sumber gambar: republika.co.id

Oleh: Silmi Adawiya*

Dosa adalah melakukan tindakan yang tidak dihalalkan. Dosa bisa jatuh pada siapa saja, baik orang yang berilmu dan juga orang bodoh sekalipun. Namun yang cukup berbahaya adalah orang berilmu yang melakukan dosa.

Orang yang berilmu terkadang keliru atau melakukan kesalahan dalam dirinya, baik dalam keilmuannya maupun dalam pengamalan pribadinya. Kesalahan dalam melakukan hal yang berbau dosa itu adalah lumrah dalam kehidupan, sebab orang yang berilmu tidak dijaga dari kesalahan dan dosa (ma’shum).

Terkadang orang yang berilmu melakukan kesalahan dalam pengamalannya yang merupakan perbuatan dosa, baik terang-terangan maupun dengan alasan yang mereka kemukakan. Namun apabila hal tersebut terjadi, maka orang awam seyogyanya berhati-hati terhadap kekeliruan itu dan tidak menjadikannya sebagai hujjah untuk melakukan kekeliruan yang sama.

Namun tunggulah mereka hingga kembali pada jalan Allah, sebab ilmu yang mereka punya suatu saat akan dapat membawa mereka untuk bertaubat. Sebagaimana disebutkan dalam kitab Al Sunan Al Kubra, dari Amr bin Auf , Rasulllah bersabda:

Majalah Tebuireng

اتَّقُوا زَلَّةَ الْعَالِمِ ، وَانْتَظِرُوا فَيْئَتَهُ

“Takutlah kalian terhadap kesalahan orang yang alim, dan tunggulah kembalinya.” (HR Baihaqi)

           

Lantas bagaimanakah dengan ampunan Allah bagi orang berilmu yang melakukan dosa? Allah Maha Pengampun tentu akan memberikan ampunan kepada setiap hamba yang memohon ampunan-Nya. Namun dalam urutan ampunan, Allah mendahulukan tujuh puluh orang bodoh yang memohon ampunan terlebih dahulu sebelum mengampuni satu orang berilmu yang melakukan dosa. Dalam kitab Shaidul Khathir karangan Imam Ibn Jauzi disebutkan:

وأنه يغفر للجاهل سبعون ذنبا قبل أن يغفر للعالم ذنب

“Allah terlebih dahulu mengampuni tujuh puluh dosa orang yang bodoh sebelum mengampuni satu dosa yang dilakukan orang yang berilmu.”

Penjelasan di atas mencerminkan bahwa dosa orang yang berilmu menjadikan keadaan lebih genting dari biasanya. Keadaan yang seperti itu yang ditakutkan oleh ulama terdahulu. Seyognya ilmu yang dimilikinya mempunyai pengaruh yang besar untuk membentengi diri dari perbuatan dosa. Karena seseorang itu semakin berilmu dan mengenal agungnya Rabb yang telah menciptakan dan memberikan berbagai nikmat untuknya, maka tentu ia akan semakin punya rasa takut pada Allah.

Rasa takut inilah yang dapat membentengi dari maksiat. Namun jika kenyataannya adalah orang yang berilmu tergelincir pada perbuatan dosa, maka keadaan seperti itulah yang menjadi kekhawatiran ulama terdahulu.

Sebagaimana diungkapkan oleh Abud Darda dalam kitab Al ‘Aqd Al farid bahwa sesungguhnya yang dikhawatirkan pada kalian adalah tergelincirnya seorang yang berilmu (alim) namun terperangkap dalam dosa yang terang-terangan.

*Alumni Pondok Pesantren Putri Walisongo Jombang.