tebuireng.online—Ada pemandangan tidak biasa yang dihadirkan oleh pengurus Pesantren Tebuireng. Setelah Istighosah bersama menyambut hari ulang tahun (HUT) RI ke-69, salah seorang veteran kemerdekaan Republik Indonesia dihadirkan dalam acara yang digelar di masjid Pesantren Tebuireng(16/08).

istigosah

Samarkan, seorang veteran kemerdekaan RI yang kini berusia lebih dari 100 tahun itu dihadirkan. Kakek asal Tanjung Anom Diwek Jombang ini adalah saksi hidup perjuangan kemerdekaan RI. Beliau menjadi tentara Hizbullah untuk mempertahankan NKRI dari penjajah. Tubuhnya yang sudah berumur tersebut, pelan tapi pasti dipapah oleh beberapa orang menuju tengah kerumunan para santri yang sudah menunggu.

Pembawa acara istigotsah pun memberikan waktu testimoni sejarah kepada beliau. “Saya dulu adalah tentara Hizbullah, saya murid Kyai Hasyim”, tuturnya bersemangat ketika menyebut nama Hadratussyekh. Dia mengaku rela mati dan pantang mundur walau tanpa persenjataan yang memadai untuk menghadapi penjajah Belanda (NICA) dan Jepang. “Saya sudah berperang dari Jombang, Surabaya, Sidoarjo, Tuban, tidak terhitung yang sudah saya bunuh. Pilihannya terbunuh atau membunuh lawan”, ungkapnya dengan penuh semangat. Asam garam sudah pernah Pak Samarkan rasakan. Mulai dari kelaparan, ketakutan, demam, sampai harus berteman dengan senjata setiap saat.

Ketika ditanya soal senjata apa yang paling ampuh menurut beliau, Pak Samarkan menjawab Basmalah dan Sholawat adalah senjata yang paling ampuh dan selalu menyertainya di saat berperang maupun genjatan senjata. “TNI AU, AL, AD, mendapat jatah uang bayaran, kami, tentara relawan Hizbullah tidak mendapat apa-apa. Upah 2000-4000 rupiah saja itu yang kami terima. Tapi itu bukan tujuan kami berjuang demi nusa dan bangsa agar putu-putu(cucu-cucu) saya bisa hidup enak”, ujar kakek yang memiliki aksen Jawa yang sangat kental.

Majalah Tebuireng

Di akhir testimoni, Pak Samarkan berpesan kepada para santri agar menghormati perjuangan para pejuang kemerdekaan. Tanpa mereka, bangsa ini masih terjajah dan belum bisa menikmati kemerdekaan seperti yang sekarang ini. Beliau kemudian diperkenankan untuk memimpin doa dihadapan ribuan santri dan asatidz Pesantren Tebuireng.(Abror)