Sumber gambar: http://kumpulanngaji.blogspot.com

Oleh: Kiai Fawaid Abdullah*

Ikhtitam (Kata Penutup)

Hamdan wa Salaman, wa Syukron, sangat bersyukur sekali saya yang dla’if dan sangat terbatas kemampuan ini dapat menyelesaikan materi kitab pengajian kilatan khataman Ramadan tahun ini, 1439 H/2018 M.

Bagian ke-1 sampai bagian ke-30 ini adalah materi Pengajian Kitab yang saya khatamkan dalam bentuk tulisan. Sedang Pengajian dalam bentuk manual dihadapan santri-santri sudah khatam terlebih dahulu sejak 18 Ramadan lalu, di mana saya rutin setiap Ramadan memulai khataman Kitab Kilatan dimulai setiap tanggal 3 Ramadan dan khatam secara rutin tiap 18 Ramadan.

Tahun ini yang saya baca kitab karya Allahyarham Gus Ishom Tebuireng, seorang Kiai nyentrik, alim, zuhud, dan legendaris. Bahkan lebel lebih dari itu sangat banyak sekali layak disandang beliau ini.

Majalah Tebuireng

Saya katakan legendaris karena diumur yang sangat muda sekali, sekitar 38 tahun, beliau telah di panggil keharibaan Allah SWT setelah beliau mampu menelusuri, mencari, mengumpulkan, dan mencetak serta membaca dalam bentuk pengajian kitab-kitab karya sang kakek, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, Pendiri Pesantren Tebuireng sekaligus Pendiri dan Raisul Akbar Nahdlatul Ulama.

Beliau Allahyarham Gus Ishom ini, khususnya menurut pandangan saya selaku santri yang cukup lama menimba dan ngaji kepada beliau telah menjadi cerita menarik tersendiri sesuai masing-masing santri yang pernah berguru dan ngaji kepada beliau Allahyarham Gus Ishom (tulisan saya khusus tentang beliau ini, sudah saya tulis tahun 2016 lalu sampai 30 bagian episode, InsyaAllah semoga Allah mengizinkan, akan saya cetak dalam bentuk Buku, saya sudah minta izin kepada kedua adik beliau, Gus Fahmi dan Gus Zaki serta mantan Isteri beliau, Ning Nia. InsyaAllah akan diterbitkan oleh Pustaka Pesantren Aula Kombangan Bangkalan).

Beliau Allahyarham Gus Ishom ini layak mendapat gelar Kiai Legendaris. Gus Legendaris dll. Kenapa? Karena beliau sosok Gus yang begitu sangat sederhana sekali, sosok yang sangat low profile, ramah-santun kepada siapapun, bahkan sangat alim sekali, zuhud, kecerdasan dan kepintarannya menurut saya diatas rata-rata.

Bahkan, menurut pandangan pribadi saya, andai beliau tidak keburu dipanggil keharibaan Allah SWT. Beliaulah yang paling layak menggantikan sosok Allahyarham Gus Dur, duduk di kursi Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama dari jalur Dzurriyyah Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari. Karena, beliau ini menurut saya proto-type (setidaknya mendekati) sosok Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari, wabil khusus dibidang keluasan ilmu agamanya, dan kealimannya (Wallahu A’lam).

Tapi Allah lebih berkehendak lain. Beliau wafat dalam usia yang sangat muda sekali, kisaran usia 38 tahun. Sejajar dengan Allahyarham KH. Wahid Hasyim, putra Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari yang juga wafat dalam usia sangat muda sekali, bedanya Kiai Wahid Hasyim wafat karena kecelakaan kendaraan, sedangkan Gus Ishom karena sebab penyakit kanker yang menggerogoti beliau (cerita sakit beliau selengkapnya ada ditulisan saya akan dicetak dalam bentuk buku, yang diceritakan secara khusus oleh Ning Nia, isteri beliau Allahyarham Gus Ishom).

Ramadan kali ini, 1439 H/2018 M ini adalah Ramadan ke-19 tahun saya belajar istikamah membaca kitab-kitab karya Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari dan Allahyarham Gus Ishom ini. Sebagaimana dalam bagian ke-1 (pendahuluan) tulisan ini, saya pernah diberi “wasiat” langsung oleh beliau Allahyarham Gus Ishom, guru sekaligus kiai yang saya idolakan, supaya setiap Ramadan bisa mengamalkan dan mewiridkan membaca dan mulang ngaji kitab-kitab karya Hadratussyaikh tersebut. Alhamdulillah sudah berjalan 19 kali Ramadan, atau 19 tahun saya diberikan kesempatan bisa mulang ngaji sesuai amanat “wasiat” beliau kepada saya.

Untuk lebih bisa dicerna dan dipahami, baik oleh saya pribadi maupun oleh khalayak umum, khususnya santri-santri dan alumni Pesantren Aula Kombangan Bangkalan bisa intifa’ul ilmi, mengambil manfaat ilmu dan barokah, saya sempatkan menulis kitab-kitab yang saya baca dan ngaji.

Saya haqqul yaqin masih banyak keterbatasan-keterbatasan dan kekurangan-kekurangan saya tatkala saya khatamkan kitab-kitab Hadratussyaikh dan beliau Allahyarham Gus Ishom ini. Khususnya juga dalam bentuk tulisan ini. Mohon maaf kalau di sana-sini ada kekhilafan dan kekurangan-kekurangan baik yang disengaja atau yang tidak disengaja. Saya hanyalah manusia yang sangat dla’if dan sangat terbatas kemampuan.

Hanya sekelumit ini sebagai ikhtitam atau penutup bagian tulisan saya yang ke-30 ini. Tidak terasa, sebentar lagi kita akan masuk menuju hari raya Idul Fitri 1439 H. Hari kemenangan ummat Islam, kemenangan melawan hawa nafsu sebulan penuh, sebentar lagi kita semua akan kembali fitri, kembali suci dan bersih ka yaumin waladathu ummuhu, seperti bayi yang baru dilahirkan oleh seorang ibu. Tanda noda salah dan dosa.

Kesempatan yang sangat berharga ini saya dan sekeluarga wabil khusus keluarga besar Pesantren Aula Kombangan Bangkalan mengucapkan, “selamat hari raya Idul Fitri 1 syawal 1439 H”.

Taqabballahu minna wa Minkum, Shiyamana wa Shiyamakum Allahumma Taqabbal Yaa Kariem. Semoga kita semua diberikan kesehatan, umur panjang dan hidup barokah serta dipertemukan kembali Ramadan tahun depan dalam keadaan yang sama, seperti saat ini. Sama-sama sehat wal afiat tidak kurang suatu apapun. Baarokallaah Fiekum wa Ahlikum Ajma’ien…. Aaamiiin…

Wallahu A’lam


*Al Khadim Pesantren Aula Kombangan Bangkalan Madura