Oleh: Faizal Amin*

Seiring berjalannya waktu, populasi muslim di berbagai negara semakin bertambah, hal ini merupakan suatu kebanggaan bagi kita sebagai umut Islam. Karena dengan bertambahnya populasi muslim di suatu negara, akan bertambah pula kekuatan umat ini.

Banyak yang beranggapan dengan banyaknya populasi umat Islam di suatu negara, akan bertambah pula kemajuan dan kejayaan bangsanya, anggapan ini ditimbulkan dari berbagai sejarah yang telah membuktikan hal tersebut. Dikutip dari gurupendidikan.co.id, bahwa sekitar tahun 750 M- 1258 M, kontribusi umat Islam sangat nyata, di tahun tersebut lahir banyak ilmuan-ilmuan Islam, baik di bidang teknologi, filsafat, budaya dan berbagai inovasi dan penemuan lainnya.

Namun akhir-akhir ini, pada kenyataannya negara yang notabene mayoritas umatnya adalah umat Islam, ternyata malah timbul kemunduran dan angka kemiskinan yang semakin bertambah. Hingga akhirnya timbullah pertanyaan “Kenapa makin banyak jumlah muslim di suatu negara, makin miskin dan semakin tertinggal negara tersebut?”

Majalah Tebuireng

Dikutip dari buku kumpulan “Esai Kebangsaan Gus Sholah”, pertanyaan semacam di atas pernah juga ditanyakan oleh KH. Salahudin Wahid (Gus Sholah) terhadap mertuanya KH. Saifuddin Zuhri, pertanyaan ini beliau sampaikan karena kegelisahannya melihat keterpurukan umat ini, khususnya masyarakat Indonesia yang notabenenya adalah umat muslim.

Waktu itu KH. Saifuddin bertanya balik kepada Gus Sholah, apa maksud pertanyaanmu kamu? ‘apa kita harus kristen dulu supaya kita bisa maju?’.Pertayaan Gus Sholah ini membuat nada suara KH. Saifuddin sedikit terdengar marah. Padahal niat beliau dari pertanyaan tersebut tidak bermaksud apa-apa, beliau hanya ingin tahu jawaban dari pertanyaan yang ada dalam dirinya, yang pada waktu itu beliau tidak bisa jawab sendiri.

Karena menurut Gus Sholah, Islam yang sebaik ini mengapa tidak menjadikan negara yang mayoritas penduduknya muslim menjadi baik? Nada mertuanya waktu itu sedikit melunak dan menjawab ‘tidak mudah menjawab hal ini.masalahnya amat kompleks’. Sebenranya ada berbagai faktor yang menyebabkan bangsa yang mayoritas penduduknya muslim ini tidak maju (khususnya di Indonesia)

Keislamaan Mereka hanya di Masjid

Dalam membuktikan keislaman, kebanyakan dari kita hanya menghiasinya dengan cara selalu ke masjid, mushala dan sebagainya. Namun setelah itu kita cenderung tidak menerapkan nilai keislaman itu sendiri, dalam artian kita tidak berusaha menerapkan nilai keislaman yang lain, seperti berperilaku jujur, adil, tanggung jawab dan berbagai nilai keislaman lainnya. Bahkan, non muslimlah yang sering menerapkan hal tersebut, meskipun mereka bukan Islam tetapi selalu menerapkan berbagai nilai keislaman di kehidupan sehari-harinya.

Kurang Mampu Mengikuti Perkembangan Zaman

Faktor selanjutnya ialah, seperti ungkapan Rektor UII, Prof Fathul Wahid., S.T., M.Sc., Ph.D. beliau mengungkap beberapa hal yang membuat umat Islam saat ini sedikit mengalami kemunduran. Ia menyebut, masyarakat kurang mengapresiasi bakat di dalam dirinya, kurang mampu mengikuti perkembangan zaman, dan lamban dalam menelaah realita sosial.

“Kegagalan dalam memahami realitas kontemporer menyebabkan kita gagap melihat perkembangan yang ada sehingga seringkali kita menggunakan kacamata yang lama dengan yang baru yang akhirnya esensinya terlewat.”

Kita juga terlalu fokus menjaga tradisi lama dan tidak mengambil hal-hal yang sifatnya baru (keilmuan kontemporer). Merupakan suatu kewajiban bagi kita untuk terus menjaga penemuan dan keilmuan para tokoh terdahulu. Namun bukan berarti kita tidak mempelajari berbagai keilmuan yang dibutuhkan sekarang. Ada sebuah ungkapan dari Raden KH. Tohir (salah satu ulama di pulau Madura) yang menurut penulis sangat menarik, beliau secara makna bilang seperti ini “Seandainya Imam Zakariya al-Anshori (pengarang kitab Ghoyatul Ushul) hidup kembali, dan melihat kitab karangannya masih terus dikaji dan dibaca, pasti beliau gembira. Namun beliau juga akan menangis karena melihat umat Islam sekarang tidak ada yang melebihi beliau (tidak ada kemajuan)”.

Dalam artian, selain kita menjaga keilmuan ulama terdahulu, kita juga harus mempelajari keilmuan yang sesuai dengan kehidupan kita sekarang (baik teknologi, sains, sosial, ilmu alam dan sebagainya), dan bahkan kita harus juga turut andil dalam memberikan berbagai inovasi-inovasi terbaru lainnya.

Al-Quran Hanya sebagai Ajang dalam Perlombaan

Dikutip dari uii.ac.id, Drs. Imam Mudjiono, M.Ag. pernah menyampaikan, “Orang Islam mundur karena meninggalkan kitab suci mereka. Al-Quran hanya dijadikan ajang perlombaan dan ayat-Nya hanya dijadikan tulisan di atas kertas putih kecil.”

Dalam artian, kebanyakan dari masyarakat Islam telah meninggalkan kitab suci, yakni Al-Quran. Pendidikan untuk mengamalkan isi kandungan al-Quran masih sangat minim sekali. Berbanding terbalik dengan acara seremonial semacam perlombaan al-Quran dan sebagainya.

Tak heran, jika di negara-negara Eropa meski tidak menyandang gelar ‘negara muslim’ tapi punya etos kerja dan pola pikir yang islami. Secara tidak langsung mereka menerapkan nilai yang ada dalam al-Quran seperti disiplin waktu, kebersihan, dan sebagainya.

Maka dari itu memang diperlukan suatu perubahan, baik dari pendidikan maupun karakter individual umat Islam, khususnya di negara tercinta kita ini.


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari