Oleh : Kusnadi*

Maroko, negeri yang terletak di belahan barat benua Afrika ini merupakan negara berbentuk Monarki Konstitusional, kepala negara dipegang oleh Raja secara turun temurun. Sejak meraih kemerdekaan pada 1956, tiga Raja dinasti Alawi yang dipercaya sebagai keturunan langsung Nabi Muhammad SAW, telah memimpin Maroko, ketiganya adalah Raja Mohammad V, Raja Hasan II, dan Raja Mohammad VI.

Berbicara mengenai Maroko, mungkin bagi sebagian kalangan terasa asing di pendengaran mereka. Di negeri yang memilki julukan negeri seribu benteng ini ada banyak hal unik dan menarik ketika menyambut datangnya bulan suci ramadhan.

Beberapa hari menjelang bulan ramadhan, jalanan dan pasar di Maroko banyak sekali dipenuhi para pedagang yang menawarkan makanan khas untuk berbuka puasa, seperti Chabakiya, Harira, Briwat, Mini-Bastilla, Salloo, Rziza, Mssamen, Malwi, Baghrir, Harsha. Para ibu-ibu bergegas ke pasar sibuk mempersiapkan bahan makanan untuk berbuka dan santap sahur. Moment bulan ramadhan juga disambut suka cita oleh anak-anak. Usai sholat taraweh mereka berkumpul di depan halaman rumah dan gang-gang jalanan, sekadar bermain bola hingga larut malam.Tak mau ketinggalan, anak-anak perempuan juga ikut bermain dengan berbagai bentuk permainan khas mereka masing-masing.

Aktifitas Puasa Mahasiswa Indonesia di Maroko

Majalah Tebuireng

Di Maroko memang ada aral yang lumayan berat yang tidak pernah dirasakan sebelumnya oleh para warga Indonesia ketika berada di Tanah Air. Panjang waktu puasa di Maroko pada umumnya pada kisaran 17 jam. Itupun harus menghadapi teriknya musim panas yang suhunya mencapai lebih dari 40 derajat celcius.

Kendala terbesar yang bisa dirasakan ketika Ramadhan tiba adalah hadirnya suhu yang sedemikian rupa yang membuat rasa dahaga yang luar biasa bagi umat Muslim yang sedang berpuasa. Meski demikian, mahasiswa Indonesia di Maroko yang bernaung di bawah Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) tak menjadikan halangan itu sebagai pemutus tali silaturahmi

Seperti tahun-tahun sebelumnya PPI Maroko mengadakan banyak program aktivitas di bulan Ramadhan. Tahun ini PPI Maroko bekerjasama dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Rabat mengadakan pesantren kilat ramadhan bagi anak-anak usia dini di ruang serba guna KBRI Rabat. Kegiatan ini dibuka untuk umum selama bulan ramadhan.

Selain itu, kegiatan-kegiatan lainnya yang bersifat edukatif, kreatif, dan sosial juga ikut mewarnai datangnya bulan suci ramadhan. Setiap seminggu sekali KBRI Rabat juga mengadakan kegiatan buka bersama di Wisma Duta Indonesia Rabat dilanjutkan dengan shalat maghrib, isya dan taraweh berjamah. Sebelum berbuka kegiatan ini diisi dengan Kultum (kuliah tujuh menit) disampaikan oleh anggota PPI Maroko.

Merasakan nuansa bulan suci Ramadhan di negeri orang memang memiliki kespesifikan dan daya tarik tersendiri. Menghayati bagaimana kita bisa mempelajari budaya orang yang penuh warna dan mencicipi kelezatan kulinernya, serta hal yang paling urgen yaitu bisa meningkatkan ibadah di bulan Ramadhan dengan aroma autentik Islam Arab bersama masyarakat Maroko tulen yang ramah.

Keunikan Tradisi Ramadhan di Maroko

Setiap daerah memiliki ciri khasnya dalam menyambut Ramadhan dan lailatul qadar. Pengalaman melalui beberapa kali Ramadhan di Maroko adalah hal yang sangat berkesan dan menyenangkan di mana disana dapat ditemui tradisi khas, masakan lezat, dan semangat solidaritas yang tinggi.

Setiap bulan Ramadhan Maroko mempunyai tradisi unik yang tidak ditemukan di negara-negara lain, diantaranya adalah “pengajian raja” yang disebut dengan Durus Hasaniyyah yang hingga saat ini masih tetap konsisten dilaksanakan setiap ramadhan. Adapun orang Indonesia yang pertama kali menghadiri undangan raja tersebut adalah Ketua PBNU Prof. Dr. KH Said Aqil Siroj pada tahun 2010.

Buka Puasa Gratis

Setiap datangnya bulan ramadhan tidak sedikit warga Maroko baik perorangan, organisasi atau pengurus partai yang menyediakan menu ta’jil gratis bagi masyarakat, khususnya bagi warga asing. Hal ini menjadi kebahagiaan tersendiri bagi mahasiswa jika bisa ikut berbuka puasa dengan menu yang bermacam-macam. Jika ingin mendapatkan menu gratis tersebut harus datang lebih awal minimal setengah jam sebelum datangnya waktu berbuka puasa. Jika tidak maka harus sabar mengantri lebih lama hingga datang gilirannya mendapatkan menu gratis.

Biasanya orang-orang Afrika seperti warga Sinegal, Mali, Pantai Gading datang lebih awal memadati halaman tempat-tempat yang menyediakan menu ta’jil gratis itu. Tapi, bagi kebanyakan mahasiswa Indonesia di Maroko, memasak sendiri atau ramai-ramai adalah hal yang lebih menyenangkan lebih dari “gratis” yang ditawarkan.

Empat Ronde Berbuka Puasa di Maroko

Masyarakat di Negeri Ibnu Batutah itu terbiasa melakukan empat ‘ronde’ untuk jamuan santap malam yang dilakukan usai berbuka puasa dan sebelum sahur. Tradisi ini tidak hanya dilakukan oleh masyarakat kelas menengah ke atas, tapi juga hampir berlaku bagi semua lapisan masyarakat Maroko dengan menu yang tidak jauh berbeda. Kesetaraan ini yang diterapkan Maroko bertahun-tahun lamanya.

Sebagai ‘ronde’  pendahuluan, disantab di rumah masing-masing, ketika azan Magrib berkumadang. Umat Islam Maroko segera menelan beberapa butir kurma dan menengguk air putih secukupnya, hanya sekedar untuk membatalkan puasa. Kemudian mereka pun bergegas ke Masjid untuk menjalankan ibadah salat magrib secara berjamaah. Bahkan banyak pula yang beberapa menit menjelang azan Magrib sudah berada di Masjid untuk menunggu adzan berkumandang tiba serta tidak lupa membawa bekal beberapa butir kurma dan sebotol air putih. Bahkan beberapa daerah, warga tak perlu repot-repot membawa bekal, karena takmir masjid sudah menyediakan kurma dan air minum untuk berbuka puasa para jama’ah.

Selepas salat Magrib itu, mereka segera kembali ke rumah untuk menikmati hidangan khas Maroko kembali. Dalam tahap kedua ini, menu wajib terdiri dari: Chabakiya, Harira, Briwat, Mini-Bastilla, Salloo, Rziza, Mssamen, Malwi, Baghrir, Harsha. Bisa dipastikan, tidak ada orang Maroko dalam berbuka puasa yang melewatkan sup bernama Harira ini. Bahkan saking dibanggakannya Harira ini oleh orang-orang Maroko, dianggap sebagai menu istimewa dan khas di hotel-hotel dan restoran mewah sekali pun.Termasuk juga banyak dijual di warung-warung Harira dalam kemasan cepat saji.

Tak ketinggalan sebagai minuman wajib, teh yang dicampur daun na’na atau daun min berdaun tipis dan khalib (susu). Terkadang juga jus buah dan kopi susu juga terhidangkan di meja makan keluarga menambah kehangatan menyantap berbuka puasa. Namun menu tersebut, bagi porsi perut orang Indonesia, adalah sudah melebihi kapasitas, segendut apapaun orang tersebut.

Tahap ketiga yaitu ketika selesai melaksanakan shalat taraweh. Mereka menamainya dengan ‘makan malam’, tentu saja dengan menu yang berat-berat sebagaimana layaknya hidangan makan malam atau makan siang di luar bulan Ramadan. Untuk makan malam ini, adalah sebagai berbuka puasa yang sesungguhnya bagi mereka. Karena karbohidrat dan protenin yang dibutuhkan terisi penuh dengan makanan-makanan yang berat.

Tahap keempat adalah dessert atau pencuci mulut dengan berbagai buah-buahan segarUntuk makan sahur, bagi orang Maroko dianggap kurang begitu penting. Kita pun bisa membayangkan, mulai selepas salat Magrib, aneka makanan sudah dilahap oleh  mereka.Tentu saja membuat perut masih kenyang.

Bagi orang Maroko, sahur itu umumnya mereka lakukan pada pukul 03.00 waktu setempat, sebelum mereka bergegas ke masjid untuk melaksanakan salat tarawih putaran kedua. Sebagaimana dikatakan di atas tadi, sahur bagi mereka sekadar untuk melaksanakan ibadah.

Cukup dengan meminum beberapa gelas susu, air putih, dan makanan ringan seperti kue-kue kering khas Ramadhan di Maroko. Bahkan banyak sekali orang Maroko yang sering melewatkan makan sahur begitu saja karena masih kekenyangan sebab hidangan berbuka yang bagi warga Indonesia adalah lebih dari cukup.

Tarawih di Maroko

Dalam melaksanakan shalat tarawih, tradisi di Maroko mendijadikannya dua putaran, 8 rakaat sehabis jamaah shalat Isya, sedangkan tarawih putaran kedua dilaksanakan satu jam menjelang adzan Subuh.Tarawih putaran pertama selesai pada pukul 22.30 waktu setempat. Satu jam selepas tarawih putaran pertama itu, yaitu antara pukul 23.30 -24.30 waktu setempat, mereka kembali ke meja makan yang umumnya bersama keluarga masing-masing di rumah, sesuai dengan tradisi masyarakat Maroko yang gemar makan bersama keluarga.

Orang Maroko pun tak kenal istilah ‘’Bukber’’ (Buka puasa bersama),  baik itu di kantor-kantor atau di instansi tertentu dengan rekan kerja seperti yang marak dilakukan oleh sebagian masyarakat Indonesia itu. Otomatis banyak restoran yang omsetnya menurun di bulan Ramadan ini. Karena keluarga dan rumah adalah kawan dan tempat berbuka puasa yang paling utama dipilih oleh masyarakat Maroko.

Menyimak Tadarus Al Qur’an di Dalam Bus

Bulan ramadhan disebut juga sebagai syahrul qur’an yaitu bulan diturunkannya al-Qur’an. Tidak  sedikit warga muslim dibelahan dunia menghidupkan bulan ramadhan  dengan memperbanyak membaca al-Qur’an siang dan malam. Menariknya di Maroko, ketika membaca al-Quran tidak hanya ditempat-tempat khusus seperti masjid, majlis ta’lim atau di rumah, melainkan juga  di tempat-tempat umum, kita bisa menjumpai para pembaca kitab suci itu dengan khusuk. Seringkali saya menjumpai warga Maroko membaca al-Qur’an ditengah pasar dan di dalam transportasi umum seperti taxi dan bus. Ketika selesai membaca al-Qur’an ada juga yang melanjutkannya dengan membaca shalawat dan doa, sementara teman yang berada disampingnya ikut menyimak bacaannya.

Tradisi memang berbeda untuk satu belahan dunia dengan belahan yang lain. Perbedaan itu adalah sebuah keindahan yang tersembunyi. Sebagai manusia bijak, seyogyanya menyikapinya juga dengan sikap dan prilaku yang indah pula. Keindahan ramadhan adalah terletak dari cara manusia menghiasainya dengan berbagai ibadah. Ibadah tersebut tak bisa dilepas dari tradisi dan kebudayaan yang berkembang di suatu masyarakat tersebut.

*Penulis adalah Mahasiswa S2 di Kulyatul Adab wa al-Ulum al-Insaniyah (Fakultas Adab dan Humaniora) Universitas Hassan II Casablanca dan Ketua Tanfidziyah PCINU Maroko.