Sumber gambar: Kompasiana.com

Oleh: Ipoel Simatoepang*

Bagi lembaga pendidikan swasta  yang memiliki basis kemajuan yang cukup baik tentunya memiliki sistem rekrutmen calon siswa baru dengan menggunakan berbagai cara untuk mendapatkan siswa yang sesuai dengan visi, misi dan tujuan lembaga pendidikan tersebut. Pencapaian yang diperoleh melalui proses pendidikan dari lembaga pendidikan tersebut dengan memberdayakan segala macam komponen pendukungnya.

Setiap tes yang dibuat untuk calon siswa baru tentunya sudah melalui penelaahan, baik dari segi materi maupun kompetensi yang diharapkan dari siswa yang akan mengikuti pendidikan di lembaga tersebut. Lembaga pendidikan bisa merekrut calon siswa baru  dapat memenuhi kriteria yang disusun oleh lembaga pendidikan tersebut.

Banyak lembaga pendidikan mengadakan  psikotes agar mendapatkan siswa sesuai dengan keinginannya, tes biasanya dilakukan untuk melihat standar dari siswa yang dibutuhkan oleh lembaga pendidikan tersebut. Biasanya ada pihak yang diberikan mandat untuk melakukan serangkaian kegiatan untuk mendapatkan profil siswa idaman sehingga dapat memenuhi kebutuhan dari penyelenggara pendidikan melalui psikotes atau tes psikologi.

Untuk mendapatkan siswa yang sesuai dengan kebutuhan, maka dilakukanlah tes dan psikotes atau tes psikologi adalah merupakan salah satu alat yang dapat menjadi instrumen untuk melakukan hal yang baik atau buruk, tergantung pada cara instrumen itu digunakan. Seberapa baik hasil tes itu untuk digunakan dalam menerima calon siswa baru, informasi apa saja yang dapat diberikan pada laporan hasil tes penerimaan calon siswa baru.

Majalah Tebuireng

Hasil-hasil tes penerimaan calon siswa baru itu dapat diintegrasikan ke dalam jaringan data yang menghasilkan kepada keputusan-keputusan tindakan yang bisa menjadi dasar tujuan untuk melaksanakan psikotes atau tes paikologi sehingga hasil tes ini bisa bermakna sesuai tujuan tes psikologi.

Sebetulnya tujuan tes psikologi dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa  untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu. Melalui tes psikologi akan dapat diperoleh informasi mengenai kesesuaian pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan siswa  atas persyaratan dalam mengikuti pelajaran.

Pada dasarnya, tes psikologi merupakan informasi tentang gambaran perilaku calon siswa baru, karena hasil tes ini akan menggambarkan angka-angka tentang kecerdasan atau intelegensia dan kepribadian seseorang, maka akan dengan mudah membandingkannya dengan peserta tes calon siswa baru tersebut.

Sudah umum diketahui bahwa dari psikotes ini merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan calon siswa  dalam mengerjakan suatu pekerjaan tertentu, dan dapat meramalkan apa yang dilakukan  di masa yang akan datang. Hasil psikotes dapat meramalkan bagaimana prestasi siswa di masa yang akan datang.

Termasuk pada faktor-faktor psikologi yang diukur adalah kemampuan berpikir, kecepatan dalam berhitung, kefasihan berbicara, dan konseptual. Faktor lain dalam psikotes dirancang untuk mengukur kemampuan-kemampuan jasmani dan gerak atau dikenal dengan istilah psikomotor.

Dengan  diketahui bagaimana kemampuan calon siswa baru secara utuh setelah diterima menjadi siswa. Tentu, calon siswa yang mempunyai nilai terbaik akan memenuhi syarat untuk mengikuti  tahap seleksi berikutnya. Ada beberapa macam tes psikologi yang sering digunakan untuk memilih calon karyawan terbaik, antara lain tes kecerdasan, tes bakat, tes minat, tes kepribadian, dan tes prestasi. Lembaga pendidikan tinggal membuat profil dari siswa yang diinginkan dan diberikan kepada lembaga psikologi untuk dapat laporan komprehensif dari psikotes tersebut.

Hasil tes psikologi yang dapat memberikan gambaran utuh tentang profil siswa kepada lembaga pendidkan yang menyediakan siswa untuk dilakukan tes dengan berbagai macam tes tentunya menginginkan laporan yang mudah dicerna dan dapat digunakan untuk memetakan segala macam potensi siswa agar bisa menjadi acuan pengembangan potensi siswa.

Adakalanya lembaga pendidkan sekadar memanggil lembaga psikologi untuk melakukan psikotes kepada calon siswa barunya. Lembaga pendidikan tidak memberikan gambaran dari profil yang dibutuhkan oleh sekolah. Ketiadaan profil siswa yang  diidamkan ini menjadikan hasil psikotes tidak menunjukkan kebutuhan dari sistem pendidikan yang diterapkan di lembaga pendidikan itu.

Karena tidak ada tuntutan dari lembaga pendidkan tentang profil siswa yang diidamkan, maka lembaga yang melakukan tes juga membuat laporan psikotes sesuai dengan kebutuhannya yang mendasar. Gambaran laporan psikotes tidak bisa menggambarkan secara utuh dari berbagai macam kondisi yang dibutuhkan dalam mencapai prestasi yang maksimal untuk menjamin keterlaksanaan dan capaian yang harus dicapai okeh kepala sekolah.

Membaca laporan psikotes yang sederhana bisa dilakukan dengan sederhana apabila laporan psikotes dapat memuat komponen-komponen sesuai dengan pesanan yang diinginkan pemesan. Bila kesepakatan profil siswa ini bisa dicantumkan pada laporan psikotes maka itu dapat membantu sekolah untuk dapat memetakan dengan baik setiap potensi siswa.

Masalahnya kadang lembaga pendidkan juga tidak mengetahui gambaran secara spesifik apa yang diperoleh  dari laporan psikotes setiap individu siswa sehingga sekolah ketika menerima hasil tes paikologi tidak tahu apa yang harus dilakukan setelah menerima hasil psikotes dari pelaksana tes.

Lembaga pendidikan seolah-olah menerima onggokan kertas yang kegunaannya tidak jelas karena tes itu hanya digunakan untuk rekrutmen siswa baru. Panitia penerimaan siswa baru (PSB) sepertinya sudah puas menerima laporan umum yang mencantumkan IQ calon siswa baru.

IQ ini yang dijadikan bahan dan bahasan dalam menerima peserta didik baru. Dengan bekal laporan IQ  ini lembaga pendidkan membuat keputusan siswa diterima apa tidak.  Karena hajat untuk mengetahui IQ ini sudah diperoleh maka kelanjutan laporan psikotes hanya digunakan perlengkapan administrasi tanpa ada pemetaan lebih lanjut yang bisa digunakan untuk menyusun program peningkatan kompetensi yang terpadu dan berkelanjutan.

Bila lembaga pendidikan bisa melakukan tes secara komprehensif dan hasil laporan psikotesnya bisa dipetakan untuk mendukung prestasi yang diidam-idamkan oleh stakeholder, maka sejak awal lembaga pendidkan itu mendapatkan bibit siswa yang siap dipertandingkan baik akademik maupun non akademik. Dari langkah awal ini kepala sekolah tidak kesulitan untuk mencapai prestasi yang diinginkan agar dapat memberi kepuasan dan harapan yang tinggi.

Bila lembaga pendidikan memiliki guru Bimbingan Konseling (BK) mereka perlu diajak dialog dan diminta memberi masukan tentang kondisi siswa yang sudah diterima pada tahun berjalan untuk dapat memberikan masukan antara hasil psikotes yang sudah dilaksanakan setahun sebelumnya dan kondisi nyata siswa setelah mengikuti proses belajar mengajar hampir 2 semester. Guru BK bisa memberikan gambaran kondisi profil siswa idaman pada tahun ajaran baru agar para siswa dapat mengikuti program yang dirancang dengan baik dan dapat berprestasi dengan maksimal dan mendapat berkah ilmu.

“Ilmu itu bukan apa yang dihafal, tetapi ilmu itu ialah apa yang dimanfaatkan. Perbalahan dalam ilmu hanya akan mengeraskan hati dan menimbulkan permusuhan,” (Imam Syafi’i).


*Penulis adalah pengamat pendidikan.