YAI KA’ MENGUASAI MATERIALISME

“Yai, sampeyan itu cakep. Yakin. Coba nich tanya ke Cholidy dan Munir”, kata almarhum Mansur yang asli Betawi. Rupanya dia sempat-sempatkan mencuri waktu mengamati Yai Ka’. Mansur yang “satu geng” dengan saya, termasuk Gus Riza ibn KH. Yusuf Hasyim, terkenal ceplas ceplos dan memang sangat dekat dengan Yai Ka’. Tak urung, beliau tersipu sipu mendengar sanjungan Mansur, “ono ono wae awakmu, Sur”, respon Yai Ka’.Jujur, tak bakal ada yang menolak dan justru mengamini pendapat Mansur yang di kalangan teman teman populer berjuluk “Mansur Kalpanak” lantaran akrab dengan Kalpanak penyembuh penyakit kulit. Alim, ganteng dan the have yang melekat pada profil, wajar jika sempat beredar rumor yang kencang bahwa Yai Ka’ bakal berjodoh dengan keluarga dalem.

Pasti, santri yang seangkatan dengan saya, mafhum ke mana teraddres rumor ini. Yai Ka’ teladan yang sempurna bagaimana menaklukkan dorongan dunyawiyah dan kecintaaan akan materialisme. Kealimannya-lah, kewira’i-annya dan ke-zuhud-annyalah yang membuat “wanita cantik” berupa materi itu lari tunggang langgang. Kegandrungan beliau kepada khazanah keilmuan tauhid, tasawuf dan etika, membentuk dan membalut pribadi Yai Ka’.

Berbeda, justru muncul realitas di kalangan kaum muda NU yang ingin menaklukkan materialisme dengan berjabat tangan dan berpeluk mesra dengan kitab Das Kapital I,II dan III yang muallifnya adalah Karl Marx (demi kemudahan memberikan kritik yang obyektif, saya memiliki tiga jilid kitab sucinya orang komunis itu dan menghiasi perpustakaan pribadi saya). Ya, Yai Ka’ contoh sempurna bagaimana materi, dunyawiyah dan kekayaan bisa ditaklukkan, “dikuasainya”.

Namun yang banyak terjadi, tak terhitung orang orang yang diberikan kenudahan oleh Allah akan materi, justru kemudian kalah dan dikuasai materi. Fenomena seperti dalam torehan sejarah Islam yang menimpa sahabat ketika perang Uhud dan menbelit sahabat Tsa’labah, kini terlihat di mana mana. Saat materi dalam genggaman, malahan disandra dan dikendalikan oleh materi. Tapi, luar biasa, Yai Ka’ memenangkannya. Beliau tak mencari kekayaan di Tebuireng, melainkan semata mata berkhidmat.

 

Majalah Tebuireng