang disebut dengan istilah ruh. Bermula dari kekuatan ruh itu maka telinga akan dapat mendengar, mata akan dapat melihat, dan tentu akal akan dapat berpikir.”

“Oleh sebab itu, panca indera dan semua organ tubuh hanya berposisi sebagai alat, tidak terkecuali adalah akal. Maka yang utama seharusnya dididik adalah ruh. Manakala ruh itu terdidik dan kemudian menjadi sehat, dan baik, maka semua organ tubuh manusia akan berfungsi dan menjadi baik pula”, pungkasnya.

Kuliah umum dengan tema “Membangun Akademisi yang Religius, Mandiri, dan Profesional” ini diikuti oleh sekitar 80 mahasiswa baru Jurusan Pendidikan Agama Islam dan Hukum Keluarga. Tampak hadir pula dalam acara ini Wakil Rektor III Dr, Mifathurrahim, Direktur Pascasarjana Prof. Imam Sukardi, Sekretaris Program Pascasarjana Robiatul Husna, dan Drs. Mukhsin Ks. (Aldo/Fara)