ilustrasi-ulama-penjaga-ilmu
ilustrasi ulama mengkaji ilmu al-Quran dan hadis

Agama Islam memiliki aturan-aturan yang menjadi pegangan sekaligus pedoman bagi penganutnya, aturan-aturan ini disebut dengan syariat. Di dalamnya mengatur segala urusan umat manusia mulai dari sosial, agama, pidana, dan lain-lain. Syariat merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril, yang kemudian disampaikan oleh nabi kepada umatnya.

Di masa nabi tatkala sahabat dihadapkan suatu permasalahan maka mereka akan menanyakannya langsung kepada nabi, namun setelah nabi wafat terjadi perbedaan pendapat antara sahabat mengenai suatu masalah meskipun sedikit. Hal ini karena banyak sahabat yang menerima hadis dari nabi Muhammad SAW yang isinya berbeda-beda.

Era sahabat pun punah, muncullah era tabi’in dan tabi’it tabi’in yang sanad keilmuannya berasal dari sahabat nabi. Mereka pun berlomba-lomba membukukan hadis dan tafsir al-Quran agar dipelajari oleh penerusnya kelak dan dapat di jangkau orang-orang yang jauh dari kawasannya.

Di era ini banyak orang yang memalsukan hadis nabi dengan menisbatkan apa yang mereka ucapkan kepada Nabi Muhammad SAW. Untuk menanggulangi hal tersebut ulama masa itu membuat disiplin ilmu yang bernama ilmu jarh wa ta’dil, sebuah ilmu yang berfungsi untuk mengetahui kredibilitas dan validitas perawi. Mengingat hadis merupakan sumber kedua setelah al-Quran, keberadaan ilmu jarh wa ta’dil sangat berperan penting dalam menjaga kemurnian hadis nabi Muhammad SAW.

Muncul pula 4 imam terkenal pada masa itu yang berkecimpung dalam ilmu fikih mereka adalah; Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hanbali yang menjadi rujukan dalam memutuskan hukum fikih. Mereka merupakan imam-imam yang dikenal sebagai mujtahid mutlak, para imam yang mampu mengeluarkan hukum dari sumber utama agama islam yakni alqur’an dan hadis.

Majalah Tebuireng

Dasar-dasar yang telah mereka tanam terus dikembangkan oleh pengikut setelahnya. Perbedaan pendapat sering terjadi di masa ini, di samping dukungan dari pemerintah untuk terus mengembangkan keilmuan islam, forum-forum keilmuan banyak ditemui pada masa ini.

Anehnya, ada golongan yang menyatakan tidak perlu kita merujuk pada para ulama karena al-Quran dan hadis itu berasal dari Nabi Muhammad. Namun, dari mana mereka dapat mengetahui maksud dari isi al-Quran dan hadis, sedangkan jarak dan waktu mereka dari nabi terpaut jauh?

Padahal hadis yang mereka terima juga berasal dari kitab-kitab ulama, sehingga aneh ketika mereka memahami sumber agama tanpa pendapat-pendapat ulama yang sanad keilmuannya sambung kepada Nabi Muhammad SAW muara dari segala ilmu.

Ada kemungkinan mereka memahami teks al-Quran dan hadis lewat logika mereka sendiri, ini justru berbahaya dan dapat menjerumuskan kita kepada kesesatan, padahal kita tahu otak kita itu terbatas.

Anehnya lagi, mereka sama sekali tidak percaya pada ulama dan mengharamkan taklid kepadanya. Setiap muslim harus mengikuti ijtihad mereka masing-masing, padahal kita tahu al-Quran dan hadits adalah kalamullah yang tidak sembarangan orang dapat menangkap makna yang terkandung di dalamnya. Sehingga tak heran jika ulama berkata “Seorang mujtahid tidak boleh mengikuti pendapat mujtahid lain, dan orang yang tidak mampu ber-ijtihad wajib mengikuti pendapat mujtahid”.

Dalam menjadi seorang mujtahid ada syarat-syarat yang harus dipenuhi, tujuannya agar kitab suci tidak disalahpahami oleh orang-orang yang keilmuannya kurang. Diantara syarat-syaratnya:

  1. Harus memahami sebagian besar al-Quran yang membahas tentang amaliyyah, serta memahami perangkat dalam memahami al-qur’an dan hadits seperti; ilmu nahwu dan shorof, ilmu balaghah, rijalul hadits, dan lain-lain.
  2. Hafal serta paham ribuan hadits yang membahas tentang hukum syari’at, dan masih banyak lagi, yang semua syarat tersebut sulit untuk dicapai oleh orang-orang masa ini.

Telah kami sebutkan di awal, bagaimana perjuangan ulama dalam memurnikan al-Quran dan hadits, mulai membukukan hadits-hadits shahih, membukukan tafsir, menyusun ilmu jarh wa ta’dil yang tentunya semua itu digagas oleh ulama yang kualitas keilmuan di atas rata-rata dan perilaku di luar manusia biasa.

Marilah kita berterima kasih kepada para ulama yang telah bersusah payah memahami ilmu-ilmu agama. Berkat perhatian dan kerja keras mereka yang memiliki kompetensi dalam mengkaji ilmu menjadikan umat Islam di masa ini mudah memahami ilmu agama.

Baca Juga: Kesalahan Logika Wahabi Memahami Hadis Ziarah


Referensi: Tarikh Tasyri’ Al-Islami, Karya Dr. Ahmad Ali Thoha Rayyan


Ditulis oleh: Samsul Arifin, Mahasantri Ma’had Aly An-Nur 2.