Ramadhan menjadi bulan milik seluruh umat.Bulan yang penuh akan rahmat, ampunan serta pembebasan dari segala belenggu yang mencekam manusia. Meminjam istilah Imam Baghawi bahwa nama bulan Ramadhan berasal dari kata “Romadlo-a” yang berarti batu yang dipanaskan. Sebab mereka sedang berpuasa saat panas sedang memuncak. Sejarahnya ketika orang Arab memberi nama-nama bulan bertepatan pada saat panas sekali.

Adapula yang berpendapat bahwa makna panas ialah pembakaran dosa-dosa.Selain itu, Ramadhan juga berarti “mengasah”, sebab saat itu orang Arab mengasah alat persenjataannya untuk mennghadapi bulan berikutnya. Dengan demikian, ramadhan dapat dimaknai pula dengan Bulan mengasah Jiwa, ketajaman pikiran dan kejernihan hati, sehingga dapat membakar sifat-sifat tercela dan tempelan dosa yang melekat dalam diri manusia.

Oleh karena itu, Orang-orang beriman senantiasa berlomba-lomba dalam menggapai pahala Allah yang berlimpah ruah di bulan Ramdhan. Mereka saling memperbanyak segala amalan dari salat wajib hingga sunnah disepanjang siang dan malam, tadarus Al-Qur’an dan tak terlupakan Sadaqah meskipun berbagai godaan jelas nampak didepan mata. Suasana bulan ramdhan pun lebih akrab dengan kebaikan serta keberkahan, hal ini pun terasa di sekitar PP. Tebuireng Jombang. Bulan Ramadhan seakan menjadi bulan berkah, pembangun kebersamaan, penguat keakraban, serta perlombaan kompetitif antar santri dan Masyarakat sekitar. Kenapa tidak?

Kebersamaan dalam Beribadah

Diawali dari mulai ibadah shalat berjama’ah setiap hari, tadarus Al-qur’an, belajar, berdiskusi, nongkrong hingga tidur pun bersama. Itulah rutinitas khas yang terjadi di dunia pesantren. Dalam perbedaan mereka tetap bersatu, akrab dan penuh toleransi.Suatu kebiasaan anak pondok/santri dalam kebersamaan beribadah dapat pula dirasakan oleh orang-orang yang berada di sekitar komplek PP. Tebuireng. Hal ini dapat dilihat di Masjid Jami’ “Roudlotul Arifin” Cukir yang berada tepat di selatan PP. Tebuireng.Masyarakat terutama Jama’ah Ahli Toriqoh Qadariyyah Wa Naqshabandiyyah An Nahdliyyah Cukir yang berasal dari berbagai kawasan datang dan menginap selama 21 hari di area masjid, mereka menyebutnya Mondok.

Majalah Tebuireng

Jama’ah yang biasanya nampak memadati setiap hari Senin pada Rutinitas “Senenan”, kini rela menghabiskan sepanjang harinya di Masjid yang belum terselesaikan perehabannya itu. Begitu antusianya mereka dengan bulan Ramadhan sehingga mereka mencangangkan bulan Ramadhan sebagai bulan Mondok bagi mereka. Segala aktivitas mereka lakukan bersama-sama sejak hari pertama bulan Ramadhan. Dari Puasa, salat Wajib berjama’ah, salat Malam berjama’ah dan salat lain pun mereka laksanakan berjama’ah pula. Alunan ayat al-Qur’an tiada henti berkumandang di Masjid tersebut, meskipun raga mereka tak sekuat kala masih muda namun semangat mereka tak dapat di pungkiri. Butiran tasbih selalu melingkar diantara jari jemari mereka, bibir yang tiada henti menyebut kalimatNya.Suasana lebih akrab kembali kala menjalankan Ibadah Salat Malam (Tarawih dan Witir). Seluruh Masyarakat dan Jama’ah menyatu di dalam Masjid megah bercat dinding Putih tanpa adanya perbedaan.Agenda Tahunan berupa Menghatamkan Al-Quran setiap Bulan Ramadhan dalam salat tarawih pun berlaku di Masjid Jami’. Tidak hanya Berlaku di setiap Pondok Pesantren yang mengitari Masjid tersebut (Darul Falah, Wali songo, Tebuireng), mereka tetap bertahan salat sembari berdiri selama 2 jam.

Pondok dan Masyarakat

Keberadaan Pondok sangat terasa adanya ketika bulan Ramadhan. Santri dan Masyarakat bisa menyatu meskipun dengan perbedaan status. Jalan nampak ramai dan suasana sekitar pondok terjallin akrab dikala usai salat Tarawih. Meskipun Jalan Raya ramai akan penggunanya, hal tersebut tidak mengurangi semangat kaum Adam untuk turut mengaji di PP. Tebuireng.Jembatan penghubung antara Pintu Gerbang PP. Tebuireng dengan Jalan Raya, Warung Kopi yang berjajar di depan pondok serta teras pertokoan pun menjadi tempat pertemuan Santri dadakan itu. Dengan seriusnya mereka menyimak pengajian kitab Kuning bersuara lantang bersumber dari Pondok. Mengaji sembari Ngopi. KH. Ishak Latif yang pada malam hari membacakan kitab “Kabair Wazajir”karya Kiai Ahmad Yasin bin Asmuni pengasuh PP. Hidayutullah Thulab popular dengan Pondok Pethuk, Kediri.

Hal lain yang di persembahkan PP. Tebuireng ialah safari Ramadhan. Dalam safari ramadhan Pondok mengirikam santri ke berbagai desa sekitar Pondok. Mereka mengemban tugas sebagai Muadzin, Imam dan Bilal dalam salat Tarawih, hal ini dapat menunjukkan kepedulian Pondok terhadap kegiatan kemasyrakatan.Bentuk perhatian lain yang ditunjukkan oleh PP yakni banyak diagendakan kegiatan Sosial kepada Masyarakat. Kegiatan ini berupa pembagian zakat serta ta’jil di Bulan Ramadhan yang penuh akan berkah ini. Dengan mengharap keberkahan semoga bantuan PP dapat sedikit membantu Masyarakat yang membutuhkan.

Pondok dan Lembaga Lain

Imbas lain yang begitu terasa dari adanya bulan Ramadhan di Lingkungan Pondok Pesantren ialah adanya penanaman nilai-nilai Religi secara Intensif. Pengkaderan nilai-nilai luhur yang menjadi santapan anak Pondok/santri pun dapat dirasakan oleh Siswa lain yang tidak berdomisili di Pondok Pesantren.Lembaga yang terletak di sekitar Pondok, yang mereka jadikan tempat menjaring ilmu banyak memberlakukan kegiatan yang hampir menyamai kegiatan pondok.

Dari mulai mengadakan salat Dhuha berjamaah, tadarus Al-quran ketika akan mengawalli pelajaran, serta Buka bersama yang teringkas dalam kegiatan pondok Ramadhan di Sekolahan. Lembaga dengan Tingkatan Lebih tinggi berbasis agama akan memberlakukan mengaji Kitab Kuning baik dilaksanakan sebelum pelajaran atau seusai pelajaran berakhir. Hal inilah yang dapat menjadi nilai tambah bagi siswa siswi yang tidak berdomisili di pondok, sebab mereka mampu mengaji serta mengkaji kitab yang terbilang klasik tersebut. Di lembaga lain yang tidak berbasis keagamaan, meskipun tidak mengadakan pengajian kitab kuning namun mereka memberlakukan tadarus bagi Peserta Didiknya.

Masyarakat Dan Perekonomian

Mencari keberkahan tidak sekedar melalui ibadah namun dapat dengan cara lain. Nampaknya hal ini yang telah tertanam lama di benak Masyarakat sekitar Cukir Tebuireng. Jajaran meja sepanjang jalan Raya berbaris rapi sejak pukul 14.00 hingga Adzan berkumandang itu menyajikan menu Ta’jil serta buka puasa yang menggoda. Pasar dadakan yang muncul setiap bulan Ramadhan selain bermanfaat bagi warga lain juga bermanfaat bagi santri. Mereka dapat memilih menu yang berbeda dari menu berbuka yang tersedia di Jasa Boga (JaBo) Pondok sesuai kehendaknya.Hal ini selain dapat menambah penghasilan masyarakat juga dapat memperkuat hubungan sosial antara santri dan masyarakat.

Hemat penulis, semoga Ramadhan kali ini berujung pada pada satu titik yaitu kemenangan. Kemenangan Mukmin dalam melawan hawa nafsu kala berpuasa, menekan egositas, keserakahan serta ketidakjujuran.Allah berfirman dalam Kalamnya QS. Al-Ashr yang menyatakan bahwa manusia mengalami kerugian kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran.

Fatimatuz Zahroh

Peserta Sekolah Menulis Pesantren Tebuireng