Buku terbitan Pustaka Tebuireng.
  • Judul buku: Mengenal Lebih Dekat Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari
  • Penulis: KH. Salahuddin Wahid
  • Penerbit: Pustaka Tebuireng
  • Peresensi: Dimas Setyawan*

Sejarah mengenai perjalanan pilu penjajahan bangsa Indonesia banyak sekali diulas dan diceritakan dari satu generasi hingga generasi selanjutnya. Bahkan sejarah tersebut menjadi bagian kurikulum dalam sekolah-sekolah di Indonesia.

Sejarah tersebut biasanya dimulai dari berdirinya kerajaan pada masa silam. Seperti kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Samudra Pasai, dan juga kerajaan Kerta Negara yang terdapat di pulau Kalimantan. Keberadaan sejarah tersebut membuat kita mengetahui bahwasanya bangsa Indonesia kala itu menjadi suatu pusat kekuatan yang sangat ditakuti oleh negara-negara sekitar.

Tetapi pada akhinya, bangsa Indonesia harus pasrah akan serbuan dan jajahan negara-negara yang hendak menguasai kekayaan Indonesia atau Nusantara saat itu. Keberadaan sejarah tersebut juga menjadi bukti bahwa kelemahan bangsa kita adalah sebuah perpecahan antara sesama kerajaan.

Konon para negara-negara penjajah dapat dengan mudah menjajah bangsa kita karena mereka sukses dalam mengadu domba antara satu kerajaan dengan kerajaan yang lainya. Itu terbukti dengan lamanya Indonesia dijajah hampir 350 tahun.

Kembali lagi pada perjalanan sejarah Indonesia. Setelah mengulas dan menceritakan kerajan-kerajaan besar yang ada di bumi nusantara, sejarah melanjutkan kisahnya mengenai perjuangan berbagai daerah dalam memperembutkan kemerdekaan. Mereka memberontak, menentang, hingga berperang guna merebutkan hak dan kemerdekaan Tanah Air.

Majalah Tebuireng

Tetapi pada akhirnya, pemberontakan mereka mengalami kekalahan yang luar biasa bagi kedua pihak. Pihak yang menjajah dan pihak yang terjajah. Tetapi pemberontakan tersebut mengalami kekalahan telak bagi Nusantara, baik dari sejumlah pasukan dan ketersediaan senjata dalam berperang.

Nama-nama pahlawan pemimpin pasukan yang gugur berperang tersebut antara lain, Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponorogo, Kapitan Pattimura, dan Cut Nyak Dien. Perjuangan para pahlawan di atas memang sepenuhnya tidak dapat dikatakan gagal, tetapi dalam pemberontakan tersebut terdapat kekurangan yang sangat besar yakni, kurangnya akan rasa persatu untuk membela tanah air. 

Maka persatuan menjadi kunci utama dalam memperjuangkan kemerdekaan Negara Indonesia. Guna menggapai cita-cita mewujudkan persatuan diperlukan sosok yang dapat untuk mepersatukan bangsa ini. Salah satu tokoh yang telah mewujudkan persatuan Indonesia adalah KH. Hasyim Asy’ari.

Pada saat akhir penjajahan Jepang di Indonesia, KH. Hasyim Asyari dapat mempersatukan kekuatam-kekuatan yang ada di Indonesia. Sosok KH. Hasyim Asy’ari memang telah banyak diceritakan dan ditulis.

Ada beberapa buku yang menulis tentang riwayat hidup perjuangan Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, yaitu buku karya Akarhanaf (Abdul Karim Hasyim Nafiqoh, putra Hadratussyaikh) berjudul, Kiai Hasyim Asy’ari dan Bapak Ummat Islam Indonesia (1949). Buku karya Solichin Salam berjudul KH. Hasyim Asy’ari Ulama Besar Indonesia (1963). Buku karya Heru Sukardi berjudul Kiai Haji Hasyim Asy’ari, Riwayat Hidup, dan Perjuangan (1985). Buku karya Muhammad Asad Syihab dari Lebanon yang telah diterjemahkan oleh A. Musthafa Bisri dengan judul Hadratussyaikh Muhammad Hasyim Asy’ari (1994). Buku karya Lathiful Khuluq (2000); buku karya Zuhairi Misrawi berjudul Hadratussyaikh Hasyim Asyari, Moderasi, Keummatan dan Kebangsaan (2010); dan karya Mukani berjudul, Berguru ke Sang Kiai, Pemikiran Pendidikan KH. M. Hasyim Asy’ari (2016). (hal. 2-3)

Lalu bagaimana jadinya, bila sosok perjuangan KH. Hasyim Asy’ari di tulis langsung oleh cucu beliau, yakni KH. Salahuddin Wahid? Pastinya akan sangat menarik bukan? Karena sebagai seorang cucu KH. Salahuddin Wahid memiliki cerita mengenai sosok sang kakek dalam meperjuangkan kemerdekaan Negara Indonesia. dalam buku “Mengenal Lebih Dekat Hadratusyaikh KH. Hasyim Asy’ari, Tokoh Panutan dari Zaman ke Zaman”.

KH. Salahuddin Wahid menceritakan sang kakek sebagai sosok yang telah memadukan antara Keislaman dan Kebangsaan. Selain itu juga, KH. Salahuddin Wahid menuturkan dalam buku ini sosok KH. Hasyim Asy’ari sebagai sosok ulama yang disegani karena keilimuannya, dan juga sebagai tokoh permasatu umat bangsa Indonesia ketika berada pada masa-masa penjajahan.

KH. Salahuddin Wahid juga tidak lupa melampirkan beberapa pemikiran dan pengaruh KH. Hasyim Asy’ari sebagai pemimpin Jam’iyyah NU, Umat Islam Indonesia, dan Bapak Bangsa Indonesia.  Ketika menceritakan sosok KH. Hasyim Asy’ari mengenai kepemimpinan NU ini KH. Salahuddin Wahid menceritakan bahwasanya sosok KH. Hasyim Asy’ari telah melakukan dua hal yang sangat jarang dilakukan oleh ulama lainya.

Kepemimpinan Hadratussyaikh di dalam Jam’iyyah NU sudah tidak bisa diragukan lagi. Posisi beliau adalah Rais Akbar sejak 1926 sampai wafat pada tahun 1947. Posisi itu tidak pernah diduduki tokoh lain.

Setelah beliau wafat, posisi itu tidak ada lagi. Rais Akbar adalah pimpinan tertinggi Jami’yyah NU. Keputusan Rais Akbar akan dipatuhi oleh seluruh pengurus dan anggota. Beliaulah yang memberikan fatwa bahwa Hindia Belanda adalah darus salam, karena memberikan kebebasan umat Islam untuk menjalankan syariat Islam.

Tetapi ketika kita menderikan negara, beliau menfatwakan untuk berjuang supaya Islam menjadi dasar negara. Itu adalah contoh dari visi beliau dalam bindang politik, ketika menjadi Nahkoda Jami’yyah NU. (hal. 23-24)

*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.