ilustrasi shalat

Oleh: Robithah Aulia

Menjadi manusia berarti menjadi hamba Allah. Terlepas dari apapun jabatan kita di muka bumi ini, terlepas apapun jabatan kita di wilayah ini, ataupun jabatan-jabatan lain yang kita emban di muka bumi ini, yang pasti adalah kita semua hamba Allah. Sudah sepatutnya sebagai seorang hamba, kita menjadi manusia yang tahu diri dan memahami posisi diri. Tanggung jawab utama kita adalah sebagai hamba.

Lalu, sejatinya apa saja yang harus dilakukan oleh seorang hamba? Mari kita bersama-sama memahami dan mendalami peran sebagai hamba Allah agar kita bisa meraih predikat sebagai hamba terbaik Allah.

Allah telah mengungkapkan tujuan penciptaan manusia dan jin. Dalil tersebut tentu sudah tidak asing bagi kita semua. Mari kita ulas kembali firman Allah dalam al-Quran surat adz-Dzariyat ayat 56 :

وَمَا خَلَقْتُ ٱلْجِنَّ وَٱلْإِنسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Majalah Tebuireng

Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku. (Q.S. Adz-Dzariyat 56).

Al-Sa’di turut menjelaskan makna ayat tersebut dalam tafsirnya. Menurut tafsirnya, tujuan pencipataan jin dan manusia adalah untuk beribadah. Begitu pula dengan tujuan diutusnya rasul adalah untuk mengajak pada kebaikan yaitu beribadah kepada Allah dengan penuh rasa cinta serta menerima takdir yang Allah berikan.

Memang ayat ini terkesan sederhana dan mudah dijalani. Namun manusia sendiri memiliki nafsu yang sering kali membuat manusia keluar dari tujuan penciptaan itu sendiri.  Hawa nafsu inilah yang menjadi cobaan seorang hamba.

Setiap hari manusia tidak luput dari nafsunya. Nafsu untuk tidur seharian, nafsu untuk tidak melaksanakan shalat, nafsu untuk melakukan perbuatan buruk, serta nafsu-nafsu lain yang sering kali membuat manusia lupa jabatannya yaitu seorang hamba.

Salah satu hal yang paling membuat manusia terlena adalah kenikmatan duniawi. Harta, pasangan, anak, jabatan dan hal-hal lainnya seringkali membuat manusia lupa bahwa semua yang dimiliki hanyalah titipan. Manusia juga sering terlupa bahwa apapun yang kita usahakan bisa tercapai atas izin Allah.

Imam Ghazali dalam karyanya kitab Ihya Ulumuddin pernah memperingatkan manusia untuk jangan terlena dengan dunia yang bersifat hanya sementara. Beliau menyampaikan : [3]

إعلم أن أكبر الناس إنما هلكوا بخوف مذمة الناس وحب مدحهم فصار حركاتهم كلها موقوفة على ما يوافق رضا الناس رجاء للمدح وخوفا من الذم وذلك من المهلكات فيجب معالجته

“Ketahuilah! Mayoritas manusia telah binasa karena takut celaan manusia, dan menyukai pujian mereka. Hingga semua kegiatan yang dia lakukan terbatas sesuai dengan apa yang dilakukan oleh manusia, karena dia selalu berharap pujian dan takut celaan dari manusia. Penyakit ini termasuk yang membinasakan olehkarena itu, wajib untuk diobati”

Manusia bisa terlena dengan pujian yang diberi oleh manusia lain. Pujian tersebut membuat manusia berpotensi melakukan sesuatu karena ingin mendapatkan pujian. Padahal hal tersebut bukanlah tindakan terpuji. Manusia diciptakan untuk beribadah, oleh sebab itu apa pun yang manusia lakukan sudah seharusnya berorientasi pada ibadah kepada Allah.

Mari kita ingat kembali tujuan penciptaan manusia yaitu untuk beribadah kepada Allah. Jika kita maknai dengan baik, tentu hidup kita akan menjadi lebih terarah. jika di dunia kita akan tunduk dan patuh atas perintah atasan atau bos kita yang memberikan gaji, maka seharusnya kita juga bisa memaknai penghambaan seperti itu, kita hanya akan melakukan sesuatu jika hal tersebut adalah ibadah kepada Allah.

Seringkali bisa menuruti permintaan atasan kita karena berpikir dialah yang memberikan kita gaji. Padahal Allah lebih dari sekedar itu, Allah memberikan kita nikmat yang terkadang tidak terpikirkan oleh kita sendiri. Allah memberikan kita kebaikan yang tak terhingga dan kadang kita masih luput terhadap hal tersebut. Allah berfirman dalam surah An-Nahl ayat 18:

وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَةَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا إِنَّ اللَّهَ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ

Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Manusia yang tidak berdaya ini tentu tidak akan mampu menghitung nikmat yang Allah berikan. Namun lagi-lagi manusia seringkali lalai dan lupa, bahwa pemberi segala hal adalah Allah. Bahkan diri ini tidak akan bisa melakukan berbagai aktifitas jika bukan karena kehendak Allah.

Jika di antara kita ada yang beranggapan bahwa ibadah yang kita lakukan adalah karena Allah membutuhkan ibadah kita, tentulah hal ini keliru. Allah Maha Kuasa dan Maha Segalanya. Lalu untuk apa sebenarnya kita beribadah?

Ibadah adalah kebutuhan makhluk-Nya. Jika manusia membutuhkan asupan makanan agar memiliki energi, begitupula dengan ibadah yang dilakukan manusia. Selain kebutuhan nutrisi untuk jasmani, rohani juga perlu diberi nutrisi agar senantiasa berada di jalan kebenaran [5]

Ibadah yang kita lakukan adalah untuk diri sendiri, ibadah yang kita lakukan adalah sebagai wujud rasa syukur terhadap nikmat-nikmat yang seringkali kita lupakan, ibadah yang kita lakukan adalah sebagai wujud rendah diri, sebagai wujud penghambaan kita terhadap Allah.

Jika kita sudah memaknai ibadah dan penghambaan yang sesungguhnya, maka kita akan jauh lebih mudah untuk menjalani kehidupan sebagai hamba Allah. Marilah berusaha menjadi hamba terbaik Allah, marilah bersama-sama kita menggapai janji Allah, yaitu surga yang luasnya seluas langit dan juga bumi.


Baca Juga: Ujian Amal Seorang Hamba