Wakil Pengasuh Pondok Putra Pesantren Tebuireng, KH. Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin) memberikan mauidhoh hasanah kepada santri dalam peringatan Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW, Selasa (2/4/19) di Pesantren Tebuireng. (Foto: Syamsul)

Memahami Pesan dari Peristiwa Isra Mikraj

Tebuireng.online- Peringatan Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW 27 Rajab 1440 H, di Pondok Pesantren Tebuireng berlangsung dengan khidmat pada hari Selasa (2/4). Acara tahunan ini diikuti oleh seluruh santri yang diisi mauidhah hasanah oleh KH. Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin).

Pada kesempatan itu Gus Kikin menyampaikan mengenai peristiwa Isra Mikraj yang telah diabadikan dalam Al Quran sesuai dengan Firman Allah:

( سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ)

[Surat Al-Isra’ 1]
Merupakan satu ayat yang menceritakan kejadian luar biasa. Rasulullah diperjalankan oleh Allah dari masjidil Haram ke masjidil Aqsha kemudian naik ke Sidrotul Muntaha menghadap Allah. Sebelum Isra Mikraj, Rasulullah mendapat perintah dari Allah untuk melaksanakan shalat sebanyak lima puluh kali dalam sehari. Kemudian ketika peristiwa Isra itu, Rasulullah mendapat rukhshoh (keringanan) untuk shalat lima kali dalam sehari.

Majalah Tebuireng

“Pelaksanaan shalat yang yang awalnya 50 kali menjadi 5 kali yang mana pahala masing-masing itu 10. Jadi hakikat shalat itu utama bagi kehidupan kita. Bagaimana jiwa dan hati kita menghadap kepada Allah SWT”, ungkap Wakil Pengasuh Pondok Putra Pesantren Tebuireng ini.

Berbicara tentang shalat, Gus Kikin juga menghimbau kepada seluruh santri agar mampu membedakan antara menghadap dengan ustadz dan menghadap dengan Allah. Kalau dengan ustadz kita hadapkan fisik kita, hati kita, panca indera kita kepada ustadz. Akan tetapi ketika kita menghadap kepada Allah maka panca indera kita tidak mampu menjangkaunya”, terangnya.

Oleh karena itu, lanjutnya hati dan jiwalah yang harus dipersiapkan supaya mampu menghadap Allah SWT. Jika belum, itu berarti hanya fisik, pikiran dan panca indera saja yang menghadap kepada Allah sementara hati dan jiwanya tidak terlibat, sehingga tidak mampu disebut sebagai hablun minallah.

Selain itu, dalam mauidlahnya KH. Abdul Hakim Mahfudz menyampaikan bahwa peristiwa Isra Mikraj itu bertepatan dengan duka cita yang dialami Rasulullah ketika ditinggalkan oleh istri tercintanya siti khadijah dan paman beliau Abu Thalib.

Pewarta : Rafiqatul Anisah
Publisher: RZ