(kiri) Pemimpin Redaksi Tebuireng Online, Abror Rosyidin dalam seminar digitalisasi sejarah di UIN Yogyakarta, Sabtu (19/6). (foto: Seto)

Tebuireng.online– Pemimpin Redaksi (Pimred) Tebuireng.online, M. Abror Rosyidin menjadi pembicara di seminar Digitalisasi Sejarah dengan tema “Kecakapan digitalisasi sebagai sarana aktualisasi sejarah dan kebudayaan Islam di era Post Truth”.

Seminar ini diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Program Studi Sejarah Kebudayaan Islam (HMPS SKI) Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta pada Sabtu (19/6/21). Acara berlangsung secara blended yaitu luring dan daring via-Zoom.

Selain dari Tebuireng.online, hadir juga sebagai pemateri KH. M. Jadul Maula, Pengasuh Pondok Pesantren Kelopak Yogyakarta dan juga Budayawan. Juga Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung dan Founder @salafstory.id, Sulthon Alhakim. Acara ini dipandu oleh moderator RPM Himam Awam Afghani.

Pembicara pertama, KH. Jadul Maula menjelaskan tentang aspek dan kecakapan digital. Dan menjelaskan penting dan kecakapan menganai alat digital, hakikat dalam dunia digital, juga peran manusia sebagai subjek.

“Era digital itu alam gaib. Ketika anda masuk itu ruang rohani. Disana banyak alam-alam dan juga lorong. Ada lorong-lorang yang bisa kita masuki dan itu tidak terbatas. Dan jika kita tidak menyadari bisa bahaya. Kita masuk ke alam gaib, tidak terbatas ruang dan waktu. Maka butuh kecakapan kita sebagai manusia yang berdaulat. Kecakapan ini menjadi penting, kita sebagai khalifatul fil ardh. Hal ini saya sudah saya tulis di buku saya,” jelas Pengasuh Pondok Pesantren Kaliopak Yogyakarta.

Majalah Tebuireng

Selanjutnya Abror Rosyidin menjelaskan tentang era Post Truth dan kebijaksanaan menggunakan jari-jari. Juga beberapa contoh mengenai aktualisasi sejarah di era digital yang mempengaruhi opini publik. Juga beberapa contoh dan penjelasan tentang hoaks yang juga bagian dari Post Truth. Diantaranya hoaks politik, hoaks kesehatan, hoaks agama,  dan hoaks investasi (bisnis/keuangan).

“Aktualisasi sejarah di era Post Truth, atau dalam bahasa Indonesia disebut era Pasca Kebenaran. Saat ini kita berada di era jari-jari lebih bahaya dibanding otak. Dahulu Napoleon Bonaparte tidak kalah dengan pedang, tapi sekarang jari-jari kita bisa mengalahkan dan bagaimana mempengaruhi opini publik. Dan saat ini media digital sangat berpengaruh dengan media sosial,” terangnya

Contohnya, lanjut Abror dahulu berita dari mulut ke mulut, menyebutnya lambat. Tapi sekarang, sekali klik, bisa menyebar danenjangkau kemana-mana. Maka dari itu era panca kebenaran itu bisa terjadi. Juga pasca kebenaran itu dipengaruhi dengan tingkat literasi kita sangat rendah, peringkat dua dari bawah.

Pembicara terakhir oleh Sulthon Alhakim sebagai founder dan admin @salafstory.id yang membahas tentang digitalisasi di Indonesia yang juga Indonesia belum siap dengan digitalisasi. Terutama dalam masa Covid ini, kita dituntut untuk siap masuk ke dalam dunia digital serta bagaimana dunia digital dan cara memanfaatkannya.

Pewarta: Seto Galih