KH. Habib Ahmad membacakan kitab Shahih Bukhori dan Muslim setiap Bulan Ramadan (Foto: tebuireng.online)

Oleh: Atunk F. Karyadi*

“Selama kita mengaji kitab Shahih ini, sejak Sya’ban dan pertengan Ramadan, kita serasa bersama Rasulullah SAW. Betapa tidak, sejak beliau menerima wahyu hingga wafat, kita bisa menyimaknya melalui kitab ini,” ungkap kiai kami.

“Kita tidak susah-susah seperti Imam Al-Bukhari yang mencari satu hadits saja butuh berjalan kaki berkilo-kilo meter, berhari-hari, melewati berbagai negara, lalu menghafalnya, mencatatnya lengkap dengan sanad. Kita cukup duduk dan memaknai kitab. Nikmatnya lahir belakangan ya seperti ini,” kelakar guru kami ini.

Berjam-jam beliau menghadapi samudera teks, posisi duduknya tak pernah geser. Kami yang di bawah kipas angin, atau ngumpet bawa permen dan minuman, berubah-ubah tak pasti. Mulai duduk sila, bersandar, selonjoran, sampai ketiduran. Sedangkan kiai ajek hingga memungkasi pengajiannya.

“Kalian ngantuk dan tidur saat ngaji tidak apa-apa, yang penting mau ikut ngaji. Siapa tahu ilmu itu akan digerojok Gusti Allah pada suatu saat kita butuhkan kelak,” hibur pengagum sosok Sahabat Abu Hurairah ini yang bahkan nama yayasan anak yatim beliau dinamai itu. 

Majalah Tebuireng

Usai beliau meninggalkan lokasi pengajian, kami para santri mbalelo ini berebut mendekati meja beliau. Sikut sana sikut sini. Sampai ada yang saling tarik sarungnya agar kalah star. Tujuannya satu: ngalap berkah air dalam cangkir beliau! Bisa dipastikan kami semua kedapatan seruputan, meski sedikit tak soal. Intinya berbagi.

Ingin menulis obituari panjang tentang beliau, rasa-rasanya tak kuat. Betapa guru-guru kami di pesantren benar-benar ikhlas, sabar, dan berteladan. Tak pernah beliau memarahi kami, menghardik, apalagi memukul. Yang ada hanyalah jiwa ini terasa dekat dengan beliau. Berkat doa dan koneksi batin yang tertautan tulus.

Selamat jalan, KH. Habib Ahmad. Ilmu dan akhlak Panjenenan tertanam dalam sanubari para santri. Kami dan Masjid Keramat Tebuireng menjadi saksi teladan panjenengan. Maafkan segala dosa dan kenakalan kami. Allahummaghfir lahu warhamhu wa ‘afihi wa’fu ‘anhu… al-Fatihah!

Jakarta, 26 September 2020

*Alumni Pesantren Tebuireng.