Sumber gambar: www.google.com

Oleh: Yuniar Indra*

Abu Bakar Muhammad bin Yahya bin ash-Shayigh at-Tujibi bin Bajjah, atau lebih akrab disebut Ibnu Bajjah lahir di Saragosa, Andalusia tahun 1095 M. Dan wafat di Fez (Maroko) pada tahun 1138 M. Keterangan tentang riwayat masa kecil beliau tidak bayak diketahui. Namun yang lazim diketahui ia merupakan wazir pada Abu Bakar al-Sahrawi, salah seorang penguasa daulah Murabbitun. Setelah kota Saragosa direbut oleh Raja Alfonso, ia bertolak ke Seville dan bekerja di sana sebagai dokter. Selain itu ia juga dikenal sebagai ahli astronomi, sastra, dan filsafat.

Dari Seville ia beranjak ke Granada. Tak lama dari kepindahannya nasib nahas menimpa Granada seperti yang terjadi dengan Sevilla. Akhirnya ia memutuskan pergi ke Syatibah. Setiba di sana ia dipenjarakan oleh Amir Abu Ishaq Ibrahim ibn Yusuf ibn Tasyfin, sangat boleh jadi karena dituduh sebaga ahli bid’ah. Menurut Renan, dia dibebaskan, barangkali atas anjuran muridnya, Ibnu Rusyd, filsuf terkemuka Andalusia.

Mendapat kecaman ahli bid’ah, ditambah lawan-lawan Ibnu Bajjah yang beberapa kali berusaha membunuhnya. Namun semuanya gagal. Akhirnya ia pergi ke Fez, Maroko. Di Fez ia mendapat jabatan tinggi yang diberikan gubernur Abu Bakar Yahya ibn Yusuf ibn Tasyfi’. Jabatan itu ia pegang selama 20 tahun. Setelah lama menjadi incaran, nyawa Ibnu Bajjah jatuh ditangan Ibn Zuhr. Seorang dokter masyhur yang meracunnya pada bulan Ramadan 1138 di Fez.

Filsafat dan Nabi

Majalah Tebuireng

Orang-orang barat lebih mengenal Ibu Bajjah dengan julukan Avempece. Pemikiran-pemikrannya banyak dipengaruhi oleh Aristoteles. Menurutnya filsuf adalah manusia mulia karena selalu condong kepada kebaikan. Bila tujuan dari segala perbuatan telah tercapai, yakni tatkala memahami wujud-wujud ruhaniah berupa akal-akal sederhana dengan segala ide rasional yang melekat di dalamnya, maka seorang filsuf akan menjadi bagian dari akal-akal tersebut dan layak diesbut wujud bersifat ilahi.

Ia juga mengulas tentang aksiden-aksiden ruhani yang bisa menyembu dalam diri manusia, yaitu: (1) aksiden bentuk pertama yang muncul karena adanya indera; (2) aksiden bentuk kedua yang muncul karena adanya tabiat, seperti rasa haus yang membuat seseorang segera mencari air; (3) bentuk akseiden ketiga yng munul berkat hasil pemikiran; (4) aksiden bentuk keempat (aksiden ruhani) yang muncul akbiat akal aktif. Wahyu yang diterima nabi dan mimpi yang benar tergolong jenis aksiden ini. Dua aksiden pertam dimilki oleh hewan dan manusia. Selebihnya, hanya dimilki oleh manusia. Filsuf dan nabi adalah jenis manusia dengna aksiden yang keempat.

Teori Ittishal

Seperti halnya Al-Farabi dan Ibnu Sina, Ibnu Bajjah percaya bahwa pengetahuan tidak diperoleh semata-mata melalui indera. Pertimbangan-pertimbangan universal dan niscaya, isi ilmu yang prediktif dan eksplanasif serta landasan bagi penalaran apodeiktik (aphodeictic) tentang alam, hanya dapat dicapai dengan bantuan akal aktif (‘aql faal) intelegensi yang mengatur.

Dalam mengelaborasi “akal aktif”, Ibnu Bajjah memaparkan empat prinsip tentang proses akal tersebut dapat terbentuk, sebagai berikut:

Pertama, dari hubungan antara sarana dan tujuan. Sarana khususnya sangat diperlukan bagi tujuan di alam; tetapi di alam gagasan, tujuanlah yang pertama hadir. Dan gagasan itu biasanya mendahului “badan”, atau tidak akan ada kepastian yang mengatasi (dan mengarahkan) permainan kejadian dan kehancuran tak terkendali dan sebagainya.

Kedua, dari proses perubahan. Segala sesuatu menjadi bukan seperti mereka sekarang; mereka tidak menjadi sebab-sebab, tetapi menjadi seperti sebab-sebab yang menghasilkan perubahan dalam diri mereka. Dengan demikian, perubahan dikuasai oleh bentuk-bentuk universal. Akibat-akibat bukan ditimbulkan oleh bntuk partikular khusus, melainkan oleh sebab dari suatu sifat yang tepat (oleh karena itu, kesediaan menerima perubahan, watak-watak dasar sesuatu adalah formal dan universal, bukan material dan idionsikratik).

Ketiga, dari daya imajinasi yang membimbing insting binatang. Binatang tidak mencari air minum atau makanan tertentu, seperti teman mencari teman, atau orang tua mencari keturunan, tetapi makanan atau air apa pun yang akan memenuhi tabiat dasar mereka. Binatang tidak mempunyai konsep-konsep universal. Gagasan-gagasan yang menjelma dalam tingkah laku mereka pasti hadir secara implisit dan objektif bukan eksplisit dan subjektif.

Keempat, dari kerja pikiran itu sendiri. Kita menduga bahwa kita memahami suatu substansi sepanjang kita dapat menisbahkan predikat-predikat terhadapnya; tanpa predikat-predikat itu, kita tidak dapat mengetahui apa-apa tentangnya dan kita pun tidak dapat mengatakan bahwa kita benar-benar memahami.

Teori ini dapat dilihat dari kemungkinan wahyu kenabian dan pengetahuan khusus orang-orang yang dekat dengan Tuhan, yaitu para wali [auliya’], yang di antaranya ia sebutkan para sahabat nabi (shahabah). Melalui interaksi khusus antara akal dan imajinasi, orang-orang itu memperoleh dari malaikat, yaitu, menurut bahasa para filsuf, mereka memperoleh inteligensi-inteligensi tak mewujud yang mengatur bola-bola langit, suatu penglihatan hati, demikian Ibnu Bajjah menyebutnya, yang menggemakan ungkapan Socrates tentang mata hati.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teori Ittishal Ibnu Bajjah, yaitu tentang hubungan manusia dengan akal aktif. Tujuan teori ini adalah bagaimana cara mencapai, mengenal, dan mengetahui Tuhan, yaitu dengan cara mengetahui perbuatan-perbuatan Tuhan –memahami sesuatu melalui gagasan-gagasan universalnya sebab setiap perbuatan ada tujuannya, baik perbuatan manusia maupun Tuhan– baik bersifat jasmani atau rohani.

Karya-karya

  1. The Bodlein MS., Arabic Pococke, no. 2016, berisi 22 folio.
  2. The Escurial, MS. No. 612. Hanya berisi risalah-risalah yang ditulis ibnu Bajjah sebagai penjelasan atas risalah-risalah al-Farabi dalam masalah logika.
  3. Kitab al-Nafs,
  4. Tadbir al-Mutawahhid,
  5. Risalah Ghayah al-Insaniyah.

Sumber:

M M. Syarif, Para filsuf muslim, terjemahan dari Buku Tiga, Bagian Tiga, “The Philosophers”, dari buku History of Muslim Philosophy.

Makalah Amilatul Farihah, https://www.academia.edu/11129824/riwayat hidup dan pemikiran filsafat ibnu bajjah

https://id.wikipedia.org/wiki/Ibnu Bajjah


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.