KH. Zainuddin MZ: Da’i ‘Top of Mind’ Sepanjang Zaman
KH. Zainuddin MZ: Da’i ‘Top of Mind’ Sepanjang Zaman

Bulan Rajab identik dengan peristiwa isra’ mi’raj-nya, Idul Adha dengan perintah haji dan qurbannya, lalu Muharram dengan yaumu asyura-nya. Lalu bagaimana dengan ramadhan? Tentu dengan perintah shiyam dan qiyam-nya. Hal ini merupakan salah satu cara untuk memberikan semacam stereotip yang memudahkan kita dalam mengidentifikasi dan memahami esensi peristiwa yang terjadi pada bulan-bulan tersebut.

Berbicara soal style stasiun tv di bulan Ramadhan umumnya tak lepas dari banyaknya kegiatan agamis seperti tausiyah baik menjelang berbuka ataupun saat sahur, tadarus Al-Quran hingga sinetron religi.  Namun di balik itu, tak sedikit pula yang menodai kesucian Ramadhan dengan acara lahwun yang tak bermanfaat seperti acara lawakan-lawakan hingga tayangan yang mengumbar aurat. Tentunya hal seperti ini amat disayangkan.

Salah satu yang paling masyarakat ingat kala bulan penuh rahmat datang adalah seorang ulama yang berkarakteristik dan berkarismatik. Ya, beliau adalah Alm. KH. Zainuddin MZ atau yang akrab dengan julukan Da’i Sejuta Umat. Memiliki suara dan logat betawi yang khas, gaya ceramah yang humoris, acceptable di hati masyarakat mulai dari anak-anak, remaja, dewasa hingga para orang tua.

Pada hari ini pun ceramah beliau masih diputar baik di rumah-rumah warga, di mesjid-mesjid dan surau, hingga berbagai stasiun radio. Belum lagi ceramah beliau dalam bentuk kaset yang berjumlah 70 album dan terjual ratusan ribu copy hingga ke negara ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Brunei dan negara lainnya. Bahkan jika puasa sudah menjelang maka ikonnya pasti kiai betawi berkopiah hitam dan bermata tipis layaknya pemuda asal Tiongkok.

Beliau dianugerahi gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Kebangsaan Malaysia. Gelar yang tentunya bukanlah gelar ecek-ecek, gelar yang dianugerahkan kepada beliau karena dedikasinya dalam dunia dakwah yang mampu menjadi penyambung lidah umat. Berani menyampaikan kritik dengan cara yang menggelitik serta memberi saran dan solusi dengan cerdik.

Majalah Tebuireng

Masih jelas dalam ingatan perkataan beliau tentang makna ikhlas. Ikhlas itu menurut beliau ibarat orang yang sedang buang hajat. Setelah dikeluarkan apakah masih diingat-ingat lagi? Tentunya tidak, nah begitu juga dengan  ikhlas. Amal yang setelah kita lakukan tak lagi kita ingat dan kita ungkit.

Saking geger dan viralnya beliau di jamannya, Ust. Abdul Somad dalam penuturannya menjelaskan bahwa ia rela untuk bolos sekolah demi menyaksikan langsung tausiyah Alm. KH. Zainuddin MZ yang saat itu datang dengan menggunakan helikopter. Bagian lucunya bukan hanya Ust. Abdul Somad saja yang bolos, guru yang mengajar Ust. Somad juga ikut-ikutan bolos demi melihat langsung da’i kondang kelahiran 2 Maret 1952 ini. Bahkan saat musim haji Ust. Somad yang masih kuliah di Mesir dan menjadi petugas haji pernah berjumpa langsung dengan beliau di halaman Masjidil Haram. Sontak Ust. Somad bergegas mengejar, menyalami dan memeluk KH. Zainuddin MZ, tapi sayang saat itu beliau tak kenal dengan Ust. Somad muda.

Alasan Ceramah KH. Zainuddin MZ Melekat di Masyarakat

Pertama, materi tausiyah beliau yang relate dan update dengan problematika umat, seolah-olah beliau merasakan langsung apa yang dihadapi dan dialami umat. Beliau paham betul fenomena sosial yang terjadi di grass root sehingga materi yang beliau sampaikan langsung ‘tertancap’.

Kedua, gaya ceramah beliau yang merangkul, bukan memukul, kritis namun tak membuat krisis, mencubit tanpa memberikan rasa sakit, plus ditambah kejenakaan dan candaan style orang Betawi asli yang nadanya agak nyelekit.

Ketiga, beliau menggunakan diksi tausiyah yang asyik, unik dan antik. Diksi yang membuat masyarakat terpikat dan terikat dalam branding yang beliau buat, betul? contohnya beliau berkata “berapa banyak rumah sakit islam berubah menjadi rumah islam sakit, kondisinya laa yamuutu wa laa yahya, tidak bermutu karena kurang biaya” atau “banyak orang kaya yang miskin tapi tak sedikit orang miskin yang kaya”, betul?

Keempat, paham ilmu dunia akhirat. Beliau tak hanya paham soal agama, namun juga sosial budaya, sejarah, sastra hingga politik. Sesuatu hal yang sangat jarang dimiliki oleh seorang da’i atau ulama jaman sekarang, betul?

Singa Podium dengan Sanad Keilmuan yang Mumpuni

Lantas dari mana beliau bisa menjadi seorang ‘singa podium’? Tentunya tidak dengan instan, kalau memakai gaya bahasa beliau yaitu dengan kerja keras, peras keringat, dan banting tulang. Mulai dari beliau aktif berpidato saat di di Madrasah Tsananwiyah berlanjut Madrasah Aliyah Daarul Ma’arif. Berguru dengan tokoh-tokoh hebat seperti Dr. KH. Idham Chalid, KH. Syukron Makmun, Abah Anom hingga Muallim Rojiun Pekojan.

Dalam bukunya yang berjudul “Dakwah dan Politik Da’i Berjuta Umat” beliau juga belajar secara otodidak via buku-bukunya Buya Hamka seperti Tenggelamnya Kapal Van Der Wick dan Dibawah Lindungan Ka’bah, Siti Nurbaya karya Marah Rusli, Kisah Seribu Satu Malam, buku-buku Soekarno hingga cerita silat Khoo Ping Ho. Hal inilah yang menjadikan diksi-diksinya saat berceramah sangat memorable.

Metode dakwah bilhikmah dan mau’izhatil hasanah semakin memantapkan beliau sebagai da’i berjuta umat. Tak menghina, tak merendahkan apalagi menyebarkan hoaks terhadap pemerintah. Dakwah da’i berjuta umat, akan selalu dikenang tidak hanya di bulan penuh ampunan dan rahmat, bahkan hingga akhir hayat. Al-fatihah untuk al-maghfurlah KH. Zainuddin MZ.

Baca Juga: Perlindungan Dai dan Dakwah Transformatif


Ditulis oleh Muhammad Adib