HUMANISME SUFISTIK YAI KA’

Di sisi yang lain, Yai Ka’ sangat Ghazali-an. Terpengaruh dan basah kuyub oleh laku sufistik hujhat al-Islam, Imam Ghazali. Beliau sama sekali tak berhitung ihwal berapa reward didapatkan dari mengajar di madrasah Tsanawiyah dan menjadi qari’ kitab yang penyimaknya luar biasa banyaknya. Kalau saja berhitung untung rugi, tentu “gak nyucuk” dengan pengeluaran yang mesti dirogoh dari koncek Yai Ka’.

Berapa anggaran bensin motor setiap hari dan budget rutinan berkuliner di Faqih, pak Syahri dan soto depan bioskop Jombang. Namun bagi Yai Kak sepi dari pikiran kalkulatif dan mingset pedagang itu. Menarik–seperti dalam disertasi Dr Irsan al-Kailani yang menulis “al-Fikr al’Tarbawi ‘Ind al-Ghazali”–tak elok nemungut ujrah dari mengajar ilmu. Itulah sebabnya, laku Yai Ka’ itu Ghazalian.

 Bisa dimengerti, jika beliau tak kemaruk mesti mengampu berapa mata pelajaran. Karena jika berfikir pragmatis, semakin berlapis dan suntuk jadwal mengajar di setiap harinya, kian tebal mengisi pundi lundi. Cuma mengajar dua mata pelajaran dan itupun hanya di madrasah Tsanawiyah. Mengapa tak mengajar di Aliyah ? Mengapa tak menuntutnya ? Mengapa kiai sekaliber beliau tak dihinggapi gengsi mengajar di level Tsanawiyah ? Tentu, bukan lantaran tak diberi jatah jam pelajaran.

Namun, fokus, keseriusan, keikhlasan dan itulah karakter kemanusian sufistik ala Yai Ka’. Beliau sudah “selesai” berurusan dengan pragmatisme-nya William James. Yai Ka’ sudah pasca, melampaui dan bergeming dari godaan kenikmatan yang fisik. Tak pernah terucap dari bibir beliau yang beraroma materialime dan hedonisme. Humanisne sufistik beliau menjadikan Yai Ka’ berbalut pakaian imunitas dari gebyar duniawi yang di lingkungannya siap menerjang siapa saja.

Majalah Tebuireng

Tak heran bila Yai Ka’ tak pernah merendahkan orang lain, termasuk tak sekalipun menjumpai nada menyudutkan santri-nya yang memiliki kelemahan tertentu. Apalagi, berhamburan ungkapan sarkastik. Itu sepi dan senyap dari pribadi Yai Ka’. Jadinya, wajar bila menuliskan kenangan bersama beliau terkadang tangan ini tiba tiba berhenti dan kembali air mata jatuh tak tertahan. Berkelebat sosok pemilik raut wajah yang bening, sebening kepribadiannya.