Sumber gambar: infoje.com

Oleh: Silmi Adawiyah*

Ridha adalah ketenteraman hati kepada Sang Maha Bijaksana, dan menyisihkan pilihan sendiri disertai kepasrahan. Maka, beruntunglah hamba yang lebih mengutamakan ridha Allah di atas kepuasan (keridhaan) pribadinya. Allah mendeskripsikan status orang-orang yang ridha terhadap-Nya dan kedudukan tinggi serta kemuliaan yang Dia janjikan kepada mereka dalam firmanNya:

أولئك كَتَبَ فِى قُلُوبِهِمُ الإيمان وأيَّدَهُمْ برُوحٍ منْهُ ويدخِلهم جنتٍ تجرى من تحتها الأنهارُ خلدين فيها. رضى الله عنهم ورضوا عنه. أولئك حزبَ اللهِ. ألا إنَّ حزب اللهِ همُ المُفلحونَ

“Mereka itulah orang-orang yang telah menamakan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang dari pada-Nya. Dan dimasukkan mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesunggunya hizbullah itu adalah golongan yang beruntung.”

Mengingat nama Jalaluddin Rumi, maka yang pertama terlintas adalah puisinya yang banyak menyihir sejuta ummat. Dari puisinya kita bisa belajar eksistensi agama yang sebenarnya. Banyak nilai-nilai mistik yang tersitat dalam beberapa karyanya. Ridha adalah salah satu nilai yang tertanam dalam puisi beliau di bawah ini:

Majalah Tebuireng

Jika saja bukan karena keridhaan-Mu,

 Apa yang dapat dilakukan oleh manusia yang seperti debu ini

dengan Cinta-Mu?

Rumi mengungkapkan bahwa sebuah keridhaan Tuhan yang benar-benar diinginkan dan diharapkan, karena dengan keridhaan inilah lautan berdansa bahkan bersunami, burung-burung terbang tinggi, hewan-hewan bercinta, manusia bermesraan, gunung-gunung menjulang tinggi, awan-awan berderet, angin bersemilir, mentari berseri-seri, bulan mempurnamakan diri.

Dampak dari sebuah keridhaan Tuhan, maka manusia dapat melakukan berbagai macam aktivitas, kreatifitas, menghamba pada Tuhan, bersosial dengan sesama bahkan bercinta dengan makhluk-makhluk lainnya. Manusia yang tidak lebih kecil dibandingkan sebutir debu yang berada di jagat ini kadang seperti si raja hutan yang biasa menganggap dirinya paling hebat.

Karena itu Rumi mengakhiri puisinya dengan “apa yang dapat dilakukan oleh manusia yang seperti debu ini”. Kalimat tersebut menunjukkan kerendahan hati dengan dipenuhi rasa membesarkan bukan kebesaran diri, dia menganggap bahwa keberadaan dirinya dan manusia hanya butiran debu yang bertebaran, tak bisa melakukan banyak hal kalau tidak digerakkan oleh angin Tuhan.

Hanya dengan keridhaan Tuhanlah semuanya dirancang dan dihancurkan. Hanya skenario Tuhan yang bergerak memenuhi jagat raya semesta ini, dan manusia hanyalah bagian dari skenario Tuhan untuk menghamba padaNya. Maka seindah-indahnya kehidupan adalah jika ia mampu menjadi orang yang ridha sebagaimana Allah ajarkan sifat ridhaNya kepada manusia. Sebagaimana yang termaktub dalam QS Al-Fajr ayat 28:

ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً

“Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.”

*Penulis adalah alumnus Unhasy Tebuireng dan Pondok Pesantren Putri Walisongo Cukir Jombang. Saat ini sedang melanjutkan pendidikan tinggi di UIN Jakarta.