sumber ilustrasi: alif.id

Oleh: Rafiqatul Anisah*

Sebut saja Zubaidah, salah seorang ulama perempuan cerdas dan baik hati. Nama lengkapnya Zubaidah binti Abu Ja’far Al-Manshur, ia adalah putri Khalifah  Abu Ja’far Al-Manshur yaitu khalifah kedua Dinasti Abbasiyah. Ia lahir di kota Mosul Irak pada 766 M,dan wafat pada 831 M di Baghdad. 

Kecintaannya terhadap ilmu pengetahuan dan sastra tidak diragukan lagi. Dia adalah seorang perempuan penyair. Karena kecintaannya, konon ia sering mengundang para cendekia dan sastrawan terkmuka ke istananya untuk berdiskusi tentang sastra dan cara membaca puisi. Diantaranya Abu Nuwas yang terkenal jenaka, Husein bin Adh-Dhahak, Al-Jahiz, Muslim bin Al-Walid, Abu Al- ‘Athahiyah, dan lain-lain.

Zubaidah menikah dengan Harun Ar Rasyid yang kemudian menjadi khalifah Masyhur.  Kesuksesan kepemimpinan Harun Ar Rasyid sebagai Khalifah sangat ditentukan oleh peran Sang istri, Zubaidah yang menjadi sosok dibalik penentu kebijakan-kebujakan pemerintahan yang diberikan oleh Khalifah Harun Ar Rasyid. Sebagai ibu negara, Sayyidah Zubaidah sangat cakap dalam menemani dan membantu tugas suaminya. 

Selain sebagai istri seorang khalifah yang agung, Zubaidah juga dikenal sebagai ulama perempuan yang ahli Fiqih, juga ahli ibadah. Konon, ia mempunyai seratus pelayan perempuan yang hafal Al-Quran. Setiap hari secara bergiliran mereka melakukan semaan di istana. Kemudian Zubaidah mengusulkan kepada suaminya untuk mendirikan lembaga pendidikan dengan membangun sarana dan fasilitas pendidikan, serta mendirikan perpustakaan yang diberi nama “Baitul Hikmah” yang berarti rumah kebijaksanaan.

Majalah Tebuireng

Perpustakaan tersebut dimaksudkan untuk menghimpun buku-buku dan karya-karya ilmu pengetahuan dari seluruh penjuru dunia, juga berfungsi sebagai lembaga penelitian dan penerjemahan. Di samping itu, ia juga meminta suaminya untuk mendirikan Majelis Al- Mudzakarah, yaitu Lembaga pengkajian masalah-masalah keagamaan yang diselenggarakan di rumah-rumah, masjid-masjid, dan istananya. 

Zubaidah juga seorang dermawan, beliau menggunakan kekayaan serta kedudukannya di Dinasti Abbasiyah untuk kepentingan sosial dan kemanusiaan. Ia membiayai ratusan orang yang berhaji. Pada suatau hari, Zubaidah bersama mereka pergi berhaji ke Baitullah kemudian mendapati mereka yang sulit mendapatkan air minum. Lalu Zubaidah meminta bendaharanya untuk memanggil insinyur dan  arsitek bangunan.

Mereka diperintahkan membangunan saluran air sepanjang sepuluh kilometer dari Makkah hingga Hunain. Saluran air tersebut dikenal dengan “Ain Zubaidah” (mata air Zubaidah) yang sangat bermanfaat bagi jamaah haji selama berabad-abad. 

Al- Yafi’i seorang penulis biografi tokoh perempuan menyebutkan dalam bukunya A’lam An-Nisa’ bahwa mata air Zubaidah disebut sebagai sebuah bangunan yang amat kokoh di atas gunung yang sulit digambarkan keindahannya. Jejaknya masih terlihat dan mencakup bangunan besar yang mengagumkan. 

*Mahasiswa Pascasarjana Unhasy Tebuireng.