Oleh: Dimas Setyawan*

Perhelatan Harlah 1 Abad Nahdlatul Ulama direncanakan pada tanggal 07 Febuari 2023 mendatang yang berlokasi di Stadion Gelora Delta Sidoarjo. Pada saat menuju satu abad NU tersebut tidak sedikit dari para masyarakat Nahdiliyin (panggilan masyarakat NU) ingin mengetahui sosok di balik pencipta lambang Nahdlatul Ulama.

Lambang Nahdlatul Ulama sendiri identik dengan simbol jagad, bintang sembilan, bewarna hijau dan lambang bumi. Alkisah, penciptaan lambang Nahdlatul Ulama bermula dari perisapan terselengaranya Muktamar ke-2 Nahdlatul Ulama pada bulan Robiul Awal 1346 bertepatan dengan bulan Oktober 1927, di Hotel Muslimin Peneleh Surabaya. Pada saat Muktamar kurang dua bulan, saat itu pula Nahdlatul Ulama belum memiliki sebuah lambang atau lambang sebagai sebuah bentuk identitas organisasi.

Kala itu ketua panitia Muktamar adalah KH. Wahab Hasbullah. Setelah merasa ada yang kurang dalam sebuah organisasi besar dan membutuhkan sebuah lambang, KH. Wahab Hasbullah menemui KH. Ridwan Abdullah guna meminta beliau membuatkan lambang untuk Nahdlatul Ulama dan rencananya akan di-launching pada perhelatan muktamar ke-2 tersebut. Penunjukan pembuatan lambang NU oleh KH. Wahab Hasbullah kepada KH. Ridwan Abdullah bukan tanpa pertimbangan. Jauh sebelum itu, sosok KH. Ridwan Abdullah sudah dikenal sebagai kiai yang memiliki bakat serta pandai mengambar dan melukis. 

Tentu saja permintaan KH. Wahab Hasbullah yang cukup mendadak tersebut agak sulit diterima, tetapi pada akhirnya diterima dengan baik oleh KH. Ridwan Abdullah guna kemaslahatan organisasi Nahdlatu Ulama ke depannya.

Majalah Tebuireng

Tidak memerlukan waktu lama untuk memikirkan permintaan dari KH. Wahab Hasbullah, KH. Ridwan Abdullah langsung mencari inspirasi. Beberapa kali sketsa lambang dibuat, tetapi beberapa kali itu pula tidak menemukan gambaran yang sangat cocok untuk lambang sebuah organisasi keagamaan untuk Nahdlatul Ulama. Perlu memakan waktu satu bulan oleh KH. Ridwan Abdullah mencari gambaran yang sangat tepat. Jadwal muktamar telah di ambang pintu, tetapi sekali lagi, KH. Ridwan Abdullah masih saja gagal.

Hingga suatu ketika, KH. Wahab Hasbullah menemui kembali KH. Ridwan Abdullah guna menagih pesanan lambang Nahdlatul Ulama, “Mana kiai lambang NU-nya,” tanya KH. Wahab Hasbullah. KH. Ridwan Abdullah menjawab, “Sudah beberapa sketsa yang telah kami buat, tetapi belum ada yang tepat, maka dari itu belum sempat kami selesaikan. Mendengar perihal itu, KH. Wahab Hasbullah sedikit mendesak sembari berkata, “Seminggu sebelum muktamar dimulai mohon lambangnya bisa diselesaikan”. Melihat ketidakpastian tersebut, KH. Ridwan Abdullah hanya mampu menjawab, “Insyallah, Kiai.”

Karena desakan dari KH. Wahab Hasbullah dan juga semakin dekatnya pelaksanaan Muktamar, akhirnya KH. Ridwan Abdullah menempuh jalur langit. Beliau melaksanakan shalat “istikharah” guna meminta pentujuk dari Allah Ta’ala. Seusai menunaikan shalat istikharah, KH. Ridwan Abdullah tertidur. Dalam tidurnya tiba-tiba beliau bermimpi melihat sebuah gambar di langit biru, yang mana gambar tersebut sangat mirip dengan lambang NU saat ini.

Seketika itulah KH. Ridwan Abdullah langsung terbangun dan mengambil kertas dan pena. Sembari mengingat-ingat kembali, KH. Ridwan Abdullah mencoba memvisualisasikan apa yang beliau lihat di dalam mimpinya. Tak lama berselang, maka jadilah lambang NU sebagaimana yang beliau lihat di dalam mimpinya.

Menjelang pembukaan Muktamar, lambang NU yang dibuat oleh KH. Ridwan Abdullah telah terpasang dengan megah di sudut-sudut tempat perhelatan Muktamar. Tatkala pembukaan Muktamar dan dihadiri oleh muktamirin yang berjumlah 18 ribu, berdecak kagum melihat gambar yang sungguh dan sakral tersebut. Lambang tersebut memang mewakili dinamika abad ke-19. Karena itu pada perjalanan berikutnya mengalami penyederhanaan sebagai pendinamisasian, sesuai dengan semangat zaman yang mulai bergerak menuju kemajuan.


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari